11. BAKSO HAJI DHULLAH

6 3 0
                                    

Komen di part ini kalau kalian menemukan typo yang sangat meresahkan. Jangan lupa kasih VOTE!

Happy reading ❤️

•••••••••••

Berangkat ke sekolah paling awal adalah pilihan yang tepat bagi Nara. Hal itu ia lakukan untuk menghindari segala macam perasaan tidak nyaman saat memandang wajah ibunya. Hatinya kembali sesak saat teringat bagaimana marahnya ibunya.

Hal yang sama pernah terjadi padanya. Sebelumnya saat itu Nara masih duduk di bangku sekolah dasar, lebih tepatnya saat kelas enam. Sekolahnya mengadakan study tour dan semua murid diwajibkan untuk ikut. Nara menginginkan hal itu tentunya dengan pertimbangan yang panjang.

Kondisi ekonomi keluarga Nara saat itu memang benar-benar sedang kritis. Ayahnya yang bekerja sebagai seorang sopir angkot saat itu sepi penumpang sehingga dalam beberapa hari hanya mengandalkan gaji ibunya yang sebagai seorang guru honorer.

Saat sebelum berangkat, ibunya sudah menasehatinya agar menghemat uangnya dan tidak perlu membeli barang-barang yang tidak perlu dibeli. Pikiran seorang anak di usia dua belas tahun seperti Nara saat itu hanyalah kesenangan seperti yang dirasakan oleh teman-temannya, tentu saja Nara memiliki keinginan yang sama.

Saat pulang Nara sudah dihadang oleh ibunya saat ingin mengambil minum di dapur dan langsung menanyakan ke mana uang yang dibawakan oleh ibunya itu. Nara memberitahu ibunya bahwa sebagian uangnya sudah ia gunakan untuk membeli hadiah-hadiah kecil untuk adiknya dan juga ia membeli sebuah baju.

Mendengar hal itu dari putrinya, Fatimah marah dan langsung melemparkan tudung saji yang terbuat dari plastik ke arah Nara. Alasan Fatimah marah adalah karena ia sudah membekali banyak makanan untuknya dan adiknya tidak perlu repot-repot dibelikan sesuatu dari hasilnya study tour karena selama ini kebutuhan putri bungsunya sudah ia penuhi bahkan lebih dari Nara. Uang yang seharusnya bisa digunakan oleh kepentingan lain harus habis hanya untuk membeli barang-barang yang tidak berguna.

Tentang kejadian kemarin, Nara menutupi itu dari Hasna. Sahabat yang selalu mengetahui paling awal setiap kejadian-kejadian yang dialami oleh Nara. Mau seberat apapun masalah yang dihadapi oleh Nara, gadis itu selalu menceritakannya kepada sahabatnya itu, tapi kali ini tidak.

Sudah sejak pukul enam pagi, Nara sudah berada di sekolah. Di saat semua orang belum datang ia sudah lebih dulu berada di dalam kelasnya. Ia hanya berpamitan kepada ayahnya saat berangkat tadi dengan alasan ingin membersihkan kelasnya yang kotor.

Nara melemparkan senyumannya kepada seorang laki-laki yang sedang melakukan pemanasan sambil sesekali menatap ke arahnya. Pipi Nara memanas saat Juan membalas senyumannya dengan senyumnya yang jarang sekali terlihat. Hanya sebuah senyuman kecil dapat mengaduk-aduk isi hati Nara.

"Cari duduk yuk, Ra! Di sini panas tau." Hasna menutupi wajahnya dengan kedua telapak tangannya.

"Mau cari duduk di mana?" tanya Nara yang masih menatap Juan.

"Terserah yang penting teduh, panas banget soalnya hari ini."

"Ini masih jam 9, Na. Waktu paling bagus buat berjemur, kita di sini aja ya?"

"Tapi panas banget tau, Ra. Kamu mau kering jadi ikan asin di sini?"

Hasna mendengus kesal karena respon Nara hanya diam saja. Gadis itu masih saja menatap Juan yang sedang melakukan pemanasan sebelum pertandingan futsal dimulai. Dari yang Hasna dengar dari cerita Dhimas bahwa laki-laki itu mengikuti lomba futsal bersamanya dan basket.

Tidak ada respon dari Nara membuat Hasna berdecak malas kemudian segera menarik tangan gadis itu untuk mencari tempat yang teduh.

Pertandingan dimulai dengan SMA Gemilang melawan SMA Ganesha. Sebuah awalan yang bagus untuk Dhimas karena berhasil memainkan bolanya dengan indah, mengopernya ke pemain lainnya dengan handal. Sudah tidak diragukan lagi jika laki-laki itu dinobatkan sebagai kapten futsal terbaik selama ini. Riuh tepuk tangan dan teriakan dari para suporter yang memberikan semangat untuk tim dari SMA Gemilang.

JUANARATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang