dua puluh.

1.6K 218 67
                                    


🍁

Kenapa kamu selalu ingin berusaha untuk pergi?

________


Lagi, bahkan—tak akan ada rasa bosannya, dia—Aran menyambangi rumah sakit yang dimana selalu ada rahasia didalamnya yang begitu besar. Tak bosan, harapan-harapan sederhana selalu menyertai langkahnya kala beranjak menyapa Fiony, gadisnya yang masih saja betah memejamkan matanya, masih betah dengan segala luka-luka yang terlihat memilukan.

Kali ini masih sama, ya, sama seperti pertama kali Aran menapaki kakinya pada dinginnya lantai rumah sakit, atau sapaan yang sedikit mengerikan terasa begitu mencekik, wara-wiri para tenaga medis selalu saja membuatnya membuang nafas dalam dan gusar beberapakali, berbagai kabar datang dan pergi entah dengan sengaja atau tidak mendobrak gendang telinganya dengan paksa cukup membuatnya pengang dan pilu hingga ketulang-tulang, tak jarang beberapa tangisan ia temui. Jelas, ia tak bohong jika itu semakin membuatnya takut akan sebuah kabar baik yang selalu Aran harapkan atas Fiony Alveria ternyata tak pernah ia dengar lagi sampai kapanpun, ia tak bohong pula selalu ada pertanyaan tentang— bagaimana jika semuanya benar-benar berakhir tanpa sempat saling menyapa lagi? Ya, semuanya masih sama seperti pertama kalinya, meskipun terhitung sudah hampir 14 hari, seharusnya Aran sudah sangat bersahabat dengan keadaan yang mengerikan, tetapi untuk Fiony tak pernah ada celah untuk tenang sebelum gadis cantiknya membuka matanya kembali.

Jika boleh jujur, Aran benci tempat ini. Tempat dimana mengharuskan dia memohon tanpa ada kejelasan. Ia selalu ingin semuanya selesai dengan begitu cepat, ia ingin Tuhan mengembalikan Fiony dengan senyum yang selalu membuatnya candu, dengan mata yang menataonya dengan teduh, dengan sentuhan lembut yang membuatnya merasa tenang, atau—dengan celotehan-celotehan kecil yang membuatnya merasa gemas dengan gadisnya. Anggaplah jika Aran merindukannya dengan begitu besar, membiarkan apa yang selalu ia rasakan atas Fiony mendominasi hidupnya lagi dan lagi. "Selesai, hah—gimana lagunya, kamu suka?"

"Kamu tau? Vito bilang ini lagu teromantis yang pernah ada di dunia, jelas—ini aku tulis atas nama kamu, semesta pasti akan tunduk dan menerima semua kebenaran yang ada di lirik lagu ini." Tangannya dengan lemah membelai wajah Fiony yang penuh dengan lebam, tapi bagi Aran tak ada cacat sedikitpun dari Fiony, gadisnya selalu saja terlihat begitu cantik dimatanya. Ia usapkan ibu jarinya dengan lembut pada dahi Fiony, Aran ingat—Fiony selalu meminta ia melakukan ini ketika malam menyapa tapi kantuk tak kunjung datang. Aran ingat bagaimana Fiony mengatakan jika ia menyukai cara Aran mengundang kantuknya. Kali ini, lagi-lagi Aran lakukan dengan sesak, menyadari jika sekarang ia melakukan untuk Fiony yang terlelap. "Kamu cantik Fiony." Gumamnya.

Aran tersenyum miris, ia meraih tangan Fiony yang lemah, mengusapnya dengan lembut, dadanya selalu saja berdebar hebat, tenggorokannya selalu saja terasa tercekat. Aran mengecup punggung tangan Fiony cukup lama, membiarkan sesak dalam dadanya menguap bersamaan dengan air mata yang entah mengapa selalu saja kalah dengan kata-kata penguat untuk dirinya sendiri. Aran—barangkali akan menjadi lelaki yang amat rapuh jika mengenai Fiony. "Fiony, aku disini Fio menjadi orang pertama yang akan kamu lihat kalau kamu buka mata kamu, ayo cantik jangan khawatir enggak akan ada yang jahatin kamu lagi, enggak akan ada yang lukain kamu lagi, ada aku Fiony. Ada aku, laki-laki kamu untuk kapanpun. Jangan takut, ayo buka matanya cantik—bilang sama aku, apa yang sakit, bilang sama aku. A-a-aku kangen kamu."

"Hei, denger aku enggak nangis. Jangan ikut nangis oke, aku enggak cengeng kok Fiony." Tuturnya dengan bergetar seraya mengusap air matanya dengan kasar kala dia dikejutkan dengan air mata yang keluar dari mata indah milik perempuannya. "Buka mata kamu, liat aku udah enggak nangis. Aku kan kuat, aku Batman." Ah sial—Aran lemah dengan ini, segala hal yang selalu ia kuatkan selalu saja runtuh dihadapan Fiony, ia menjatuhkan kepalanya pada punggung tangan Fiony. Ia selalu berharap Fiony membuka matanya, tetapi ia selalu senang jika Fiony memberikan sedikit respon dari dirinya, meksipun itu adalah sebuah tangisan yang membuat Aran semakin merasa bersalah. Ah, coba lihat —bahkan ketika gadisnya terpejam saja Aran masih membuatnya menangis atas dirinya. Aran menghela nafasnya dalam, dengan tangan yang gemetar ia mengusap lembut air mata Fiony yang menetes, "Cantiknya aku enggak boleh nangis, nanti cantiknya berkurang."

Because It's You [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang