🍁
Kamu terlalu jauh mengartikan beberapa sikap, padahal konteks yang dimaksud sebenernya bukan seperti apa yang di eskpetasikan.
________________
Fiony : Hari ini kita batalin yah. Ada Aran disini. Sorry ya, next time aja ya babe.
Setidaknya itu lah pesan terakhir yang Zee terima pagi tadi dari Fiony, perempuan yang beberapa bulan ini mencuri perhatiannya. Arzee Saga Ganendra—lelaki 19 tahun itu mengehela nafasnya dalam-dalam, ada sesak sendiri mendapati pernyataan yang amat menohok dan amat jelas dari pesan tersebut, bahwa ; seorang Fiony pada kenyataannya sudah terikat dengan seseorang.
Jika dipikir-pikir peran Zee disini sebagai apa? Sekedar coretan kecil pada kisah perjalan cinta Fiony, atau sudah berhasil membuat lembaran pada setiap bagian ceritanya?
Zee jelas tau, dari awal penawaran membahagiakan Fiony rasanya terdengar begitu konyol, jelas saja karena ada seseorang yang menempati tahta tertinggi pada hati yang ingin dimasuki. Zee bukan satu-satunya, bahkan pemuda dengan garis wajah yang tegas itu tak bisa dikatakan jika dia memilikinya. Tapi setiap feedback yang diberikan membuat Zee merasa terlena sesaat, pikiran mengenai Fiony menerima dan juga menempatkannya pula diantara pioritas terbaik di hidupnya berhasil tertanam membuatnya yakin masih ada sedikit peluang. Ya, cukup—cukup itu alat yang ampuh untuk menenangkan hatinya sendiri, bahwasannya dia juga berarti untuk Fiony bukan?
Beberapa kali helaan nafasnya terdengar begitu kasar, ponsel yang sedari di tangan tak jarang jadi korban pelampiasan kekesalannya juga cemburu yang seharusnya tidak ada kala melihat postingan story dimana Fiony tersenyum dan tertawa lepas berasama Aran, kekasihnya. Ya, seharusnya itu wajar bukan? Tapi bagi Zee yang memiliki perasaan lebih pada Fiony jelas bermasalah, berandai-andai jika yang di sana dia, bukan Aran. "Arrggh—bisa enggak sih gue teriak didepan dia kalau gue cemburu sekarang." Erangnya, jujur perasaannya sakit, sudah jangan ditanyakan.
"Bisa aja, kalau lu punya hak untuk bilang—nyatanya enggak ada, lo bukan siapa-siapa dia."
Zee menoleh pada suara yang hangat menyapa telinganya dari gadis cantik dengan turtleneck hitam dan rambut yang digerai indah, make-up tipisnya tak menghilangkan sedikitpun kesan cantiknya. "Ashel."
"Hem?"
"Bisa enggak kalau masuk kamar tuh ketok pintu, kalau gue lagi telanjang gimana?"
Gadis itu, Adzana Shaliha Sagara atau akrabnya Ashel mengangkat alisnya bersama dengan kedua tangan yang dilipat didepan dada, "Trus?"
Zee mendelik mendengar respon sahabatnya dari kecil itu, iya yang sedari tadi bersandar pada kepala ranjang pada akhirnya menegakkan tubuhnya, "Trus?! Eh—gila lo yah cuma ngejawab trus, ya kalu gue telanjang artinya lo liat tubuh gue lah."
"Udah pernah liat."
Zee berdecak, "Itu sebelum kita sama-sama dewasa. Ah—tepatnya pas TK, itu beberapa tahun yang lalu, yang sekarang lo enggak akan pernah liat." Tuturnya seraya melemparkan bantal kecil pada sahabatnya itu. Ashel jelas tertawa, menggoda Zee adalah hal yang menyenangkan. Ashel pun memungut bantal kecil yang sempat mengenai lengannya sedikit, mendekati Zee dan menjatuhkan tubuhnya di ranjang king size milik Zee.