Iji = panggilan dari Nita untuk Akaashi Keiji
. . .
Setelah berkunjung pagi itu ke apartemen Kuroo, aku belum melihatnya lagi. Namun, dia memberi kabar sudah baik-baik saja dan hari ini tentukan memulai aktivitas seperti biasanya di Senin pagi.
Benar, Kuroo dengan kegiatannya dan aku dengan kegiatanku. Aku rasa perlu sedikit waktu untuk berbicara serius dengannya, sayangnya dia susah sekali diajak serius. Yang ada Kuroo hanya menertawakanku, katanya raut serius tidak cocok denganku. Padahal dia tidak tahu begini-begini sering menjadi pemimpin rapat redaksi majalah kampus!
"Nita!" panggil seseorang sambil melambaikan tangannya di seberang sana. Setelah kuamati lebih jelas, ternyata itu Akaashi.
"Iji, tumben jauh-jauh kemari," sapaku menghampirinya.
"Ah, Kak Bokuto sedang PDKT dengan gadis di jurusan ini. Dia memaksaku ikut ke sini dan sekarang aku ditinggalikan."
Kutatap wajah Akaashi, aku tahu betul rasanya ditinggal teman yang sedang nge-date. Sangat, sangat menyebalkan!
Tangan kasar nan besar itu kugenggam perlahan. "Kalau begitu Akaashi nge-date aja sama aku!"
"Eh--Nita ... tunggu!"
Lihatlah mendengar kata kencan saja membuat wajahnya memerah. Oh, dia menggemaskan, bagaimana mungkin lelaki sepertinya masih lajang? Sebuah ide brilian muncul di pikiranku, ini akan menjadi lebih menyenangkan lagi.
"Apa kamu tidak masalah hanya makan makanan instan?" tanyaku melihat Akaashi yang tengah mengaduk-aduk kari instannya.
"Ah ... aku sama sekali tidak masalah. Bukannya kamu yang seharusnya jangan sering-sering makan makanan instan?" Akaashi balik bertanya membuatku hanya bisa nyengir kuda.
"Hm, tidak apa-apa menemaniku makan siang? Memangnya Iji tidak ada kelas lagi?" Pura-pura aku mencari bahan pembicaraan lain. Ya, meskipun Akaashi menyadarinya.
"Tidak, aku tidak ada lagi kelas hari ini," balasnya menatapku intens. Tentu saja aku mengalihkan pandangan darinya.
"Samaa!" seruku senang. Sepertinya Akaashi bisa diajak kompromi.
Tentunya karena minimarket ini tidak ramai dan dekat dengan kampus, kebetulan aku bertemu dengannya saat waktu makan siang. Kukira Akaashi tidak menyukai makanannya, karena sedari tadi dia belum menyentuh kari tersebut.
Tangan kirinya tersembunyi oleh almamater, sementara tangan kanannya yang sedang memegang sendok itu juga tertutupi sebagian oleh jas yang dipakainya. Penyakit Akaashi dari dulu adalah tidak percaya diri dengan tangannya yang terkesan lembek dan kasar.
Kusentuh tangan kirinya sambil berkata, "Tangan Iji besar dan hangat. Aku menyukainya!" Yang kudapatkan ialah wajah terkejutnya dan aku senang karena setelah itu senyum lembut lelaki tersebut terukir di bibirnya.
"Di mana Kuroo? Apa dia masih sibuk dengan segala aktivitasnya? Sampai tidak bisa menemanimu makan siang." Lihat sekarang Akaashi itu sangat peka.
Aku hanya tersenyum tipis, mungkin lelaki di hadapanku juga sudah tahu jawaban dari pertanyaannya itu. Kuroo selalu sibuk kurasa, meski aku tidak pernah mempermasalahkannya secara berlebihan. Namun, kedekatan dia dengan gadis lainnya itu mungkin cukup ... menganggu.
Akaashi masih di sana, perlahan memakan kari yang dia pesan dengan sedikit kepercayaan diri yang meningkat. Buktinya dia tidak lagi menyembunyikan telapak tangannya dalam bagian lengan jas. Jangan lupa kalau Akaashi belum puas jika pertanyaannya belum dijawab atau aku bercerita, meski dengan cara tidak memaksa itu cukup terlihat jelas.
"Aku rasa Kuroo sedikit melakukan kecurangan," jawabku sambil menggaruk kepala yang tidak gatal.
Lagi-lagi Akaashi terkejut, tetapi dengan cepat merubah raut wajahnya menjadi tenang seperti biasa. Yang terdengar hanyalah dentingan sendok dengan mulutku yang mengunyah besar-besar potongan daging dalam roti isi, begitu pun helaan napas beratnya.
"Sepertinya aku harus berbicara dengan Kuroo," sahutnya tiba-tiba bangkit hendak berjalan keluar minimarket.
Namun, aku tidak bisa melihat mereka bertengkar karenaku. Kucekal tangan Akaashi, bukan ini yang aku harapkan. Ada sesuatu yang lain yang ingin aku bicarakan.
"Jangan--tidak usah katakan apa-apa pada Suru," tolakku menggelengkan kepala.
Akaashi tahu seberapa keras kepalanya aku. Maka dari itu dia hanya bisa kembali duduk dan kembali menghela napas berat. "Jadi, apa yang kamu inginkan dariku? Tidak mungkin juga seorang Nita mengajakku hanya untuk basa-basi makan siang biasa," ungkapnya tepat sasaran.
Akaashi memang peka nan pintar.
"Iji, jadi selingkuhanku, ya!"
. . .
"Dah, Iji!"
Kakiku yang mulai melangkah memberi jarak itu seketika terhenti, Akaashi mencekal tanganku hingga membuatku berbalik menatapnya. "Biar aku antar pulang," katanya berubah menggenggam tanganku dan berjalan memimpin di depan.
Kami menuju halte bus yang tidak jauh dari minimarket. Padahal sudah kubilang tidak perlu repot-repot mengantarku sampai rumah, tetapi Akaashi tetap keras kepala.
Menatap pemandangan lewat jendela di sampingku merangsang kantuk yang mulai datang. Kepalaku sudah tergolek ke kiri dan kanan, terkantuk-kantuk. "Tidur saja di bahuku."
Seolah mendapat persetujuan kepalaku bertengger di bahunya. Lalu tidak ada yang kuingat lagi, terlelap dalam mimpi.
Begitu bangun yang kutahu, aku sudah ada di rumah, di kamarku dengan Kuroo yang sedang membaca buku di sampingku yang tertidur.
. . .
Hai, Nita di sini!
Maaf update-nya lama, karena akhir-akhir ini aku banyak kegiatan dan enggak enak badan. So, tunggu part selanjutnya dalam waktu dekat!
Cerita ini berlatar di Indonesia, di mana aku hanya menyomot nama-nama karakter Haikyuu sebagai tokohnya. Jadi, kalau semisal tidak ada persamaan sikap, atau apa pun yang berbeda, itu murni karena aku menulis cerita versiku. Mohon dimengerti.
FOLLOW AND VOTE EUY!
KAMU SEDANG MEMBACA
Annoying Relationship | Kuroo Tetsuro
Fanfic"Kalau kamu selingkuh. Aku selingkuhin balik!" Ketika hubungan yang telah berjalan lama diuji kesetiaannya. Lalu bagaimana akhirnya? Kuroo Tetsuro x Author Start: 18 April 2021 Finish: 16 Juli 2021 #1-weeb:17 Mei 2021 #1-kurootetsuro: 20 Mei 2021