10. Lulus?

35 3 0
                                    

TERNYATA Azmi mengajak Ayla ke pasar modern untuk membeli kebutuhan Ayla di pondok. Dari segi seragam, Azmi diam-diam sudah mengurusnya di konfeksi dan satu minggu lagi sudah jadi. Yang kurang hanyalah kebutuhan lain yang masih banyak dan belum tercukupi. Beberapa buku, baju santai, mukena putih polos, kerudung segiempat ukuran 130×130 dan khimar, dan lain-lain; nyatanya belum dimiliki.

"Kalau pilih Al-Qur'an bukan yang itu." Azmi langsung datang dan merampas Al-Qur'an yang dipegang Ayla.

"Terus yang mana?" tanya Ayla malas. Ia padahal sudah jatuh cinta dengan Kitab itu, namun dirampas seenaknya saja oleh Azmi.

"Pilih Al-Qur'an untuk hafalan juga." Azmi pun memilihkan Al-Qur'an yang ia maksud. Kemudian menyerahkan pada Ayla. "Yang ini, loh."

Ayla menerima Al-Qur'an yang bertuliskan AL-QUR'AN TIKRAR di sampul halamannya berukuran sedang. Ia membuka satu persatu. Terdapat ayat beserta artinya dan di sampingnya ada kotak-kotak kecil untuk hafalan. Ia menatap Azmi bingung, bagaimana cara membacanya.

"Nanti di pondok kamu tanya aja ke gurumu," saran Azmi santai. Ia kembali memilih kamus Bahasa Inggris-Indonesia oleh Jhon M. Echols dan Hassan Shadily yang super besar. Ayla pun sampai hampir tumbang keseimbangannya ketika membawa dua buku itu: Indonesia-Inggris dan Inggris-Indonesia.

"Lo kalo mau ngasih buku kira-kira, dong! Berat!" gerutu Ayla seraya memasukkan buku-buku itu di keranjang.

Azmi tidak peduli dan terus berjalan. Kali ini memasuki kawasan Bahasa Arab. Perhatiannya tertuju pada sebuah kamus Bahasa Arab-Indonesia oleh Profesor Doktor Haji Mahmud Yunus. Warnanya ungu, tidak sebesar kamus Bahasa Inggris tadi. Azmi pun memberikannya pada Ayla dan Ayla menerima tanpa banyak komentar seperti tadi. Percuma ia protes, jika memang itu ketentuan dari pondok.

"Di pondok, sekarang kalau ngomong pakai bahasa Arab dan Inggris. Kalau salah ucap, bisa kena hukuman atau denda," ujar Azmi dengan niatan Ayla paham mengapa ia membelikan buku kamus sangat banyak dan agar nanti di pondok Ayla tidak terkejut.

"Lah, kemarin waktu ujian pakai bahasa Indonesia," protes Ayla yang masih terdengar di telinga Azmi walaupun jarak lumayan jauh di belakang.

"Dua bulan pertama diberi keringanan, setelah itu dihukum," ujar Azmi membenarkan.

"Lah, lo kenapa nggak bilang dari dulu? Tau gitu, gue nggak mau mondok," protes Ayla diwarnai nada sesal. Azmi menghela, melirik Ayla di belakangnya malas.

"Ya makanya dikasih waktu dua bulan buat belajar dan beradaptasi, Sayangku," ulang Azmi dengan nada malas dan manis di ujung. Pipi Ayla langsung memanas.

"Apaan, sih? Gue bukan pacar lo ya, seenaknya panggil Sayang," protes Ayla seraya mengerucutkan bibir. Azmi langsung berbalik badan. Jantung Ayla serasa mau copot.

"Nungguin, ya?" tebak Azmi dengan nada menyebalkan. Ayla mendengus kesal dan berjalan menyerobot jalan Azmi. Azmi langsung menyusul dengan langkah santai.

Setelah selesai bagian buku, mereka melanjutkannya ke bagian baju. Ayla hendak membeli sebuah gamis, tapi lagi-lagi ditahan oleh Azmi.

"Apa lagi ini alasannya?" malas Ayla.

"Kalau di pondok, pakai gamis itu ribet. Kebanyakan santri juga pakai rok sama kemeja panjang selutut," ujar Azmi sok tahu. Ayla menatap Azmi tajam. Azmi seolah tidak takut dengan tatapan Ayla, dan membalas dengan tatapan nyalang.

"Itu, 'kan, mereka, bukan gue! Jadi, kalo gue nyaman pake gamis daripada kemeja dan rok, ya terserah gue, dong, mau beli yang mana?" protes Ayla dengan nada sombong.

"Kamu bayar sendiri," ucap Azmi dingin dan langsung pergi meninggalkan Ayla. Ayla yang panik dan takut ditinggal pun berlari mengejar Azmi.

***

Albi Nadak✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang