Aku terkejut bukan main, kenapa seperti ini, lalu bagaimana aku pulang? Panitia penyelenggara memberitahukan bahwa acara baru selesai pukul 16:00 WIB, tidak akan ada lagi kendaraan menuju ke Desaku. Sedang aku tuidak mengenal siapa pun di sini, dan tidak satupun keluargaku yang menemaniku.
Aku benar-banar kecewa saat itu, bagaimana bisa seorang guru lepas tanggung jawab seperti ini. Guru Bahasa Indonesia yang bertugas mengawalku sudah langsung pergi dikarenakan dia harus pulang ke kampung halamannya.
Satu persatu peserta lomba dipanggil, karena aku paling belakang melakukan pendaftaran, jadi aku berada pada urutan terakhir untuk tampil. Sungguh menegangkan dan juga melelahkan, karena Surat edaran yang datang ke sekolah terlambat. Aku baru mendapat Tema Pidato hari itu juga, sedang peserta yang lain sudah memperoleh sejak seminggu sebelum pelaksanaan lomba.
Tepat pukul 16:00 WIB, hasil lombapun diumumkan. Sungguh di luar dugaan, ternyata aku berhasil meraih juara pertama dari sekitar tiga puluh peserta yang berasal dari berbagai sekolah di Kecamatan sekabupaten Musi Rawas. Rasanya seperti mimpi, tapi inilah rencana Allah,
sesuatu yang bagi kita mustahil tapi menjadi mungkin atas kehendak-Nya.
Aku mulai merasa bingung dan juga panik. Bagaimana aku akan pulang karena tidak ada lagi kendaraan menuju ke Desaku. Lalu aku memberanikan diri, menghadap Kepala Departemen Pendidikan, dan menceritakan segalanya, lalu Kepala Departemen Pendidikan menjelaskan bahwa aku tidak bisa pulang sore ini.
Aku jadi semakin terkejut, lalu beliau menjelaskan bahwa, aku harus dikirim ke Provinsi sore ini juga. Bersama juara dua dan tiga dengan dikawal oleh pengamat pendidikan beserta beberapa staf yang lain. Kepala Diknas mengatakan, akan mengantarku pulang setelah usai perlombaan di Provinsi, aku merasa sedikit tenang, tapi aku juga khawatir tentang keluargaku yang pasti mencemaskanku. Lalu Bapak Kepala Diknas mengatakan bahwa beliau sudah mengabarkan hal ini pada Kepala Sekolahku.
Sementara itu, di rumah sesuai dugaanku, ayah semakin khawatir, dia terus saja duduk di halaman menungguku sampai jam delapan malam. Selang beberapa saat, datanglah Ibu Sri Hartati, Kepala Sekolahku, beliau menyampaikan kabar dari Kepala Dinas Pendidikan, bahwa aku dibawa ke Provinsi setelah maghrib, karena aku berhasil meraih juara pertama di tingakat Kabupaten.
Tentu saja ayah, ibu, dan juga kakak ku terkejut mendengar berita ini, tidak ada yang menduga sama sekali kalau aku akan berhasil di Kabupaten dengan situasi yang serba mendadak seperti ini. Seketika itu ayah melekukan sujud syukur atas pencapaian ku. Lalu ayah bertanya kepada Ibu Sri, kapan kira-kira aku akan kembali, Ibu dan Sri menuturkan kira-kira tiga hari aku akan kembali.
Besok pagi, adalah perlombaan di Provinsi, dan tanggal 29 acara penutupan. Tanggal 30 pagi, barulah aku dan rombongan pulang dari Provinsi.
“Ya Allah, Bu, bagaimana putri kami pergi selama itu, dia hanya membawa satu setel baju, dan hanya membawa uang sebesar 10.000 rupiah,” keluh ayah dengan raut wajah yang begitu sedih.
“Bapak, tidak perlu khawatir, semua akan diurus oleh Diknas, karena Annisa pergi dengan memperjuangkan nama baik Kabupaten kita,” jelas beliau.
Ayah bernapas lega mendengar semua penjelasan dari Ibu Sri Hartati. Setelah lama berbincang, Ibu Sri pamit pulang, ayah, ibu, dan yang lain akhirnya bernapas lega.
Saat ini, aku sendiri sedang berada di perjalanan menuju Provinsi bersama pemenang juara dua Weni, dari SLTA N Linggau Barat, dan Arpin Sazili juara tiga, dari Megang Sakti. Sepanjang jalan kedua temanku sibuk bercerita tentang pengalaman mereka di sekolah dan juga tentang para guru yang mereka kurang sukai.
KAMU SEDANG MEMBACA
HARAPAN YANG TAK PERNAH PUDAR
Teen FictionNamaku Annisa, aku anak tengah dari tujuh bersaudara. Seorang gadis kutu buku lagi kuper, tapi aku adalah putri kesayangan ayah. Akan tetapi, hal itu tidak membuat ku lantas menjadi gadis manja. Saat waktunya aku masuk SMA ayah harus membayar h...