3. KOTAK BEKAL

8 3 0
                                    

Happy reading ❤️

•••••

"Bagaimana caranya mendapatkan hatimu?"


Nara berjalan memasuki kantin dengan perasaan gembira. Senyuman manis di bibirnya itu menghiasi setiap langkahnya menuju salah satu bangku yang ada di kantin. Banyak pasang mata yang menatapnya dengan alis bertaut. Bahkan sesekali ia juga melemparkan senyuman itu kepada setiap mata yang menatapnya. Seolah-olah ia juga ingin membagikan kebahagiaannya kepada semua orang.

Kedua tangannya membawa sebuah kotak makan kecil dan dengan percaya diri ia meletakkan kotak tersebut di atas meja yang kini dikelilingi oleh lima cowok. Keempat dari cowok itu menatapnya dengan kagum, berbeda dengan salah satu dari mereka yang sama sekali tidak menatap dirinya ataupun kotak bekal yang dibawanya.

"Duduk dulu, Ra."

Nara mengangguk mendengar ucapan Dhimas yang mempersilahkannya untuk duduk. Ia kemudian menarik salah satu kursi yang masih kosong kemudian mendudukinya.

"Mau ngapain lo? Di mana Hasna? Nggak bisanya lo nggak bareng dia," ucap Dhimas.

Nara sedikit menghela napasnya sebelum menjawab ucapan Dhimas. "Tadi Hasna lagi ada urusan." Ia menyodorkan kotak bekal tersebut kepada Juan. "Oh iya, ini buat kamu. Kebetulan kemarin di rumahku ngadain syukuran."

"Kok cuma buat Juan? Buat gue mana, Ra?" tanya Dhimas.

"Iya nih, buat kita juga mana?" tanya Dion sambil menunjuk dirinya, Fermas, dan juga Fahmi.

Nara tersenyum lembut kepada Dion, Fermas, dan Fahmi. "Di kelas masih ada kok, kalau kalian mau nanti bisa ke kelasku," ujarnya. Sementara ketiga cowok itu memekik kegirangan.

Dhimas menatap Juan yang masih belum beralih dari ponselnya. Cowok itu hanya melirik sekilas ke arah Nara dan kembali fokus pada ponselnya. "Diem aja lo, Ju."

Nara masih menunggu respon yang akan diberikan oleh Juan. Gadis itu berharap agar Juan suka dengan beberapa kue yang dibawanya. Memang semalam di rumahnya mengadakan syukuran, berhubung makanan di rumahnya masih tersisa terutama untuk kue, ia memutuskan untuk membawanya ke sekolah dan memberikannya kepada teman-temannya. Termasuk Juan yang kini sudah terdaftar sebagai orang yang paling berharga di mata Nara.

Juan meletakkan ponselnya di atas meja. Ia kemudian meraih kotak bekal tersebut dan membukanya. Beberapa potong kue bolu cokelat dengan taburan keju dan kacang sebagai topingnya. Ia beralih menatap Nara yang masih menatapnya sambil tersenyum.

"Makasih," ujarnya.

Nara semakin mengembangkan senyumnya. "Sama-sama. Jangan lupa dihabisin ya," ucapnya dan diangguki oleh Juan.

"Gue juga mau dong yang kayak punya Abang Juju," ujar Dion sambil mengerucutkan bibirnya.

"Ya udah ayo ke kelasku, sekalian ambilin buat Fermas sama Fahmi," ujar Nara.

Dion mengangguk kemudian berdiri. Namun, kakinya sudah lebih dulu ditendang oleh Juan di bawah meja. Juan menatapnya tajam, memberikan isyarat kepadanya untuk tidak meninggalkan kantin.

Dion menggaruk tengkuknya dengan bingung. "Em...nggak deh, Ra. Pulangnya aja nanti gue ambil, soalnya gue baru inget kalau gue masih harus bayar makanan gue tadi," alibinya kepada Nara.

"Oh yaudah nggak papa. Nanti aku sisain kok buat kalian bertiga, kalau buat Dhimas udah ada di kelas tadi." Nara menatap ke arah Dhimas.

"Oke sip!" Dhimas mengacungkan kedua jempolnya.

Nara tersenyum dan beralih menatap Juan yang juga sama menatapnya. Juan lebih dulu memutus kontak mata antara mereka berdua dengan menatap kotak bekal yang diberikan oleh Nara. Setelahnya Nara pun pergi meninggalkan kantin.

JUANARATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang