AZMI melajukan mobilnya menuju salah satu rumah sakit. Ia ada janji dengan sahabatnya yang bernama Umar untuk menjaga adiknya di rumah sakit. Begitu mendengar cerita Umar, Azmi pun langsung menawarkan bantuan. Ia iba dengan sahabatnya. Umar merasa begitu bersalah saat pulang dan membuat adiknya sakit. Sebagai sahabat yang baik, ia harus membantu saudaranya yang kesusahan.
Muhammad Ulul Azmi Askandar. Salah satu vokalis grup hadrah Syubbanul Muslimin. Grup Syubban sendiri sudah mendunia. Hampir seluruh pelosok negeri mengenal Syubbanul Muslimin, bahkan pernah diundang di luar negeri. Dia tampan, tinggi, putih, pintar, suara merdu, saleh, dan mempunyai banyak penggemar. Anak pertama dari pasangan Abah Ulil dan Ummi Laila. Adik pertamanya bernama Naufal, adik kedua namanya Rara, adik ketiga namanya Ahmad. Tidak suka penggemar yang fanatik, tapi suka jail dengan teman-temannya.
Azmi menelepon Naufal saat sudah sampai di lampu merah. Ia mengabarkan bahwa hari ini sudah pulang, tapi tidak ada orang. Dan sekarang menuju rumah sakit untuk menjenguk adik sahabatnya. Naufal pun mengangguk dan setuju. Ia tahu alasan mengapa Azmi memilih meneleponnya daripada adik yang lain. Karena ia yang terbesar dan paling paham. Azmi juga enggan menelepon orang tuanya, takut mengganggu.
Azmi memutar satu lagu di mobil. Albi Nadak. Lagu Islami itu menjadi lagu favoritnya sejak lagu itu rilis. Ia setiap hari bersenandung itu dalam suka maupun duka, berharap mendapat jodoh dan nasib jodohnya seperti lagu itu.
"Yah, albi nadak, witmannak tib anta wayaya. Yah, ba’d esniin, shuk wa haniin alaiik hina ma’aya. Yah, dummini liik, danta habibi hayati liik. Wa ha’iish ‘umri ‘ashana ‘ineek. Wa ‘umri fadak," senandungnya sembari mengikuti salah satu bait lagu itu yang terus berputar. Harinya benar-benar enjoy ditemani lagu itu. Ia pun mengikuti setiap liriknya sampai habis dan sampai di rumah sakit.
Azmi menelepon seseorang sebelum turun dari mobil. Ia menelepon Umar untuk mengabari bahwa ia sudah di rumah sakit dan bersiap mendatangi kamar adiknya. Tapi, ia tidak lupa bertanya di mana kamar adik Umar beserta namanya.
"Adikmu perempuan?" Azmi terkejut mendengar nama adiknya yang mirip nama anak perempuan.
"Iya. Nama panjangnya Ayla Azzura Nursyifa. Mana mungkin dia laki-laki?" Terdengar kekehan dari sana.
Azmi mematung. Ia selama ini belum pernah berinteraksi dengan perempuan, apalagi yang tidak dikenal—kecuali keluarga dan gurunya. Dan sekarang akan merawat adik sahabatnya yang baru ia kenal dua hari? Berdua?
"Halo, Azmi? Kamu masih di sana?"
Azmi langsung gelagapan. "Ya, aku ada di sini."
"Kenapa? Kamu nggak mau, kah, karena ini pertama kalinya merawat perempuan yang bukan muhrim? Dan hanya berdua?"
Azmi mendengus. Umar terlalu pengertian dan jujur, sulit membohongi orang sepertinya.
"Aku tidak menolak dan aku tetap melakukannya. Jika saja kau di sini, kau akan lihat aku turun dari mobil dan berjalan masuk ke rumah sakit," elak Azmi kesal. Ia langsung keluar mobil dan menutup pintu sedikit keras. Sengaja ponselnya didekatkan ke pintu supaya Umar percaya apa yang ia katakan benar.
"Kau dengar itu?"
"Ya, aku dengar. Terima kasih atas bantuanmu. Jika saja Lala tidak sakit, aku akan mengajaknya ke bandara tanpa meminta bantuanmu untuk mengawal Lala."
"Aku juga tidak akan menawarkan bantuan. Kau pergi sendiri saja dan awasi adikmu sendiri," Azmi terdengar ketus. "Aku berkata begitu bukan berarti aku tak ikhlas. Aku ikhlas, loh, ya! Jangan berprasangka! Yah, manalah tau ada jodoh nangsang di rumah sakit."
KAMU SEDANG MEMBACA
Albi Nadak✔️
Fiksi PenggemarTAMAT Tidak ada yang menyangka, jika pertemuan pertama Ayla dan Azmi di rumah sakit selama dua hari membuat mereka harus menerima sebuah permintaan terakhir. Ayla yang tidak tahu menahu tentang permintaan itu pun sempat percaya diri dengan mengangga...