Happy reading ❤️
**********
Nara tidak bisa menyembunyikan kebahagiaannya kepada semua orang. Sepulang sekolah tadi, saat di jalanan ia terus menyapa semua orang yang berpapasan dengannya. Senyumnya terus mengembang sempurna. Ia benar-benar sangat bahagia.
Sejenak ia melupakan kejadian yang begitu menyakiti hatinya di sekolah tadi. Ia sudah lupa tentang apa yang sudah diperbuat oleh Arneska dan teman-temannya. Tujuannya kali ini adalah pulang ke rumahnya dan mengabarkan kepada semua orang bahwa ia telah berhasil.
"Bapak! Ibu!"
Nara tergesa-gesa turun dari sepedanya. Ia meraih kedua piala yang berada di keranjang sepedanya. Ia sengaja meletakkannya di sana karena tas yang dibawanya tidak cukup untuk menampung kedua piala tersebut.
"Bapak! Liat Nara bawa pulang apa," ucap Nara setelah melepas sepatunya dan langsung masuk ke dalam rumahnya.
Nara benar-benar merasa sangat bahagia. Orang yang akan ia beritahu pertama kali di rumah ini adalah ayahnya, karena ayahnya selalu mendukungnya dalam segala keinginannya. Pasti ayahnya akan sangat bangga kepadanya.
Nara mencari sosok pria yang sejak tadi ia panggil. Ia menelusuri setiap sudut rumah dan tidak menemukan siapa pun di sana. Rumahnya kosong. Nara mencoba untuk membuka kamar kedua orang tuanya, tetapi hasilnya sama saja.
"Pada ke mana ya?" Nara meletakkan tasnya di sofa ruang tamu dan pialanya ia letakkan di atas meja.
"Bapak. Ibu. Nisa."
Nara tidak menemukan di mana kedua orang tuanya dan juga adiknya. Ke mana mereka pergi? Mengapa hingga sore menjelang malam mereka tidak ada di rumah?
Nara terus mencari hingga ke halaman belakang rumah. Ia ingin menelpon ayah atau ibunya tapi ia baru ingat jika ponselnya sudah rusak akibat dibanting oleh ayahnya.
"Aku mandi dulu deh, siapa tau habis maghrib nanti mereka pulang." Nara berjalan menuju kamarnya dan bersiap untuk mandi.
Apa yang dikatakan oleh Hasna adalah benar bahwa dirinya memang memiliki kemampuan dalam dunia kepenulisan. Sebenarnya dirinya juga sudah mengetahui fakta tersebut, tetapi rasa tidak percaya diri yang selalu timbul hingga menimbulkan rasa enggan untuk mengikuti setiap perlombaan yang sebenarnya sudah diidamkannya sejak dulu.
Setelah beberapa menit menghabiskan waktunya untuk membersihkan diri, Nara mulai membereskan tas dan pialanya yang masih berada di ruang tamu, menyimpannya di dalam kamar.
Ia berjalan menuju dapur untuk memberi makan pada cacing-cacing di perutnya yang sudah meronta meminta makan. Tangannya mulai membuka satu persatu tudung saji dan juga kulkas untuk mencari sesuatu yang bisa dimakan.
Tidak ada makanan sama sekali di dapur. Sebenarnya ibunya ke mana? Apakah pagi tadi ibunya tidak memasak?
Nara menghembuskan napasnya panjang. Ia kembali menutup pintu kulkas. Namun, sebuah benda yang tertempel pada bagian samping kulkas tersebut menarik perhatiannya. Itu adalah sebuah note.
Masuk ke kamar Ibu ya, Sayang. Kamu buka lemari dan cari salah satu dari surat-surat yang ada di sana.
Di sana juga udah ada tabungan dari uang kamu yang selama ini Ibu simpan. Itu semua uang kamu selama ini yang sering Ibu ambil dari kamar kamu. Ibu menyimpannya sampai terkumpul banyak, Sayang.
Jaga diri kamu baik-baik dan maafkan kami selama ini.
Nara melipat kertas tersebut menjadi dua bagian. Masih dalam kebingungannya dan hatinya yang mulai bergemuruh, Nara berlari menuju kamar kedua orang tuanya dan membuka lemarinya sesuai dengan apa yang tertulis dalam surat tadi.
KAMU SEDANG MEMBACA
JUANARA
Teen FictionNara pikir pertemuannya dengan Juan akan mengubah hidupnya menjadi lebih baik. Namun, dugaannya ternyata salah. Hal itu justru membuatnya kembali terjebak dalam perasaanya sendiri. Hinaan, caci maki dan pengkhianatan kembali didapatnya. Bukan tanpa...