10

111 21 1
                                    

Jennie memainkan ponselnya, setelah acara pensi ia berjalan mondar mandir sambil menunggu balasan.

Joy yang baru saja dari kamar mandi, menghampiri Jennie.

" Kenapa kau menunggu balasan yang tidak akan datang ?" Tanya Joy dengan nada khasnya. Jennie memutar bola matanya malas. Ia mendecak lidah sebelum akhirnya berjalan menghampiri Joy sambil melipat tangan.

"Kau tidak perlu banyak bicara, Park SooYoung." Jennie mendorong pelan pundak Joy, gadis itu tersenyum sinis.

"Sebenarnya aku juga ingin begitu, tapi bagaimana ya ? Aku ingin membongkar semuanya." Joy memainkan jarinya, Jennie mengernyitkam dahinya curiga.
Joy melirik Jennie.

"Apa maksut mu ?" Tanya Jennie.

Joy tersenyum, mencongkan tubuhnya, berbisik di telinga Jennie.

"Aku tahu sebagian, tapi itu cukup membuatmu bersalah." Joy tersenyum sebelum akhirnya pergi.

~°~°~

Seulgi memainkan kakiknya di ayunan. Ia mempautkan bibirnya sambil menatap Taeyong yang terus menerus memasukkan bola ke dalam ring. Tiba tiba saja hujan turun, Seulgi mengadahkan kepalanya, lalu berlari menuju Taeyong, mencoba membawa laki laki itu untuk meneduh, tapi Taeyong malah diam di tempatnya.

"YA! Ayo." Seulgi meninggikan suaranya sambil menarik tangan Taeyong, tapi laki laki menariknya untuk berdiri tepat di depan Taeyong, meletakkan cengkraman lembut di pundak Seulgi.

"Seulgi, mau taruhan ?" Tanya Taeyong.

Seulgi menatap sekitarnya, ia melepas tangan Taeyong, melipat tangannya di depan dada.

"Kau tidak tahu apa kalau sedang hujan ? Ayo berteduh." Seulgi mendecak lidah.

"Ayo bersenang senang." Taeyong melepas jaketnya, menyisakan kaosnya.

"Tidak mau ya sudah." Seulgi pergi meninggalkan Taeyong,

"Sentilan dahi." Seulgi tersenyum, ia berbalik lalu menghampiri Taeyong. Matanya memancarkan harapan agar Taeyong segera mengatakan apa taruhannya.

"Setelah ini adakah yang lewat atau tidak ?" Seulgi menegakkan tubuhnya. Ia berpikir sejenak.

"Tentu saja ada."

"Aku rasa tidak ada."

"Kita tunggu." Jawab Taeyong

Cukup lama keduanya menunggu, sampai akhirnya 2 orang lewat berlari di tengah tengah lapangan. Taeyong mendesis pelan sedangkan Seulgi bersorak senang. Ia melompat kegirangan, karena lapangan yang licin Seulgi terpeleset dan seperti yang diharapkan, Taeyong memeluk gadis itu,

"Hati hati makanya." Seulgi menegakkan tubuhnya, ia menyiapkan tangannya, Taeyong dengan pasrah menghembuskan nafas berat, mendekat ke arah Seulgi sambil memejamkan matanya.

Jari Seulgi sudah bersiap untuk memberikan sentilan, ia mengamati dahi tersebut, namun pandangannya tiba tiba beralih pada wajah Taeyong, ia melihat bagaiman wajah Taeyong yang tampan. Sejenak ia menikmati pemandangan tersebut, waktu seakan berjalan lambat, Seulgi tersenyum tanpa sadar. Ia mendekatkan wajahnya, menghapus jarak diantara keduanya.

Taeyong tidak merasakan sakit apapun di dahinya setelah sekian lama. Ia justru merasakan hawa nafas yang mendekat. Taeyong membuka matanya perlahan. Matanya menatap lembut Seulgi yang mendekat.

"Wae ?" Pertanyaan Taeyong berhasil membuat Seulgi terdiam, gadis itu begitu tenang disaat ia sedang ketahuan. Seulgi menatap bibir Taeyong sekilas sebelum akhirnya kembali menatap bola mata temannya.

"Bolehkah aku memelukmu ?" Taeyong tersenyum setelahnya, ia mengangguk pelan. Perlahan Seulgi melingkarkan tangannya di pinggang Taeyong, meletakkan kepalanya di dada bidang Taeyong, merasakan baju Taeyong yang sudah basah karena air hujan.

"Aku butuh 2 menit. 2 menit saja. Biarkan seperti ini." Seulgi menatap sayu keluar. Merasakan matanya memanas, ia memejamkan matanya, merasakan kehangatan yang ia dapat saat tangan Taeyong menepuk pelan pundaknya,

"Taeyong, apa kau bisa berjanji satu hal padaku ?" Seulgi berbicara dengan mata yang masih terpejam.

"Lebih dari satu pun aku akan menjawab sanggup." Taeyong menjawab dengan nada sombong, membuat Seulgi terkekeh.

"Berjanjilah untuk selalu menemukanku." Seulgi membuka matanya perlahan. Ia merasakan sesak di dadanya,

"Ke ujung dunia pun aku pasti menemukanmu." Seulgi terkekeh dalam suramanya.

~°~°~

"Ayah, ayo kita pindah." Seulgi melihat ayahnya mengemasi barangnya di rumah sakit yang dibantu oleh Ik-Jun.

"Ye ? Apa yang kau pikirkan Seulgi ?" Sang ayah menghampiri putrinya,

Seulgi mengulas senyum, membuat sang ayah bertambah khawatir. Ik-Jun sudah berdiri di sampingnya, mengusap lembut tangan Seulgi.

"Setelah mengalami semua ini, aku ingin menenangkan diriku."

Sang ayah membuang muka, ia tidak bisa melihat bagaimana kelelahannya Seulgi menghadapi semua ini.


TBC

Sebelum bimbingan dimulai. Saya ingin menyapa kalian. Semoga senang dengan cerita hari ini. Semangat...
Sampai Jumpa di cerita selanjutnya.

Loved You Once | SEULYONG STOPTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang