jarak

15 2 0
                                    

[cr: Laurafinnegan]

Tidak terhitung hari ke berapa sekarang aku menghindarinya. Mungkin lebih tepatnya belum siap untuk bertemu, hatiku masih kacau balau tidak bisa diajak bicara. Itulah sebabnya aku lebih memilih menyendiri untuk sementara waktu.

Seperti saat ini, begitu dosen pengajar keluar aku bangkit ikut menjauh dari kelas. Memilih diam di pojokan taman kampus yang tertutupi pepohonan rindang. Sekilas jika dilihat dari luar, tentu tidak ada yang menyangka ada orang di sana.

Kembali membuka lembaran buku novel yang selalu kubawa ke mana-mana. Tenang, tidak ada siapa pun yang mengganggu. Beberapa kali kutandai bagian atau quotes yang menarik dari buku tersebut dengan kertas warna-warni. Tak habis sampai di situ, mumpung masih ada waktu kembali aku mencatat apa saja yang dibahas di kelas tadi, sampai jam setengah 3 baru aku beranjak memasuki kelas yang berbeda lagi.

Sekilas di seberang gedung sana aku melihat Kuroo tengah berbincang dengan orang di sampingnya. Tentu, wajah itu setiap hari pun tidak terlewat tanpa terlihat. Hanya mungkin dia yang tidak pernah melihatku.


. . .


“Nit, tadi si Kuroo nanyain, tuh!” adu Rin melapor begitu aku mendudukkan diri.

“Oh.”

“Gilee, ye, baru sekarang aja nyariin. Dari kemarin ke mana? Ngilang ke Pluto?!” tanyanya sarkas, mulut dan otak gadis itu pasti sudah penuh dengan umpatan. Satu-satunya yang tahu keadaanku saat ini.

“Terus kamu bilang apa?” Aku balik bertanya, semoga saja mulutnya yang lemes itu tidak bicara macam-macam.

“Ye, aku bilang aja ‘tumben nyariin, masih inget punya pacar situ? Kagak ada Nita mah, udah keluar dari tadi’ begitulah,” sahutnya acuh tak acuh membuatku gemas memukul pelan bahu Rin.

Meski memang Kuroo berengsek, tetapi aku juga tidak ingin dia mendapat perlakuan kasar apalagi dari temanku. “Sakit anjir jangan dipukul-pukul. Orang bener juga,” belanya itu menatapku sengit, tentu aku membalasnya balik.

“Ya enggak sekasar itu juga kali. Nanti orangnya sakit hati gimana?” todongku ingin sekali menjambak rambut gadis di sebelah aku itu.

“Idih, bodo amat syukurin sakit hati. Dia sendiri udah bikin kamu sakit hati.”

Benar, bukan malas aku menanggapi celotehannya itu lagi. Juga bukan karena Bu Dosen yang baru saja masuk kelas. Namun, diam-diam aku mengakui ucapan Rin ada benarnya.
Selama ini dia telah menyakiti hatiku tanpa peduli bagaimana perasaan aku setelahnya. Namun, aku benar-benar peduli tentang perasannya, menyedihkan.


. . .


Lagi, begitu kelas telah selesai aku tidak berlama-lama di kelas. Memilih membereskan buku dan alat tulis lalu menuju halte bus terdekat untuk pulang. Tak jauh, cukup berjalan sepuluh menit dari kampus, sambil menunggu bus datang, kuselipkan salah satu headphone di telinga kiri. Memutar lagu kesukaanku, Rewrite The Start.

Tak lama ponselku bergetar, sebuah pesan masuk di sana. Tentu dari siapa lagi kalau bukan temanku yang cerewetnya minta ampun, Rin.

Radio Butut (Rin)
HEH!
Main kabur aja
Berani kau tinggalin aku?! Tega!
Tuh, ‘kan, si kunyuk datang lagi nanyain. Sumpah kayak kejar-kejaran aje lo Tom & Jery
Putus atau baikan!


Nita
Iye


Sebelum kembali gadis menyebalkan itu meng-spam chat lagi kumatikan saja ponsel. Berhenti menikmati lagu, karena kebetulan bus memang datang di saat yang tepat. Tanpa menunggu lama aku ingin pulang ... ke rumah. Karena mungkin dia sudah terlalu ... asing? Untuk disebut rumah lagi.


. . .


Beberapa hari lagi tanpa kenal lelah Kuroo terus saja datang ke fakultasku. Meski fakultas kami hanya terhalang satu gedung lain. Namun, selama ini dia bahkan tidak punya cukup waktu untuk menyempatkan diri datang menjemputku. Aneh, ya? Yang kemarin diacuhkan, dinomorduakan, sekarang malah dicari-cari?

Itu membuatku semakin malas ke kampus. Seperti kejar-kejaran saja, begitu kelas selesai aku pasti buru-buru menuju tempat yang sepi atau ke perpustakaan. Memilih tempat yang tidak dia temukan. Ah, rasanya, kok, dia yang salah aku yang jadi buronan!

Membuka sebentar kumpulan pesan. Kembali mataku membaca pesan Rin kemarin. Putus atau baikan? Entahlah keduanya sama-sama susah untuk dilakukan. Apalagi sampai sekarang perasaanku tidak menentu, tentu perselingkuhan bukanlah hal yang bisa ditolerir dalam hubungan.

“Nit, ada yang nyariin, tuh!” seru Atsumu dari pintu kelas. Aku menarik napas panjang, sungguh dia tidak ada capeknya. Malah bikin aku yang capek.

“Bilang aja enggak ada,” balasku tak acuh. Sementara di sebelahku Sakusa hanya mengdengkus melihat hubunganku yang terasa penuh drama ini.

“Yakin enggak mau temuin orangnya dulu?” Atsumu memastikan sekali lagi, dan itu sangat membuat kesabaranku habis.

Tanpa menjawab pertanyaannya aku melangkah menuju pintu. Memang sedari tadi aku ingin cepat pulang, eh keburu ada yang mendatangiku duluan.

“Apa?!” sahutku tidak santai. Begitu melirik ternyata bukan dia yang aku pikirkan, Aakashi berdiri di tepat di pinggir pintu kelas.

Meski mendapat sambutan tidak mengenakkan dia tetap tersenyum. Aku jadi merasa bersalah. “Oh, Iji kukira siapa,” gumamku mengaruk kepala yang tidak gatal.

Bad mood, ya? Ayo jalan!” katanya membuatku sedikit melotot. Namun, tersenyum setelahnya dasar dia itu tahu saja, moodbooster banget!

Tanpa ragu kuterima uluran tangannya. Setidaknya setelah berhari-hari tidak enak hati, mungkin Aakashi adalah obat yang tepat. Namun, semuanya tidak berjalan mulus lagi-lagi. Setelah berhari-hari berhasil kabur tanpa berpas-pasan dengannya, sekarang malah harus bertemu di saat yang tidak tepat.

“Nit!” panggil seseorang membuatku menoleh. Kuroo di sana, menatap ke arah kami. Terutama genggaman tangan kami. Luntur sudah senyumku.

“Kita ... perlu bicara,” mohonnya lagi menatapku penuh harap. Entah kenapa malah melihatnya saat ini membuat hatiku terasa semakin sakit, perkataan Kuroo waktu itu terus terngiang-ngiang di kepala.

Aku tidak bisa. Belum bisa untuk ... sekarang. “Nanti.” Hanya itu balasanku, dan memilih untuk mengeratkan genggaman, Aakashi mengerti segera membawaku pergi.

“Asikk ... tontonan gratis,” celetuk Atsumu langsung mendapat toyoran dari Sakusa. Sekilas aku melirik ke belakang, bukan menatap wajahnya. Sepatunya masih tak bergerak di sana, dan setelahnya aku lebih memilih fokus ke depan.



. . .


Kuroo mengacak rambutnya frustrasi. Bukan apa-apa, tetapi lebih dari 3 hari dia sama sekali tidak melihat keberadaan Nita. Setelah kejadian itu tidak terjadi apa pun, sekadar bertukar sapa sekalipun. Dia ingin sekali melihat wajah gadis itu, yang biasanya selalu inisiatif mendatanginya terlebih dahulu, menanyakan bagaimana kabar, dan lain-lain.

Kini dia berada di gedung fakultas gadis itu. Tepat di depan kelas gadis itu, tetapi sama sekali tidak terlihat batang hidungnya. Kuroo yakin dia tidak telat, baru saja kelas tersebut usai. Harusnya Nita masih ada di dalam, sampai gadis lain yang selalu bersama pacarnya itu keluar.

Mau tak mau Kuroo memberikan diri bertanya, “Eh ... Rin, Nita di mana, ya?”

Bukannya menjawab pertanyaannya itu, gadis tersebut malah memelototinya dengan tatapan menakutkan. Serasa Kuroo tidak punya salah sama gadis bernama Sakuragi Rin itu.

“Tumben nyariin, masih inget punya pacar situ? Kagak ada Nita mah, udah keluar dari tadi.” Jawaban ketus dan sarkas yang Kuroo terima, apalagi Rin langsung melengos begitu saja. Tidak memperdulikannya lagi.

Nita, gadis itu benar-benar menghindarinya. Memang wajar, sih, apalagi setelah apa yang dia lakukan pada gadis yang notabene pacarnya itu. Selingkuh, dia memang benar-benar berengsek. Namun, sungguh rasanya Kuroo kacau jika tidak melihat gadis itu lama-lama.

Esoknya, sampai tidak terhitung hari ke berapa. Namun, dia tidak pernah menemukan gadis itu. Meski sudah menunggu sampai kelas terakhir Nita. Yang ada Kuroo malah bertemu si Sinis Rin, kembaran Osamu, dan manusia antisosial Sakusa.

Sampai hari itu. Begitu dia seperti biasanya ingin menjemput pacarnya. Yang Kuroo lihat malah Nita yang sedang berbincang dan bergandengan tangan dengan Aakashi. Menyakitkan, tetapi akhirnya dia bisa melihat gadisnya lagi. “Nita!”

Gadis itu menoleh sesaat sebelum kembali berbalik. “Kita ... perlu bicara,” katanya lagi mencoba menghentikan kepergian gadis itu. Dalam hati Kuroo mati-matian berseru, pilih aku, pilih aku!

“Nanti.”

Balasan gadis tersebut menghancurkan ekspetasinya. Nita pergi memilih lelaki lain daripada dia. Memangnya salah jika Kuroo menginginkan gadis itu juga bermain di belakangnya?



. . .

Double up!🥳

Vote and comment-nya, Kakak-kakak 🥺.

Annoying Relationship | Kuroo TetsuroTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang