Satu minggu sudah sejak dimulainya tahun ajaran baru, baik aku maupun kedua adikku akhirnya harus mengubur harapan kami untuk bisa bersekolah.Kedua adikku selalu bertanya kapan mereka masuk sekolah. Aku selalu berupaya menjelaskan kepada mereka untuk bersabar. Meski diriku sendiri tidak tahu sampai kapan aku harus memberikan harapan kepada mereka, tapi hanya ini saja jalan satu-satunya untuk membuat hati mereka tenang.
Siang hari setelah pelajaran sekolah usai, guru di SD dekat rumah kami yang juga teman lama Ayah datang bertamu.
"Assalaamu’alaikum” Ucapnya.
“Wa’alaikumussalaam” Jawab ibu
"Pak Yon," Sapa ibu.
"Ada apa Pak tumben?” Tanya ibu sedikit heran.
"Iya Mbak, lama tidak ngobrol dengan Kak Yan. Apa Kak Yan, ada Mbak?" Tanya beliau pada ibu.
"Ayahnya anak-anak, lagi di sebelah, bantu kerja di bengkel. Apa ada perlu ya Pak?” Tanya ibu lagi.
“Iya Mbak, sedikit bisa tolong panggilkan sebentar Mbak!” Ucap beliau
"Kalau gitu tunggu sebentar!" Kata Ibu.
Lalu, Ibu memintaku membuatkan teh untuk pak yon, ini adalah kebiasaan keluarga kami, ayah selalu mengatakan bahwa di setiap yang kita miliki, di dalam rumah kita ada hak orang lain,ayah juga mengajari kami untuk memuliakan tamu, siapa pun itu tanpa terkecuali.
Ayah juga selalu menekankan agar kami tidak kikir, karena sifat kikir menyebabkan kekufuran.
Tak butuh waktu lama ibu kembali bersama ayah, lalu mereka berbincang.
"Kak Yan"
Kata Pak Yon membuka pembicaraan,
“Maaf sebelumnya, sudah satu minggu sekolah mulai aktif kembali, kenapa anak-anak tidak pergi ke sekolah? Kemarin, Yudha cerita kepada saya katanya Kakak tidak punya biaya untuk menyekolahkan mereka.”
"Sebenarnya," Terang Ayah
Belum selesai Ayah bicara, Pak Yon memotong
"Saya tahu Kak, saya sudah mendengar semuanya, maksud saya kenapa Kakak tidak berusaha menemui saya, sekarang ada program untuk siswa kurang mampu,
suruh saja anak-anak sekolah besok! Masalah biayanya ditanggung oleh pemerintah."
Ibu, tak mampu menahan air matanya, ada perasaan yang tak mampu dia ungkapkan, karena akhirnya dhita
dan yudha bisa sekolah, tapi beliau juga merasa sedih, karena anak-anaknya harus sekolah melalui program siswa kurang mampu.
Ibu merasa, seolah segalanya membuktikan bahwa mereka orang tua yang tidak berguna.
“Ya sudah Kak, Mbak"
Ucap pak yon membuyarkan lamunan ibu.
"Itu saja, saya pamit, antar anak-anak besok ke sekolah!" Terang pak yon.
Aku langsung sujud syukur mendengar ini, akhirnya Allah memberikan pertolongan-Nya. Satu beban yang selama ini menghimpit hati kedua orang tuaku telah terangkat.Sungguh cara yang luar biasa, satu bukti bahwa tidak ada kesabaran yang sia-sia.
Allah menjawab setiap do’a dengan cara yang tak pernah kita duga. Atas pertolongan yang Allah berikan ini membuatku semakin yakin, bahwa setiap Allah memberi cobaan, maka jalan keluarnya sudah pasti senada dengan ujian tersebut.
KAMU SEDANG MEMBACA
HARAPAN YANG TAK PERNAH PUDAR
Novela JuvenilNamaku Annisa, aku anak tengah dari tujuh bersaudara. Seorang gadis kutu buku lagi kuper, tapi aku adalah putri kesayangan ayah. Akan tetapi, hal itu tidak membuat ku lantas menjadi gadis manja. Saat waktunya aku masuk SMA ayah harus membayar h...