A L E V
Setelah kejadian istirahat tadi siang, gue langsung menceritakan semuanya selengkap-lengkapnya ke Naomi dan Jendra.
Respon Naomi kaget setengah mati, berbanding dengan respon Jendra, katanya ia sudah memiliki insting kalau Kazel akan menyatakan perasaannya ke gue.
"Emang lo tau darimana?" Tanya Naomi pada Jendra, terputar kembali obrolan saat di kelas bersama Naomi dan Jendra di otak Alev.
Pukul empat sore ini gue sedang duduk santai di bean bag warna biru cerah yang terletak di ujung ruang kamar. Sembari menikmati secangkir susu hangat yang baru saja gue buat, rasanya pikiran gue benar-benar penat kalau habis pulang sekolah. Ditambah Kazel habis menyatakan perasaannya.
"Ya keliatan aja dari gerak-gerik Kazel. Kalo lo perhatiin sih, ya lo bakal sadar. Justru aneh sih, kan lo yang suka yuri. Masa lo yang ga sadar?" Kata Jendra gak habis pikir, ia menggelengkan kepala.
Gue menggigit bibir bawah, "Gue harus jawab apa ya? Apa gue tunggu aja dia bakal ngapain?"
"Ya... Tunggu aja sih. Lagian kan dia sendiri yang bilang bakal mau buktiin ke lo. Udah tenang aja, resiko orang cakep emang gitu, Lev." Ujar Jendra menenangkan gue yang saat itu lagi benar-benar bimbang dan merasa sedikit buruk karena tidak menahan kepergian Kazel.
"Iye tuh, dengerin deh kata Jendra. Kan lo paling tau dia jago dalam segala hal kalo ngasih saran," Naomi bersuara lalu menepuk-nepuk bahu gue.
Setelah percakapan tentang Kazel selesai, gue sama mereka ga membahas apa-apa lagi karena mereka tahu betul kalau topik tentang Kazel bakal jadi topik yang sensitif buat gue.
Mengingat respon gue yang agak murung, karena bingung harus bereaksi apa waktu Kazel menyatakan perasaan.
Pulang dari sekolah gue ga bareng Naomi karena dia dijemput Kakaknya sementara Jendra harus latihan basket, dan gue gak ketemu Jane juga hari ini.
Gak penting sih ketemu apa nggaknya, gue cuma mau menjabarkan kegiatan hari ini aja.
Tadinya gue sempat berniat buat mampir sebentar ke Coffwe, tapi mengingat Kazel suka nongkrong disitu, gue jadi mengurungkan niat dan langsung putar balik ke rumah.
Ya walau, di rumah juga ga tau mau ngapain. Lagi-lagi gue cuma mikir sebenarnya yang gue lakuin ke Kazel itu salah atau nggak, sih? Karena jujur... Gue sendiri bingung sama perasaan gue.
Tiba-tiba bunyi notifikasi yang ternyata pesan dari Kana, isinya gak lebih dari dia mau mampir ke Apartemen gue dan katanya dia bawa makanan. Gue cuma jawab iya doang dan setelah itu gue kembali memikirkan Kazel.
"Meow, meow." Milo datang sambil mengusap lembut kepalanya di kaki gue, gue tersenyum gemas dan menggendongnya ke pangkuan.
"Hai, Milo. Kenapa kamu selalu dateng kalo aku lagi butuh temen curhat sih?" Gue mengangkat badannya yang gembul itu tepat depan wajah terus memutar-memutar tubuhnya pelan.
"Jadi ada cewek suka sama aku, tapi aku ga suka dia. Terus waktu dia confess aku malah diem aja, ga ngasih respon apa-apa. Aku salah ga sih?"
Mata bulat Milo menatap mata gue, dia ga mengeluarkan suara apa-apa kecuali dengkuran dan sepertinya kucing ras ini udah mulai tidak nyaman gue angkat tinggi-tinggi gini. Dan hampir muka gue kena goresan cakarnya, "EITS! HAHA gak kena, kali ini lo meleset." Gue terkekeh lalu menurunkan Milo.
Percuma juga gue ngomong sama kucing ga dapet saran apa-apa yang membantu, malah hampir dapet goresan di muka. Hadeh.
"Gue curhat sama Kana?" Gue bergumam kecil, "AH GAK!" gue menggeleng cepat, "Itu orang kan homophobic kayaknya."
Ah, entah kenapa gue tiba-tiba mikirin Jane. Oh iya, gue belom bales pesan dari dia. Gue membuka aplikasi hijau bernama Line dan mencari kontak yang namanya Janenina dan segera mengetik pesan lalu mengirimnya.
J A N E N I N A
Pulang dari sekolah, aku main sebentar ke rumah Ryan. Ga banyak yang dibahas, cuma membahas Alev (jujur aku juga gak tau kenapa kita ngebahas Alev, yang jelas... Ryan duluan yang mulai)
"Menurut gue, lo berdua itu sama-sama suka. Tapi kayak denial gitu ga sih?" Ryan dengan kacamata hitamnya berpose di depan cermin sambil menggumam terus tentang Alev & aku yang sama sekali tidak ada hubungan dengannya.
"Udah sih, bahas Alev mulu. Gue yang males lama-lama." Aku berdecak kesal, dan mulai menyalakan ponsel.
"Yeh, ngambek."
"Tapi diliat-liat Alev kan keren." Kata Ryan sekali lagi.
"CAN YOU SHUT THE FUCK UP?" Aku bertanya dengan nada dingin dan tatapan tajam ke arah Ryan yang masih menatap bayangannya di balik cermin.
Ryan cengengesan, "Hehe, oke, Madam."
Baru aja diomongin, orangnya udah nongol aja dichat. Ternyata Alev baru membalas pesanku, aku menatap layar ponsel sebentar tak bergeming.
Aku kira, orang kayak dia gak akan menyempatkan waktunya untuk membalas pesan yang isinya sangat gak penting.
Alev
sama sama, jane.
btw lo sibuk ga?Mataku mengerjap beberapa kali untuk memastikan pesan terakhir yang dikirimi Alev, gila, hatiku bergumam kecil.
iy-
Gak, gak. Aku sibuk apaan emang? Aku langsung menekan tombol delete.
Janenina
Dikit, sih. Kenapa, lev?Akhirnya aku mengirimkan pesan itu.
Tak lama kemudian aku pesan kembali masuk.
Alev
gapapa, nanya aja. soalnya gue liat
waktu itu lo pernah bawa vinyl, ya?
gue pengen tau tokonya yg bagus dmn.Wait? Why did she pay attention to me?
Janenina
udah lama, sih. gue taunya toko vinyl di
daerah pejaten tuhAlev
gue jg sering ke situ, kok. kapan kapan
boleh lah beli vinyl bareng.Wow. Seorang Alev yang katanya benci sama Janenina, tiba-tiba ngajak Janenina beli vinyl langsung?!
Janenina
Boleh haha, yuk
Mau kapan?Alev
besok ya, pulang sekolah. nnt gue ke kelas lo, kok.GILA KOK CEPET BANGET??????
AH GUE JAWAB APA?????
Janenina
Alright, see ya tomorrow :)Alev
forsooth, catch u later."Ryan, lo harus tau satu hal." Kataku semangat, Ryan yang masih stand by narsis di depan cermin pun menoleh, lalu ia melangkahkan kaki menghampiriku dan bertanya ada apa dengan raut wajah serius.
"Lo bakal kaget sih."
Alisnya tertaut, "Iya, oke. Apa? Kenapa? Ada apa sih? Jangan bikin gue penasaran dan bingung kayak gini."
"Alev. Ngajak. Gue. Keluar."
Ryan teriak setengah mampus lalu ia tertawa cekikikan seperti orang gila.
"Kan!!!!" Ryan berseru sambil mendorong-dorong pelan bahuku, "Alev kayaknya suka sama lo deh, HAHAHAHA. Asik ada couple baru nih."
"Ah masa si? Jangan gede rasa dulu, kali. Siapa tau niat dia cuma buat friendly doang karena selama ini dia udah salah mandang gue. Apaan deh lo, lebay."
Respon Ryan hanya mencebir, lalu kemudian ia berjalan ke arah cermin lagi sambil berkata, "Lets just see." dengan senyum culasnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
aleviajane
RomancePernahkah kalian membenci seseorang tanpa alasan yang jelas? Seperti rasanya orang itu sangat menyebalkan tanpa alasan yang jelas. Hal itu sedang Alev alami. Ia selalu membenci Jane, cewek periang nan jutek yang memiliki sahabat gay yaitu Ryan. Sia...