Aku sebelum kamu

16 2 0
                                    

Seluruh penjuru di atas sana hitam kelap, tanpa jejak bintang sekali pun. Mungkin sama gelapnya dengan suasana hatinya yang sekarang, meski menghabiskan waktunya seharian dengan perkuliahan dan nongkrong. Tetap saja tidak merubah suasana hatinya.

Maka dari itu Kuroo di sini, di depan kontrakan seseorang yang telah bersama selama setahun ini. Iya, karena jujur daripada apartemennya yang sepi tanpa kunjungan Nita, lebih baik di sini.

Begitu tangannya mengetuk pintu, seorang perempuan tinggi dan ramping itu muncul di balik sana. Tersenyum merekah menyambut kedatangannya, andai sana Nita juga begitu.

“Kukira kamu tidak kemari, Sayang,” sapa orang di depannya itu sudah bergelayut manja, kedua tangan yang menempel di leher sang lelaki.

“Karena ini tempatku pulang,” balas Kuroo disertai cenggiran.

Tidak tahu kalau efek dari ucapannya barusan membuat perempuan itu seperti diterjang ribuan kupu-kupu. Mereka masuk ke dalam, bukan rumah yang luas hanya berisi dua kamar dengan ruang tengah di antara keduanya. Bernuansa calm, yang lebih didominasi oleh warna pastel. Tempatnya juga rapi dan terkesan nyaman.

Tentu saja Kuroo salah satunya. Tidak berlama-lama mereka masuk ke dalam kamar. Alisa tahu, jelas sangat sadar lelaki itu hanya akan datang ketika ada masalah. Menjadinya sebagai pelarian. Apalagi ketika hubungannya sedang tidak baik dengan gadis itu. Orang yang menjadi penghalang hubungan mereka.

“Tetsuro,” panggil Alisa dengan suara yang halus nan lembut. Keduanya tangannya sudah menempel di pipi lelaki tersebut, membuat mereka saling bertatapan.

Seolah mengerti, Alisa mengajaknya untuk melakukan itu. Memang kedatangannya ke sini pun buat apalagi? Selain melakukan itu. Bibir mereka bertemu, saling menuntut. Bahkan kamar yang luas itu terasa panas dan sempit lama-lama. Hingga saling tak berbusana. Mereka menghabiskan waktu sepanjang malam.

“Nita ....”

Alisa hanya bisa tersenyum pedih. Perempuan itu, bahkan dalam keadaan tidak sadar seperti ini pun nama dia yang disebut. Padahal baru saja mereka menghabiskan waktu bersama, Alisa mungkin memliki tubuh lelaki itu, tetapi tidak dengan hatinya.

Diam-diam gadis itu tertawa pelan. Menertawakan kisah cintanya sendiri, saat kini tidak bertepuk sebelah tangan, tetapi bukan dia sendirian yang ada di hatinya.

. . .

Jujur Kuroo akui sedari awal bertemu Alisa adalah perempuan yang menarik. Soal kecantikan sudah tidak perlu dipertanyakan lagi, ditambah orang yang asyik diajak berbicara tentang apa saja. Meski begitu, rasa nyaman berbeda dengan jatuh cinta. Mengenal perempuan itu selama setahun dari semenjak memasuki SMA, Kuroo belum yakin sepenuhnya tentang apa yang dia rasakan. Untuk lebih dari sekadar teman ... dia rasa ada banyak hal yang perlu dipertimbangkan.

Namun, berbeda Nita bukan Alisa. Dari awal bertemu perempuan itu, bukan orang yang terlihat sangat cantik menyaingi bidadari, tidak pula seasyik itu. Rasanya berada di dekat pacarnya kini adalah hal yang tepat. Tanpa berpikir dua kali pun Kuroo tahu bahwa itu cinta.

Salahkan dirinya yang sedang berkelana, menjelajahi lebih dari satu hal. Tak khayal juga Nita pastinya tahu seberapa sering dia menggoda perempuan-perempuan di luar sana. Ketika dipertemukan kembali dengan Alisa, saat dia hendak meminjam bahan untuk penelitian ke teman beda jurusannya itu. Setelah dua tahun kuliah di universitas yang sama, baru Kuroo ketahui kakak kelas SMA-nya itu ternyata anak jurusan biologi.

Mereka bahkan berada dalam satu gedung fakultas. Dia rasa semuanya dimulai dari sana.

“Kuroo!” panggil seseorang membuatnya menoleh. Perempuan dengan pakaian pastel, kaus putih, berbalut kardigan dan kulot yang berwarna serasi, tampak indah di tubuh tinggi ramping itu.

“Oh, Alisa. Ada apa?” tanyanya tumben juga bertemu di kampus. Selama ini mereka tidak pernah berpas-pasan sama sekali.

“Kudengar dari Dio kamu akan melakukan penelitian bersama Pak Rahman, ‘kan?” Meski entah perempuan itu tahu dari mana, Kuroo tetap mengganggukkan kepala.

“Aku punya salinan makalah penelitian sebelumnya yang aku lakukan dengan dosen itu juga. Mungkin ini bisa jadi bahan referensi,” jelasnya tentu membuat lelaki itu senang. Pasalnya dia tidak perlu lagi repot-repot mencari makalah dan jurnal yang tidak menghabiskan waktu sedikit, tinggal ditambah beberapa lagi.

“Boleh aku pinjam?”

“Tentu saja boleh, tapi bukunya ada di kontrakanku. Kamu boleh mengambilnya setelah pulang kampus,” pungkasnya berpamitan melambaikan tangan.

Kuroo dan Alisa semakin dekat, berawal dari buku jurnal, berlanjut sering berdiskusi bersama dan juga nongkrong. Ya, kalian tahu akhirnya bagaimana. Bukan sekali, dua kali, mereka melakukan kegiatan rutin tiap malam.

“Aku benar-benar mencintaimu, Kuroo. Kali ini aku tidak akan melepaskanmu lagi,” tegas perempuan itu mengusap wajah yang tertidur pulas di hadapannya. Kuroo miliknya, sedari awal. Meski dengan menjadi selingkuhan sekali pun akan Alisa lakukan asalkan bisa bersama lelaki itu.

. . .


Bagi Alisa, lelaki itu bukan cuman cintanya saja, tetapi separuh hidupnya. Bertahun-tahun setelah patah hati dia mencoba untuk beralih pada yang lain, meski begitu Kuroo tetap tidak bisa tergantikan. Lelaki yang ramah, perhatian, juga senang bercanda. Selalu membuat perempuan itu merasa nyaman.

“Andai aku perempuan itu,” gumamnya bangkit dan berpakaian. Meninggalkan Kuroo yang masih tertidur pulas, membuat sarapan untuk mereka berdua.

Masih teringat jelas pertemuan pertama mereka. Adik kelasnya yang binal ini mengajaknya berpacaran, walaupun sudah memiliki pacar. Artinya dia selingkuhan bukan? Iya.

Entah apa pun status dan namanya Alisa tidak peduli. Dia sadar betul, lebih tahu dari siapa pun dirinya tidak lebih hanya tempat persinggahan. Bukan untuk menetap, segala cara Alisa lakukan hati Kuroo tetap bukan utuh miliknya.

Bahkan meski lelaki itu datang hanya mencari penghiburan. Alisa tidak ragu menawarkan diri, menikmati kenikmatan sesaat di antara mereka. Yang selesai seolah tidak terjadi apa pun paginya, selalu seperti itu. Pada akhirnya Kuroo akan pergi lagi, berkelana sesukanya. Datang mampir sebutuhnya.

Lalu, letak salah Alisa di mana? Dia juga perempuan yang sangat mencintai lelaki tersebut. Apa pun demi Kuroo dia lakukan. Karena cinta itu membutakan, dan benar. Jika tidak ada perempuan bernama Nita di antara mereka, mungkin dia bisa menjadi orang paling bahagia. Dicintai dan mencintai. Dunia tidak adil, atau mungkin Alisa yang serakah? Setengah hati tidak cukup untuk dirinya yang memberi seluruhnya.

“Hei, anak baru yang di sana cepat baris!” teriak perempuan yang berdiri di tengah lapangan lewat pengeras suara. Dikelilingi orang-orang yang beralmamater senada.

“Santai kali, Kak. Teriak-teriak, ‘kan, sayang nanti tenggorokannya kering, kita-kita jadi enggak bisa denger suara merdu kakak lagi dong,” goda jamet berambut amburadul tak lain Kuroo.

Bersama teman-teman mereka tertawa, tidak terlihat takut sama sekali menghadapi kakak kelasnya, para OSIS. “Ganteng, sih, sayang jamet!” balas Alisa ketus, perempuan yang berteriak tadi.

“Gak apa-apa jamet, penting suka, ya, ‘kan?” Masih melancarkan gombalannya alis Kuroo naik turun menggoda kakak kelas cantik tersebut.

Begitulah kelakuan Kuroo pertama kali masuk SMA. Tak disangka Alisa malah jadi kakak pembimbing gugus lelaki itu. Makin sering saja mereka berinteraksi, tidak hanya waktu MPLS. Kedekatan keduanya juga sudah menjadi pemandangan yang biasa di sekolah. Dekat, baper, enggak ada status. Itulah yang Alisa rasakan.


. . .

Sumpah, gemes banget nulis part ini. Esmosi sekali saya, Bund😤. Vote, vote, vote!

Annoying Relationship | Kuroo TetsuroTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang