Menyebalkan Namun Merindukan

590 58 0
                                    

A L E V

Terlepas dari Kazel. Gue sekarang memikirkan bagaimana caranya memberikan Polaroid milik Jane sambil mengepulkan asap rokok. Pukul menunjukkan 12.30 dimana waktunya ISOMA tapi gue memilih naik ke atas rooftop sekolah dan merokok.

"ALEV!"

Gue menoleh, rupanya Naomi. Gue mematikan rokok dengan melemparnya kebawah lalu menginjaknya sampai api habis tak tersisa kemudian berdiri menatap ke arah Naomi.

"Sejak kapan lo masih ngerokok?" Tanyanya dengan raut wajah tak percaya.

Padahal gue ngga pernah sama sekali bilang ke dia kalau mau berhenti ngerokok.

"Untung lo gak ketauan." Ujarnya sambil maju beberapa langkah dan gue diam ditempat.

"Lo ngapain di sini?" Gue bertanya singkat. Mengabaikan pertanyaan Naomi dan malah bertanya balik.

Naomi memutar matanya. "Ini tempat umum, Lev. Gue kasih tau ya, sekarang itu lagi banyak yang sakit dan lo malah ngerokok."

Gue hanya berdehem kecil lalu menarik tangannya untuk turun dari rooftop karena diatas itu lumayan dingin. Naomi diam tak berontak.

"Kenapa pindah?" Tanyanya begitu sudah ditangga.

"Dingin di atas." Jawab gue singkat.

Sebenernya tadi Naomi bilang mau ngumpulin tugas Bahasa Indonesianya yang belum kelar dan Jendra ingin ulangan susulan Fisika. Jadi gue memilih untuk merokok, agar menghilangkan suntuk.

"Lo udah ngumpulin tugas?" Gue bertanya begitu kami sudah berjalan di koridor. Tidak terlalu padat seperti biasa suasananya.

Naomi menggeleng, "Gak ada gurunya. Daripada lo kayak tadi mending lo koreksiin tugas gue. Takutnya masih ada yang salah." Pintanya sambil terus berjalan lalu belok ke kanan.

Gue tertawa geli mendengar ucapannya. Naomi jarang sekali bersikap rajin seperti ini, karena hidupnya itu penuh kemalasan.

"Kenapa ketawa?!" Tanyanya dengan wajah galak begitu kami sudah didepan pintu kelas.

Gue menaikkan alis, "Ya lo tumben aja agak rajin." Jawab gue agak sungkan mengakui kalo dia rajin.

Setelah itu gue berjalan ke mejanya mencari buku Indonesia miliknya yang pasti tergeletak di atas meja.

"Ini kan bukunya?" Gue mengangkat tinggi bukunya.

Naomi menoleh lalu mengangguk singkat. Gue segera membuka, tulisannya benar-benar berantakan berbanding dengan Jendra. Justru cowok itu malah tulisannya rapih, gue aja kalah.

"Kebaca gak?" Tiba tiba saja Naomi sudah ada disamping meja, sembari memiringkan kepalanya berusaha membaca tulisannya sendiri.

Ia merengut, "Ini apa ya Lev?" Katanya sambil menunjuk satu kalimat yang gue sendiri gak bisa baca.

"Lah mana gue tau?! Kan lo yang nulis." Sembur gue kesal, karena anak itu kelewat tolol.

Ia memutar matanya lalu meraih buku tersebut dengan kasar, sedetik kemudian ia meletakkan bukunya di meja dan mempersilakan gue meralat kesalahan.

Butuh waktu 15 menit untuk membuat Naomi benar-benar serius mengerjakan tugasnya sampai akhirnya kelar. Dan Jendra datang bersama Ryan.

Ryan teman Jane.

"Hai guys!" Jendra menyapa kami dengan ramah. Naomi yang sedang menulis segera menoleh sekilas lalu melanjutkan aktivitasnya kembali. Dan Jendra melebarkan dua tangannya sambil tersenyum lebar.

Gue mengerutkan alis, "Kenapa sih lo?"

"Ini Ryan, anak kel-"

"Iya tau!" Sela gue risih, "Lanjut aja kenapa sih?"

aleviajaneTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang