Hai, balik lagi sama aku. Maaf ya aku baru bisa update, soalnya aku lagi sakit dan ngedrop habis ekskul seminggu full.
Jangan lupa buat kasih vote ya, kritik dan sarannya kalo kalian menemukan typo yang menyesatkan.
Happy reading ❤️
•••••••••••••
Nara menatap sekeliling rumahnya dengan sendu. Ada rasa rindu yang menghujam hatinya dengan keras. Meluruhkan dinding kokoh yang Nara bangun untuk membatasi perasaannya yang kian berontak. Ke mana semua orang pergi? Mengapa hanya dirinya yang ditinggal sendiri?
Semuanya benar-benar sulit. Kakinya yang setiap hari melangkah dengan semangat, kini terganti langkah gontai diiringi tangisan pilu. Hidup sendiri dalam sepi, tanpa kerabat yang menemani. Tidak ada ponsel atau sesuatu yang bisa membuatnya untuk menghubungi orang tuanya.
Nara merutuki dirinya sendiri yang dulunya acuh dan kurang berbaur dengan orang lain. Ia tahu di mana rumah neneknya tetapi tidak memungkinkan baginya untuk pergi ke sana. Tempatnya yang jauh dan dirinya yang memang tidak tahu arah kecuali daerah sekitarnya saja, membuatnya benar-benar seperti orang asing dalam lingkungannya sendiri.
Sejak kecil hidup Nara hanya dihabiskan di dalam rumah saja. Teman yang ia punya hanyalah ketika sudah berada di sekolah, itupun hanya beberapa orang yang mau berteman dengannya. Sebenarnya apa yang salah dengannya? Mengapa dirinya dianggap sebagai gadis sialan? Yang selalu memberikan masalah bagi siapapun yang ada bersamanya.
Nara hanya ingin merasakan kebahagiaan. Nara ingin merasakan kehangatan dalam pelukan kedua orang tuanya. Mengucapkan kalimat-kalimat yang menenangkan dan membuatnya merasa terlindungi, bukan merasa seperti berada di dalam penjara suci. Namun, baru beberapa hari saja orang tuanya sudah benar-benar mencampakkannya.
Nara menghembuskan napasnya panjang. Menghapus air mata yang sudah lama memeluk kedua pipinya. Ia bergegas mengunci pintu rumahnya dan berangkat menuju sekolah.
Senyuman manis kembali diberikan Nara saat mulai mengayuh sepedanya. Hatinya boleh menjerit terluka, tetapi senyumnya akan terus mengembang. Batinnya boleh menangis tetapi kedua matanya harus tetap memberikan tatapan yang hangat dan ceria kepada semua orang.
Ini semua memang menyakitkan. Membohongi diri sendiri adalah hal sulit untuk dilakukan. Sekuat apapun Nara menghadapi ini semua tapi saat di rumah ia akan menumpahkan segalanya. Rasa sesak, pedih, dan gelisah bercampur menjadi satu membentuk sebuah kata menyakitkan.
Sepanjang perjalanan yang Nara pikirkan hanyalah bagaimana hari ini ia harus lebih ceria daripada sebelumnya. Bagaimana semua orang bisa melihat tidak ada perubahan dalam dirinya sama sekali. Yang mereka tahu hanyalah Nara seorang gadis cupu yang selalu tersenyum kepada siapapun yang memandangnya remeh.
Perjalanan Nara berakhir dan memarkirkan sepedanya di antara jejeran kendaraan roda dua yang ukurannya lebih besar dari sepedanya. Dengan gembira ia melangkahkan kakinya menuju kelas sambil bersenandung kecil.
"Hai Juan!" sapa Nara kepada Juan yang baru saja kembali dari toilet.
Juan meliriknya sekilas kemudian melanjutkan langkahnya.
Nara berdecak kemudian mengikuti langkah laki-laki itu walaupun ia tahu kelas mereka berdua tidak searah.
"Kamu udah sarapan belum?" tanya Nara. "Kalau belum mau sarapan bareng aku nggak?"
Juan mengeluarkan ponsel dan juga earphone dan memasangnya pada kedua telinganya, setelahnya ia memainkan ponselnya tanpa peduli dengan Nara.
"Hari ini mau belajar lagi nggak? Sekarang aku bisa belajar kapan aja loh, kalau mau pulang sore juga nggak papa kok. Kita 'kan biasanya cuma sampai jam 4 sore doang," ucap Nara.
KAMU SEDANG MEMBACA
JUANARA
Fiksi RemajaNara pikir pertemuannya dengan Juan akan mengubah hidupnya menjadi lebih baik. Namun, dugaannya ternyata salah. Hal itu justru membuatnya kembali terjebak dalam perasaanya sendiri. Hinaan, caci maki dan pengkhianatan kembali didapatnya. Bukan tanpa...