🍁Kita selalu punya keberuntungan dalam mencintai seseorang, hanya saja semesta selalu ikut serta merumitkannya.
_________
"Aku sayang kamu." Ucapnya dengan penuh penekanan, dengan senyum yang tak pernah berubah candunya, dengan ketulusan yang tak pernah mampu dijabarkan hanya dengan sebuah perkataan.
Fiony Alveria Artha—barangkali menjadi manusia yang paling beruntung daripada manusia lainnya. Ia memiliki banyak sesuatu yang tak orang lain miliki, salah satunya adalah cinta yang luar biasa hebatnya dari seseorang yang tak biasa pula.
"A-ku ju-ga sa-ya-yang ka-kamu. Ter-ri-ma-ka-sih." Aran terkekeh mendengarnya, Fiony masih begitu lemah, tapi paling tidak ada bahagia yang menyapa telinganya, ada hangat yang mendekap dadanya, juga ada syukur yang menyertai setiap cerita yang ada. Tangan Fiony yang lemah terulur menangkap pipinya dan mengusapnya lembut, Aran memejamkan matanya menikmati betapa lembutnya sentuhan Fiony, entah—kapan terakhir kalinya ia dapatkan. Aran menggenggam tangan Fiony dan mengusapnya dengan lembut, "Kamu sayang aku yah? Hahaha, aku tau kok Fio, maafin aku ya enggak bisa jagain kamu, maaf aku terlalu monoton buat kamu. Kamu harus cepet sembuh biar kita bisa jalan-jalan lagi, ya..." Tuturnya.
Katanya dalam hidup hal yang tidak pernah masuk akal adalah cinta yang luar biasa. Jika ditanya ; siapa yang paling beruntung? Aran yang mencintainya Fiony dengan begitu hebatnya, atau Fiony yang memiliki Aran dan dicintai dengan luar biasanya? Jawabannya adalah cinta itu sendiri yang membuat mereka merasa diperuntungkan dari sudut yang berbeda. Jelas saja, tak pernah ada yang mampu menilai bagaimana perasaan seseorang, entah itu dimata banyak kalangan terlihat sangat bodoh dan membingungkan, barangkali bagi pemiliknya adalah sebuah anugrah yang mungkin tak akan pernah kembali ia dapatkan di bagian cerita yang lain, ya—maksudnya persoalan cinta dan perasaan itu sudah jelas dan tepat pada siapa dan dimana pemiliknya.
Aran tak menyebut Fiony adalah pemiliknya, pun dengan Fiony. Keduanya barangkali akan mengatakan jika mereka adalah penempatan yang baik sebagi kata pulang.
Fiony tak pernah bohong soal perasaannya kepada Aran benar. Pada malam itu, dia berfikir jika kehidupannya berakhir, ia mungkin tak akan pernah sempat untuk memperbaiki beberapa celah yang terlihat begitu salah, tapi—pada hari ini Fiony bersyukur, Tuhan memberikan kesempatan untuk kembali mendapatkan kehidupan yang baik bersama dengan nafas dan darah yang berdampingan dengan raganya. Pun dengan adanya Aran disini, ya—disini, disamping nya. Entah kenapa rasanya ia bersyukur, matanya kembali menatap senyum tulus dari lelaki yang sempat ia takuti tak akan kembali terlihat lagi. Kulitnya menghangat bersamaan dengan sentuhan lembut yang menenangkannya, dan Fiony berani mengatakan bahwa ; pada hari ini ia sangat bersyukur karena ini soal Aran tak pernah hilang dari jangkauannya. "A-aku min-ta ma-maaf, a-aku—"
Aran meraih tangan Fiony, ia meletakkannya pada pipinya dengan senyum yang sedari tadi tertarik tanpa ia biarkan pudar dihadapan gadisnya. "Nanti aja ya bilangnya, sekarang sembuh dulu. Kamu mau apa? Eumm? Oh ya—mau liat bintang kan, nanti ya. Aku janji, aku akan bawa kamu liat bintang yang indah, kita nanti liat sama-sama yah cantik, makanya cepet sembuh dulu oke." Lirihnya dengan tangan yang membelai lembut helai rambut yang hitam.
Tak ada yang pernah salah soal memilih kembali. Rumah sakit ini akan jadi cerita panjang yang menempati halaman terumit. Dimana dia—Aran begitu hebatnya mengkhawatirkan keadaannya, bagaimana dia merasa takut untuk singgah setiap hari pada tempat yang tak pernah menjanjikan apapun bersama bekal harapan-harapan yang begitu sederhana atas nama Fiony Alveria Artha, gadisnya yang entah berapa kali selalu menjadi pemeran utama dalam hidupnya, dan ya disini pula ia merasa dipermainkan oleh semesta tentang pertemuan dan juga sebuah perpisahan tanpa pamit. Hingga sebuah kebahagiaan, juga rasa lega karena Tuhan begitu mencintai dan menyayangi sosok gadisnya, memberikan kesempatan hidup sekali lagi untuk dirinya.