Kritik dan sarannya kalau kalian lihat ada typo. Jangan lupa vote dan komen ya.
Happy reading ❤️
***********
"Dari mana lo? Gue cariin juga dari tadi."
Dhimas menatap Fahmi yang melontarkan pertanyaan itu kepadanya. "Kenapa? Lo kangen ya sama gue?" tanya Dhimas4.
"Dih! Najis banget!" desis Fahmi sambil bergidik.
"Halah, nggak usah ngeles lo. Bilang aja kalau lo kangen 'kan sama gue? Sampai segitunya lo nyariin gue." Dhimas menaik-turunkan alisnya.
"Gue masih lurus kali! Gue lempar pakai gitar juga nanti lo." Fahmi menunjuk gitar yang berada di pangkuan Fermas.
"Enak aja lo main asal lempar. Gue belinya pakai duit kali," ujar Fermas yang tidak suka dengan ucapan Fahmi.
"Duit hasil ngepet 'kan lo?" tebak Dion sambil memicingkan matanya ke arah Fermas.
Fermas buru-buru menggelengkan kepalanya sambil mengusap dada. "Astaghfirullahal'adzim. Lo yang jadi babinya, 'kan?" balasnya.
Dion mengumpat di dalam hati dan menatap Fermas kesal. Ia kemudian menunjuk Dhimas yang kini sedang memakan kacang kulit yang sebelumnya sudah berada di atas meja.
"Itu babinya lagi makan. Kecapean dia semalem lo suruh keliling satu kompleks," ucap Dion kemudian tertawa.
"Gue diem dari tadi masih aja kena semprot!" Dhimas menatap Dion malas.
"Tapi kalau lo mau kaya dengan cara instan dalam semalam, lo bisa pakai dua babi sekaligus." Juan mengatakan hal itu kepada Fermas sambil menunjuk Dion dan Dhimas.
"Sial!" desis Dion dan Dhimas bersamaan.
"Wah! Bener juga tuh, tapi sebelumnya gue harus ke kantor MUI dulu baru bisa buka jasa pelipat ganda uang," ucap Fermas.
"Mau ngapain lo ke sana?" tanya Fahmi.
"Mau minta sertifikasi halal biar nantinya usaha gue lancar dan berkah. Aamiin," jawab Fermas kemudian mengusapkan tangannya ke wajah setelah menengadah.
Tanpa ragu Dion memukul kepala Fermas dengan botol minuman miliknya. Otak cowok itu sepertinya sudah tidak benar. Disusul oleh Dhimas yang melemparkan kacang kulit kepadanya dan juga Fahmi yang menghadiahinya dengan tinjuan bertubi-tubi di lengannya. Sedangkan Juan, cowok itu hanya tersenyum melihat aksi teman-temannya yang mengeroyok Fermas.
"Haduh. Punya temen kok bego banget," ucap Fahmi.
"Begini kalau dulu pas kecilnya nggak imunisasi ya jadinya begini nih," sahut Dion.
"Pakai acara minta sertifikasi halal sama MUI. Kenapa nggak sekalian aja lo minta surat ijin resmi dari kementrian agama biar mempermudah lo buat nantinya ngepet di bank." Dhimas memutar bola matanya malas.
"Boleh juga saran lo. Gue nanti bilang sama bokap gue masalah ini. Siapa tahu 'kan dia bisa bantuin gue buat kasih modal."
"Woyyy!!!!"
Fermas menutup telinganya saat Dion, Fahmi, dan Dhimas meneriakinya. Ia menatap sekelilingnya di mana semua orang yang ada di kantin sedang menatap ke arahnya.
"Malu-maluin kalian," ucap Fermas kepada ketiga cowok itu.
"Lo yang malu-maluin, Udin!" teriak Dhimas tepat di telinga Fermas.
"Hoy! Udin bapak gue, Dhim." Dion menginjak kaki Dhimas.
"Udah sih. Nggak malu apa kalian? Mendingan pesen makan sana," ucap Juan yang sudah mulai jengah dengan kelakuan teman-temannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
JUANARA
Teen FictionNara pikir pertemuannya dengan Juan akan mengubah hidupnya menjadi lebih baik. Namun, dugaannya ternyata salah. Hal itu justru membuatnya kembali terjebak dalam perasaanya sendiri. Hinaan, caci maki dan pengkhianatan kembali didapatnya. Bukan tanpa...