🍁Can i call you mine
___________
"Zee, beberapa foto kamu dengan Fiony semakin menunjukan kedekatan kalian berdua, jadi sebenernya hubungan kamu dengan Fiony itu apa sih?"
Zee tersenyum dengan begitu manis seperti biasa, sosoknya yang ramah selalu terlihat di media, "Cuma temen doang—kita kan lagi ada project untuk series berikutnya kan, jadi ya wajar sering bereng, mencoba bangun chemistry ulang."
"Jadi enggak ada hubungan khusus?"
"Enggak dong, kita cuma temenan, mencoba professional aja, semua dilakuan untuk kelancaran pekerjaan. Ce Fio kan yang saya tau punya pacar ya, yang gamers itu katanya juga udah lama pacaran, enggak mungkin saya masuk dalam hubungan mereka dong yah? Lagipula, saya sama Ce Fio udah kaya kakak-adek, jadi ya wajar aja kayaknya kalau deket mah." Jawabnya dengan setenang mungkin pada wartawan yang menemuinya di sebuah coffeshop.
Beberapa pertanyaan menyangkut kedekatannya dengan Fiony membuatnya menertawai dirinya sendiri, ya tentu karena jawabannya yang sangat bertolak belakang dengan kenyataan yang ada.
Ah, rasanya muak sekali dengan segala kebohongan yang entah sudah beberapakali Zee bangun belakangan ini guna menutupi segalanya. Sungguh menyedihkan menjadi yang ke dua, tapi apa boleh buat? Kenyataannya memang begitu, mengatakan secara gamblang mengenai apa yang sebenernya antara dirinya dengan Fiony bukanlah ide yang bagus, reputasinya sebagai aktor muda yang namanya sedang naik bisa jatuh hanya karena dianggap sebagai pengrusak hubungan orang. Meskipun, bukan hanya dia yang berperan dalam ruang yang buruk, akan terapi jika dilihat ke depan, yang akan berdampak banyak jelas saja dirinya. Tentu, Zee tak mau hal itu terjadi sekarang.
Zee bersama Nanda—managernya pada akhirnya keluar dari coffeshop setelah mengakhiri sesi wawancara singkatnya. Zee, lelaki 19 tahun itu menjatuhkan punggung bersamaan dengan helaan nafasnya yang berat. "Udah tahu berat, masih aja lanjut, emang manusia suka banget cari penyakit ati. Halah, elu mah pacaran bukannya seneng malah ngebatin Zee, kalau gitu apa gunanya pacaran?" Celoteh Nanda di sampingnya, entah sudah berapa kali managernya itu mengoceh perihal dia dan Fiony.
"Kenapa harus Fiony sih?" Zee menoleh kilas seraya mendengus malas. "Simple, karena gue sayang dia."
"Halah makan tuh sayang."
"Mbak manager, denger yah, siapa juga sih yang mau kaya gini? Cuma ya, ya karena gue sayang sama Fiony, ya mau gimana lagi?"
"Bego."
Zee mengangguk, ia sudah tak asing dengan umpatan yang selalu ditunjukkan karena memilih masuk kedalam hubungan yang tidak semestinya terjadi. Ya, anggaplah jika dirinya sudah menerima, toh memang benar, dia terlalu bodoh. "Kalau pada akhirnya Fiony memilih untuk mengakhiri demi Aran lo gimana?" Tanya Nanda.
"Bukannya emang harus gitu?"
"He'em, tapi enggak salah juga sih lo egois buat milikin dia seutuhnya, kan sekarang dia pacar lo juga, lo punya hak minta." Zee terkekeh pelan, ucapan managernya sungguh lucu, melihat apa yang terjadi saja Zee harus mengubur dalam kemungkinan-kemungkinan yang selalu dia harapkan. Fiony menjadi miliknya, seutuhnya? "Emang bisa?" Tanya Zee balik.