pura-pura tidak tahu

64 6 1
                                    

Suru= panggilan dari Nita untuk Tetsuro Kuroo
Til, Pentil= panggilan dari Kuroo untuk Nita

. . .

Jarum jam masih menunjukkan pukul 05.59, sepagi ini sudah berbalut jaket lengkap serta menjinjing barang belanjaan. Tepat setelah busway berhenti di halte, kakiku kembali melangkah menuju gedung yang menjulang tinggi tidak jauh dari sana.

Bangunan kaca berlantai 39 itu sudah tidak asing lagi bagiku. Begitu memasuki lift, kutekan angka sepuluh, tak lama setelahnya pintu dengan nomor 346 itu terpampang di hadapanku. Tanpa menunggu lama, kukeluarkan kartu pengenal dan dalam sekejap pintunya terbuka.

"Suruu, udah kubilang jangan keseringan nongkrong. Sekarang malah meriang, 'kan?" celetukku melihat Kuroo tengah bergulum dalam selimut. Oh, sungguh meski menyebalkan, tetapi tetap saja tidak tega melihatnya menggigil dan berkeringat dingin.

Kutempelkan plester penurun demam, menyuruhnya juga meminum minuman isotonik. Lalu diriku kini tengah sibuk mencoba menyiapkan bubur untuk si kucing garong yang tengah tertidur lagi itu.

Kebiasaan buruknya dari dulu, tidak tahan angin malam jadinya masuk angin. Ditambah lagi kehujanan lengkap sudah, sekarang Kuroo meriang di Minggu pagi yang seharusnya kugunakan untuk rebahan.

Kukecup keningnya sesaat, lalu mencoba untuk membangunkannya. Tidak baik tidur sebelum dia meminum obatnya, di mana itu artinya Kuroo harus makan dulu. "Suruu, bangun sebentar ... makan," bisikku lama-lama gemas mulai mencubiti pipinya.

"Diem, Pentil," tolaknya mulai terganggu oleh kejahilanku. Tentu saja dengan panggilan kurang ajarnya yang tidak tertinggal.

Kuroo bangun, mendudukkan dirinya di kasur sembari menyenderkan tubuhnya ke kepala kasur. Sementara aku mulai menyuapinya yang sedang mode manja, apalagi tangan nakalnya itu mulai melingkar di pinggangku.

"Uh, dari sore sampai malam kerjaannya main, nongkrong terus! Puas sakit," ledekku membuatnya mengerucutkan bibir.

Kulihat pasti dalam pikirannya sedang sebal, sakit-sakit gini masih saja mendapat ceramah. Salah sendiri, Kuroo berdecih,"Cih, bukannya doain cepet sembuh malah puas liat aku sakit. Kamu suka liat aku sakit, Sayang?"

Kedua matanya yang memicing serta alis yang sengaja dinaik turunkan. Ah, dia sedang mencoba menggodaku, dasar kucing garong! "Iyaa, soalnya kapan lagi kamu manja-manja gini? Paling sibuk sama temen kalau enggak kejar tugas," balasku tidak mau kalah. Kamu kira aku hanya diam saja digoda?

Lihat sekarang, wajahnya itu berpaling dengan pipi yang agak memerah. Kurasa dia sedikit malu ditambah demamnya yang semakin membuat kulit putih itu terlihat kontras kemerahan. Gemas sekali, seperti anak kucing yang lucu!

Tidak kuat kugigit saja pipinya itu hingga kini dia menatapku dengan mata tajamnya itu. "Aww, dasar Vampir Pentil!" teriak Kuroo dengan kehebohannya.

"Heh, emangnya ada vampir pentil? Dari mana sejarahnya bisa gitu anjir?!" sergahku tidak diterima mendapat double hinaan seperti itu.

"Ada, contoh orangnya kayak yang di sebelahku," balasnya enteng mendapat pukulan dari sendok besi yang aku pegang bekas menyuapinya tadi.

"Kejam! Si Pentil sekarang jadi psikopat!" seru Kuroo mencoba melindungi dirinya dari pukulanku.

"Enak aja psikopat matamu!" raungku makin gemas memukul kepalanya dengan sendok makan.

Rasakan, geger-geger itu otak!

"Udah-udah, ampun. Nanti otakku pinterku ini bisa-bisa jadi bego," keluh Kuroo memegangi kedua tanganku, membuatku tidak bisa lagi memukulinya dengan puas.

"Alhamdulillah."

"Heh!"

Setelahnya kami tertawa bersama. Menertawakan sebutannya yang semakin random makin hari. Juga Kuroo yang terus mengeluh kesakitan karena dipukul olehku, padahal aku tidak memukulnya kencang, alay. Semuanya sama seperti biasanya, mengobrol, saling mengejek, tertawa, dan akhirnya terdiam menghabiskan waktu dengan hanya memandangi wajah masing-masing.

Kuroo masih sama, meski hubungan ini sudah hampir berjalan 5 tahun lamanya. Mata tajam nan sipitnya yang selalu menatapku lembut, bibirnya yang selalu bisa tertawa begitu lebar, apalagi suara khasnya yang terdengar menyebalkan, juga tangan besar itu. Tangan besar yang melepas pegangannya di pergelangan tanganku, beralih menggenggam hangat jari-jariku.

"Aku mau pulang, mau rebahan di rumah," kataku memecah keheningan. Kuroo sudah meminum obatnya juga sarapan, ya, apa gunanya aku di sini lagi? Saatnya menikmati liburan.

"Jangan pergi, Til ... rebahan saja di sebelahku," cegahnya dengan mata puppy eyes oh, ayolah sekarang bagaimana aku bisa menolaknya?

Di kasur king size itu Kuroo mengulum dalam selimut, denganku di sebelahnya. Kedua tangan kami saling menggenggam, kurasa tidak buruk terlelap bersama sebentar saja.

. . .

Pukul 11 siang, aku terbangun. Tidak berani membangunkan Kuroo yang masih terlelap, kulepas plester di dahinya. Demamnya sudah turun, syukurlah.

Kutatap lamat-lamat wajah tampan itu, terlihat begitu damai dengan dengkuran halusnya yang terdengar. Tanganku mengelus rambutnya yang memang acak-acakan bermodel tidak karuan itu.

Tidak bisa kupungkuri, ketika keheningan seperti ini mulai meracuni pikiranku dengan segala macam hal.

Mungkin di luar sana ada tangan lain yang mengelus rambutnya. Mungkin senyum lebar dan tawa jahilnya bukan hanya padaku lagi tentunya. Mungkin juga hatinya ... tak lagikah milikku?

Setidaknya katakan jika kamu sudah bosan. Karena pura-pura tidak tahu apa-apa itu cukup menyakitkan.

Aku bangkit, berjalan menuju pintu dengan hati-hati tidak ingin membangunkan si empunya tempat. "Aku pergi!" pamitku menutup pintu.

. . .

Halolo, Nita di sini!

Yok, lanjut lagi halu bareng Kuroo.🥰

FOLLOW AND VOTE EUY!!

Annoying Relationship | Kuroo TetsuroTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang