Part-2. TAK ADA PILIHAN

3 1 0
                                    

 Waktu terus berjalan, hati ayah dan ibu semakin gundah dan khawatir. Ayah sudah berupaya semaksimal mungkin untuk mendapatkan uang untuk membayar hutang kakak ku pada rentenir, tapi tidak juga membuahkan hasil.

    Saat ini hanya ada satu cara untuk selamat dari tekanan lintah darat itu,yaitu menjual sebidang kebun karet seluas tiga hektar yang kami punya, agar bisa melunasi semuanya, atau membiarkan kebun tersebut disita. Lalu, Paman Ponijan tetangga kami, menyarankan agar sebaiknya Ayah menggadaikan saja kebun kami, supaya suatu hari bisa ditebus lagi. 

    Mulanya ayah merasa keberatan, karena itu adalah satu-satunya sumber penghidupan kami. Ayah mengajak ibu dan kami semua untuk bermusyawarah terlebih dahulu, karena ayah tidak ingin mengambil keputusan seorang diri saja.

    Akhirnya semua sepakat untuk menggadaikan satu-satunya kebun yang kami miliki, karena memang tidak ada pilihan lain bagi kami untuk keluar dari masalah ini. Meskipun hati ayah begitu berat, tapi itulah hidup,segalanya pasti akan pergi dari kita.

    

    Ayah pun menemui paman ponijan. Lalu dengan ditemani paman ponijan, ayah pergi menemui seseorang yang mau menerima kebun kami untuk digadaikan. Hasil pegadaian itu dibelikan emas, dan dibayarkan kepada rentenir.

    Sejenak kami bernapas lega, karena tidak lagi mendapatkan teror berkepanjangan dari lintah darat itu. Namun, semuanya tidak berakhir sampai di situ saja, karena kembali kebingungan melanda hati ayah.

   Bagaimana kami akan melanjutkan hidup, sedangkan satu-satunya sumber mata pencaharian kami telah hilang. Demi bisa bertahan hidup, ayah dan kak asfar bekerja di bengkel paman ponijan, dalam sehari ayah terkadang hanya menerima upah sebesar 10.000 rupiah, hasil yang bahkan tidak cukup untuk makan.

    

    Semua ini membut ayah semakin tertekan, bagaimana caranya agar bisa menebus kembali kebun milik kami, jika keadaannya terus seperti ini.

    Ibu dan kak fir, menyadap kebun karet milik tetangga untuk membantu perekonomian keluarga, dalam seminggu mereka mendapat hasil 100.000 rupiah.

Suatu malam, si kecil Yudha berkata 

“Ayah, aku kapan sekolah?”




    Ucapan yudha terasa menghujam di hati kedua orang tuaku, ayah serta merta membeku, dan ibu mendadak pingsan karena terkena serangan jantung, dia tidak mampu lagi menahan beban di dalam hatinya.

    Sementara itu, kak asfar terus melamun sambil berurai air mata. Sejak kejadian itu, kak asfar tidak pernah mau bicara dengan siapa pun, sebagai anak yang paling tua di antara kami, dia merasa sama tertekannya seperti ayah dan ibu.

    Setelah kondisi Ibu mulai membaik ayah memanggilku untuk menyampaikan sesuatu. Sambil mengusap kepalaku, ayah berkata

“Anni, maafkan Ayah, sepertinya Ayah tidak bisa memasukkan kamu, ke Pondok Pesantren seperti yang kamu inginkan. Kamu tahu sendiri keadan kita saat ini.

Bahkan sepertinya Adik-adikmu juga gagal masuk SD tahun ini. Maafkan Ayah, karena telah menjadi Pemimpin yang gagal,"

Kalimat yang sama terus terulang dari bibir Ayah.

"Nak, sejak kamu SD, kami tidak pernah terbebani dengan masalah biaya pendidikanmu, karena kamu selalu mendapatkan bea siswa. Kini hanya untuk mendaftarkan kamu ke lanjutan saja, Ayahmu ini bahkan tidak mampu memenuhi tanggung jawabnya," ucap ayah dengan suara gemetar.


    Air mata yang sejak tadi ku tahan, akhirnya lolos dari kedua mataku, ku genggam tangan ayah sambil berkata ”Ayah, tidak perlu mengkhawatirkan soal itu, tidak masalah, jika tahun ini aku belum bisa melanjutka pendidikanku. Mungkin Allah memiliki rencana lain. 

HARAPAN YANG TAK PERNAH PUDARTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang