A L E V
Gue gak peduli sama pendapat orang-orang yang bilang Minggu produktif, karena sekarang yang gue butuhin kali ini ya cuma tidur sambil manja-manjaan sama Milo. Iya kucing gue.
Tapi sayangnya Nyokap baru pulang dari Australia dan mau gak mau gue harus jemput dia di Bandara Soetta sekarang juga.
Kemarin di sekolah ada acara pensi, gue sebagai Wakil Ketua OSIS harus ikut turut serta meski ya capek. Apalagi anggota OSIS tahun ini cukup jauh berbeda dengan tahun kemarin, di mana temen-temen gue masih berkecimpung di dunia Organisasi Siswa Intra Sekolah.
Gue melirik jam tangan yang melingkar, arah jarum jam menunjukkan pukul 07.30 dan hidung batang nyokap belum muncul juga sejak tadi. Akhirnya gue cuma meninggalkan pesan WhatsApp ke Nyokap, gue tau pesawatnya udah landing.
Alev
take care, ma. alev udh di bandaraStatus pesannya pun masih ceklis satu yang berarti ponsel nyokap mati. Entah kenapa gue merasa udara di sini jadi tambah dingin, padahal semenjak awal kedatangan rasanya biasa aja.
Gue pun berdiri dan berjalan menuju ke arah Starbucks Coffee untuk membeli camilan untuk mengganjal perut mengingat perut gue absen makanan dan minuman dan gue butuh sesuatu untuk menghangatkan tubuh.
Tiba-tiba ponsel gue berdering, gue pun mengangkat telfon dari Naomi.
"Halo, kenapa?" Percakapan gue buka sambil terus berjalan dan suara gue terdengar parau.
"Lev, lo di mana? Kok berisik?" Tanya Naomi dengan suaranya yang khas. Bersemangat dan cempreng.
Gue berdecak, "Not your business." Tandas gue. Bukannya apa-apa, tapi Naomi itu sangat kepo dan gue risih.
"Dih elah gitu amat," cibirnya, "yaudah Lev wherever you are, take care!" Katanya dengan penuh nada riang.
"Sori, tapi gue gak baper." Balas gue sinis.
"Eh, serius deh ya. Lo lagi dimana sih? Gue kan pengen tau." Naomi mendesak gue untuk cepat memberitahu dimana keberadaan gue saat ini.
"Lagi otw Starbucks."
Gue dapat mendengar Naomi kaget dengan berucap 'hah' yang panjang. Lalu dilanjut dengan beberapa pertanyaannya yang menghujani gue.
"Lo ngapain disana? Dari kapan?"
"Jemput nyokap. Daritadi," Jawab gue cepat dan sekenanya, karena sejujurnya gue risih sama dia.
"Mi, udah deh lo berisik banget kepala gue jadi pusing. Mendingan nanti sore kita ketemuan aja bareng Jendra ya." Tukas gue singkat.
Diujung sana Naomi terkekeh geli sementara langkah gue udah dekat dengan Starbucks. "Iya-iya. Gue tau lo kangen gue, yah elah kenapa harus ada Jendra sih?" Sungutnya.
Gue membuka pintu Starbucks, Baristanya tersenyum ramah tapi gue enggan membalas senyumnya, jadi gue hanya memalingkan wajah ke arah lain.
Lalu gue baris diantara orang-orang yang lagi memesan juga.
"Yaiyalah, Jendra kan sahabat gue juga setelah lo. Jangan jahat lo, Nao, masa Jendra gak diakuin." Ledek gue.
Udara di luar lumayan dingin, begitu masuk Starbucks rasa hangat menjalar disekitar sela-sela jari gue.
Naomi hanya bergumam sembari berkata iya-iya. Akhirnya gue tutup sambungan teleponnya karena gue harus memesan minuman dan camilan.
Naomishafira Alaydrus itu sahabat gue semenjak SMP kelas 9 cuma dia yang betah sama sikap gue yang suka gak jelas. Karena gue itu supel tapi nyebelin dan kadang jutek. Dia itu cerewet dengan rambut setengkuk, matanya bulat, dengan hidung bangir sebagaimana orang keturunan Arab.
KAMU SEDANG MEMBACA
aleviajane
RomancePernahkah kalian membenci seseorang tanpa alasan yang jelas? Seperti rasanya orang itu sangat menyebalkan tanpa alasan yang jelas. Hal itu sedang Alev alami. Ia selalu membenci Jane, cewek periang nan jutek yang memiliki sahabat gay yaitu Ryan. Sia...