16. Perpulangan Santri

43 5 4
                                    

ENAM bulan dijalani Ayla di pondok dengan damai. Ia rasa, pondok tidak seburuk pandangannya saat pertama kali. Pandangan buruk tentang pondok sudah tergantikan menjadi rasa bangga menjadi santri tanpa bisa diungkapkan.

Tidak mudah menjadi santri. Hanya yang kuat, yang berhasil menamatkan pendidikan di pondok. Banyak teman-temannya yang putus sekolah hanya karena tidak mau diatur, bahkan salah satu dari peserta seleksi pun juga ada. Ia yakin, orang itu sangat merugi.

Hari ini adalah hari perpulangan santri. Sebelum perpisahan sementara, ada acara untuk berpisah, seperti acara perpisahan namun ini akan bertemu dan belajar lagi bulan depan. Lapangan belakang masjid yang cukup luas telah disulap menjadi panggung megah. Para tim dekorasi tampak sangat ahli, padahal masih pertama kali mendekor panggung yang megah.

Saat ini Ayla sedang di salah satu kelas dekat panggung. Ia memilih kostum untuk tampil nanti. Alhamdulillah, ia dipercaya untuk membacakan ayat suci Al-Qur'an dengan metode tilawah, mengingat suaranya yang merdu dan matang untuk tilawah.

Selama di pondok, ia ikut beberapa ekstrakulikuler, salah satunya tilawah dan tahfidz. Ia sering mengikuti lomba Tilawah 1 Juz Cabang Remaja. Beberapa tingkatan di Blitar ia taklukkan, dan selalu mendapat tiga besar.

Ternyata, meski di Ponorogo ia sangat bandel, ia sering memborong piala lomba Tilawah, Tahfidz 1 Juz, dan Tilawah 1 Juz. Tidak ayal, karena ia murid paling rajin belajar daripada yang lain saat tilawah. Saat belajar menghafal Al-Qur'an (tahfidz) ia ogah-ogahan, tapi nyatanya bisa hafal 10 juz. Selama di pondok, ia menambah hafalan menjadi 20 juz. Itu cukup membuat Azmi bangga.

"Itu, loh, yang warna ungu bagus sama warna kulitmu yang putih," usul Hana. Ia baru mengenal Hana saat persiapan lomba ini. Ternyata, Hana salah satu peserta akselerasi yang lolos sepertinya. Hanya saja, dulu mereka belum mengenal.

Ayla mengikuti arah telunjuk Hana. Ada satu gamis warna ungu yang digantung seukurannya. Ungu muda merupakan salah satu warna favorit, tetapi ia tidak pernah percaya diri memakai kostum warna ungu. Hana yang mengerti ekspresi Ayla pun menghela napas.

"Cobain dulu, jangan ragu. Mana Ayla yang aktif, tidak pernah memperhatikan, tapi selalu bisa saat di-tes?" sindir Hana. Tipe sindiran Hana memang begitu, pasti menyebutkan watak seseorang agar melakukan apa yang diinginkan.

"Ya sudah, aku coba. Kalau tidak cocok, kamu yang pakai, ya?" ucap Ayla disertai kekehan.

"Mana bisa? Aku tampil kelompok, jadi harus sama seperti kelompokku," bantah Hana membela diri. Ia cukup minder dengan kulit kuningnya, yang dipastikan tidak cocok dengannya.

"Terserahmu saja." Ayla masuk ke ruang ganti tanpa ekspresi. Diam-diam ia belajar ngeles dari Hana. Ia harus siap-siap dengan seribu kata ngeles setelah pulang dan satu rumah dengan Azmi nanti. Apa yang terjadi?

***

"Gimana? Nggak cocok, 'kan?" tanya Ayla pada Hana. Hana tidak bisa berkata-kata lagi. Ia seperti melihat bidadari. Oh, mengapa ia yang baper?

"Siapa bilang? Kamu cantik banget, La! Lelaki mana coba, yang mau nolak kamu?" ujar Hana heboh. Ia bahkan bertepuk tangan dan berseru terus. Ayla menutup mulut Hana pelan yang terbuka terlalu lebar.

"Banyak." Ayla tersenyum miris, membayangkan berbagai wajah para mantannya yang tidak terhitung. Hana pun meralat ucapannya karena tampak menyinggung perasaan Ayla.

"Jangan terlalu begitu. Nggak baik," ujar Ayla datar. Hana langsung diam dan setuju dengan Ayla. Meski di awal Ayla sangat bandel, sering dihukum, sering bikin naik darah, tetap saja jiwa pintar Ayla tidak berkurang, dan cantiknya semakin tambah.

Albi Nadak✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang