7. Tidak Berubah

40 5 0
                                    

"SEBAIKNYA, kamu kalau aku ajak pergi malam-malam, pakai jaket, ya. Soalnya, dari tadi aku lihat kamu kedinginan. Padahal gamis kamu kain tebel. Gimana kalau kain tipis kayak parasut?" kata Azmi seperti mengomel seraya menggunakan helm. Ayla yang hendak meraih helm yang menggantung di spion motor Azmi pun mengurungkan niat.

"Maksud elo?" tanya Ayla sedikit sewot.

"Ya ... gimana, ya, Sayang?" Azmi berlagak bingung. Ayla langsung tersipu mendengar panggilan akhirnya. Sayang? Baru saja tadi pagi sah dadakan, dan malamnya terbongkar, dan besok sah lengkap, sudah panggil Sayang? Bukan masalah apa-apa, hanya saja Ayla mudah tersipu berhadapan dengan Azmi.

"Call me, Lala," ucap Ayla sok datar.

"No, i not like call you Lala. But, your name is Lala. So?" Sedikit amburadul bahasa Inggris Azmi, membuat Ayla hampir meledakkan tawanya. Sebenarnya Azmi sangat lancar bahasa Inggris. Hanya saja, ia ingin menggoda Ayla. Huh! Kemajuan yang pesat. Baru beberapa jam, sudah berani menggodanya. Bagaimana tiga tahun ke depan, setelah mereka menjadi pasutri seutuhnya?

"Ganggu aja, La. Aku lagi berusaha biar romantis, tapi kamu kayak nggak nyaman. Kamu kayak ngeremehin aku, tau, enggak?" Azmi melanjutkan protesnya. Ayla hanya mengangguk paham, mencoba patuh pada suami dadakannya.

"Iya, Pak Suami," sahut Ayla seraya membungkuk memberi hormat. Azmi tidak menjawab apa-apa. Ia membuka jaketnya dan memakaikan jaket tersebut ke tubuh Ayla. Ayla sedikit terkejut, namun ia senang karena tidak perlu mengantre seperti Syubban Lovers lain untuk mendapat jas Gus Azmi yang terkadang dilempar ke para jemaat. Azmi menarik resleting jaket sehingga menempel sempurna pada tubuh Ayla. Ayla hanya diam melihat perilaku manis Azmi. Azmi melihat penampilan Ayla dari atas sampai bawah.

"Cute," puji Azmi seraya mencubit kecil kedua pipi Ayla secara bergantian, lalu menaiki motornya. Ayla lagi-lagi tersipu. Jantungnya sudah berlari sejauh 50 km dengan kecepatan tinggi. Ia merasa tidak kuat dan ingin segera pulang untuk menghindari serangan maut Azmi.

Sebelum Ayla naik ke motor, Azmi langsung menghadang dengan helm. Ayla yang paham langsung menggunakannya.

"Takut kasih uang saku ke polisi, ya," ucap Ayla sambil cengir. Ia pun naik ke motor Azmi dan sedikit menjaga jarak, takut jantungnya semakin meledak.

"Iya. Paling masa kecilnya suka minta uang orang tua atau temannya," kata Azmi sambil tersenyum. Berbeda dengan Azmi, Ayla justru tertawa.

"Tutup mulutmu. Nanti ada ulat masuk," peringat Azmi sedikit tidak suka melihat Ayla tertawa terlalu lebar. Ayla langsung menutup dengan kedua tangan dan gerakan spontan.

"Maaf, Gus."

***

Rumah Ayla ternyata masih sepi. Ayla turun dari motor dan mengembalikan helm pada Azmi. Azmi menerimanya serta menyodorkan tangan kanannya. Ayla tidak paham, hanya mengerutkan kening.

"Cium tangan suami," kata Azmi dan kembali menyodorkan tangan kanan pada Ayla. Ayla memutar bola mata, lalu melakukan yang diminta Azmi.

"Tinggi elo berapa, sih?" tanya Ayla pada Azmi yang teringat ia dan Azmi berjalan berdampingan di Aloon-aloon, dan ia tidak pernah berhasil menyamai tinggi Azmi walau sudah berjinjit.

"Enggak tahu. Satu tahun yang lalu, aku timbangan untuk buku rapor, 180 cm kurang lebih," Azmi menjawab dengan sedikit berpikir. Ayla merasa kurang puas dengan jawaban Azmi. Ia langsung menarik tangan Azmi yang sudah berdiri untuk masuk rumah. Azmi hanya menurut tanpa protes dengan hati bertanya-tanya.

***

"Naik!" perintah Ayla saat di depan mesin timbangan badan di dapur. Azmi menurut saja seraya melepas helm.

Albi Nadak✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang