Ngabuburit

25 26 5
                                    

Sampai di sana kami sudah disambut pelayan pribadi keluarga Susilo.

"Gila Pung, mereka punya pelayan pribadi Pung," decak Nada kagum.

"Iya Pung, lo beruntung banget dapet Fitri," timpal Lisa yang diacungi jempol Nada.

"Tapi repot gue ngatasi saudaranya."

"Kenapa Pung?" tanya Lisa mendekatkan wajahnya.

"Nih muka bisa mundur dulu, jump scare," ledek ku. Lisa mendengus kesal, dia kembali duduk di belakang dengan tangan dilipat di dada, dan membuang wajah.

"Idih, ngambekan cepet tua lo kalo sering ngambek," kata ku, terkekeh.

Kamin akhirnya sampai aku langsung turun dari mobil.

"Gila pung ini parkiran mobil atau showroom banyak bet mobilnya," Ujar Nada yang masih kagum.

"Pung, kalau lo nikah ama Fitri gue mau ngelamar jadi sopir pribadi lo aja deh Pung."

"Kak Ipung!" panggil seseorang. Pandangan ku mengedar berusaha mencari sumber suara. Tiba-tiba datang gadis kecil yang memeluk ku.

"Kamu siapa ya?" tanyaku ke gadis itu.

"Ih masa kakak lupa sih," kata gadis itu. Aku menyipitkan mataku berusaha keras untuk mengingatnya. Astaga sekarang aku ingat dia siapa.

"Kamu dek Citra kan?"

"Iya kak."

Aku langsung memeluknya balik dengan erat. "Ya ampun, udah gede kamu sekarang padahal dulu kamu suka kakak lempar-lempar," kataku gemas.

"Pung dia siapa?" tanya Lisa menunjuk Citra.

"Ini Citra, dia ini adek-adekan aku," jawabku, sambil menempel kan pipiku dengan pipinya.

"Ih Kakak!" protes Citra. Lisa dan Nada tertawa melihat tingkahku, nggak salah aku kan, aku udah lama nggak ketemu Citra.

"Dek Citra jangan kabur kamu." Tiba-tiba Ayla datang dengan baju basah kuyup.

"Kenapa lo Ayl?" tanya Nada sok perhatian.

"Habis berenang, ya habis keguyur lah pakai nanya lagi!" jawab Ayla ngegas.

"Citra sini kamu!" panggil Ayla yang masih ngegas.

"Pik sabar jangan emosi, ini bulan puasa," bujuk ku berusaha menenangkan Ayla.

"Habisnya dia ngeselin Pung, gue lagi enak-enakan tidur di Gazebo, malah diguyur jadi basah gue," jelas Ayla menceritakan kronologi.

"Habisnya Kakak ngigau nikah ama Kak Ipung, Citra kan jadi kesel apalagi  Kak Ayla nggak pernah cerita bahwa Kak Citra satu sekolah ama kak Ipung."

"Loh kamu kenal Citra Pik?"

"Iya dia sepupu gue."

Buset dunia sempit banget ya ternyata si Citra sepupu Ayla.

"Sampai lupa gue, kenalin Pik temen gue dari orok, kasih tahu nama lo."

"Halo, kamu Ayla kan, kenalin aku Lisa teman Ipung dari kecil." Salam Lisa yang ditambah senyum sinis.

"Pung gue kok ngerasa tatapan mereka ini penuh arti ya," bisik Nada.

"Maksud lo Da?"

"Mereka sepertinya mendeklarasikan perang dingin," kata Nada sok tahu.

"Lo kata Uni Soviet lawan Amerika." Aku langsung memukul kepala Nada.

"Pik, Fitri dimana?"

"Dia di Gazebo yang diujung sana tuh." Tunjuk Ayla dengan bibirnya.

"Pumpkin," panggil ku lembut.

Fitri langsung menoleh dan mengumbar senyumnya.

"Fitri, cantik."

"Apa Ipung ganteng," balasnya.

"Aku sayang kamu," godaku.

"Kamu, jangan ngomong gitu," kata Fitri memukul ku pelan. Aku menangkap tangannya dan mengenggam. "Aku nggak boleh sayang kamu," ucap ku sok sedih.

"Buk... bukan gitu maksud aku Pung," jawab Fitri salting. Aku menundukkan wajahku, aku berusaha menyembunyikan senyumku.

Tingkah Fitri seperti inilah yang membuat ku suka padanya.

"Maaf Fitri aku cuma bercanda doang, " ucapku sambil mengelus lembut pipinya.

Fitri dengan manja seperti anak kucing yang sedang dielus majikannya, dia menempelkan pipinya ke tangan ku.

"Eits udah, stop kita belum muhrim." Aku langsung menarik tangan ku, aku juga baru ingat ini bukan puasa.

"Ihh kamu Pung, nggak bisa romantis," dengus Fitri kesal.

"Masalahnya kita dilihat banyak orang," ucapku dan menunjuk ke arah belakangku. Disana sudah banyak pasang mata yang melihat adegan romantis tadi.

Ada yang memandang dengan senyum seperti Lisa, ada yang kayaknya kebakaran jenggot seperti Ayla, yang iri seperti Nada, dan yang cengok nggak paham kayak Citra.

"Terusin aja Pung nggak papa deh, demi alex nggak papa gue," gerutu Nada.

"Terusin aja nggak papa, gue cuma Pikachu," timpal Ayla. Citra mendekat ke aku. "Kak Ipung pacarnya kak Fitri ya?" tanya Citra polos.

Fitri tersenyum mendengar pertanyaan Citra begitu juga dengan ku. "Iya Kak Fitri pacar kakak, memang kenapa?"

"Aku tetap adiknya kakak kan?"

"Tentu aja dong kamu sampai kapan pun tetep adik aku," ucapku mengelus kepalanya lembut.

"Ngabuburit yuk Cit," ajak ku.

"Kemana Kak?"

"Kita main Uno!" seru ku.

"Ayok Kak, kita main Uno," ucap Citra semangat. Aku langsung memberi isyarat agar Citra duduk di pangkuan ku.

"Napa pada cengok lo, sini main juga," ajak ku sambil menepuk Gazebo.

"Ok!" seru Ayla semangat.

"Napa lo duduk disini, duduk di sana noh!" protes ku karena Ayla duduk dipangkuan ku.

Ayla langsung pindah dengan muka cemberut.

"Awas lo ntar!" ancam Ayla.

"Ih, Citra takut," kata Citra sambil memeluk ku erat.

"Pik, jangan ditakutin dong."

"Habis dia ngeselin, tuh tuh dia malah njulurin lidahnya ngeledek gue." Kesal Ayla.

Aku tidak kuasa menahan tawa ku padahal ini bisa membuat ku semakin lapar. Tapi aku sudah tidak peduli yang penting ketawa dulu, kayak kata warkop Dki 'tertawa lah sebelum tertawa dilarang'.

Akhirnya sore ini kami bermain Uno dengan hukuman bagi yang kalah adalah mukanya dicoret dengan bedak dan yang paling parah disini adalah Nada, mukanya udah penuh dengan bedak.

"Anjir kalah terus gue dari tadi bangke!" protes Nada. "Pung lo kok nggak pernah kalah sih curang lo ya?" tukas Nada.

"Enak aja main tuduh, gini-gini gue top player Uno satu kompleks," ucap ku penuh bangga.

"Mantap tinggal satu gue."

"Makan nih," ucapku mengeluarkan kartu Draw +4.

"Bangke gue kalah lagi!"

Kembali Sekolah (Hiatus) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang