Happy Reading ❤️
••••••••••
"Sejatinya hal yang pertama kali dilihat dari sesuatu adalah tampilannya."
🌻🌻🌻
Nara menunduk malu saat semua pasang mata tertuju padanya. Ia sama sekali tidak berani mengangkat kepalanya walau hanya sekedar menatap lurus ke depan. Keadaan kelasnya masih normal, tapi bagi Nara suasananya sangat mencekam. Mereka semua menatapnya tajam sambil berbisik-bisik membicarakan dirinya.
Nara melirik ke arah meja guru yang kini sudah dipenuhi oleh tumpukan buku-buku tugas dari teman-temannya. Nara kemudian menatap buku latihannya yang masih kosong dan belum sedikitpun terkena tinta pulpennya. Ia belum mengerjakan tugas yang diberikan oleh gurunya.
"Nara," bisik Hasna sambil memberikan buku tugas kepadanya. "Kamu lihat punyaku aja daripada kelamaan."
Nara menatap buku tugas milik Hasna yang kini sudah lengkap dengan jawaban dari beberapa soal di papan tulis. Mengapa ia tidak bisa fokus saat ini? Ia benar-benar tidak bisa mencerna materi pelajaran hanya karena tatapan yang diberikan oleh satu kelas kepadanya. Yang membuat Nara bertanya-tanya adalah, apakah ada yang salah dari dirinya?
Nara bergegas menyalin tugas dari buku latihan Hasna dan memindahkannya ke dalam buku latihannya sebelum buku-buku tersebut dikumpulkan ke kantor. Nara berharap kali ini ia tidak terkena masalah lagi seperti dengan Mrs. Lusiana kemarin hari.
"Habis nyusahin Arneska gantian nyusahin Dhimas. Bisa-bisanya dia nggak punya malu!" celetuk salah satu siswi yang duduk di belakang bangku Nara.
Nara menghentikan tangannya yang sedang menulis untuk beberapa saat dan ia tidak menoleh. Kini yang ia dengar hanyalah sebuah olok-olok yang diberikan oleh teman-temannya. Hasna yang duduk di sampingnya memilih untuk menenangkan Nara dan memberikan semangat kepada gadis itu.
"Udah, Ra. Kamu nulis lagi aja, mereka semua nggak usah didengerin," ujarnya pelan.
Nara menghembuskan napasnya berat sambil mengangguk. Ia kemudian kembali melanjutkan menulis.
"Dulu waktu pertama kali dia daftar sekolah, pihak sekolah kok bisa ya masukin dia? Bukannya ini 'kan sekolah elite?"
"Iya. Lagian kalo dia masuk lewat jalur prestasi biasanya 'kan masuk asrama."
"Tapi dia? Punya prestasi aja nggak, keluarganya juga biasa aja, bisa-bisanya dia jadi siswa unggulan."
"Biasalah, dia 'kan tukang caper sama semua guru. Mungkin dulunya kepala sekolah dibujuk mati-matian sama dia kalo nggak sama orang tuanya buat masukin dia di sekolah ini, udah gitu kelas unggulan lagi!" Setelah bibir seorang gadis berhenti mengucapkan kalimat itu satu kelas menertawai Nara.
"Emang orang tuanya kerja apa, sih?" tanya salah satu di antara mereka.
"Nyokapnya cuma guru honorer sih, kalau bokapnya supir angkot," jawab cowok yang duduk di pojok kelas sambil bermain ponsel.
Mereka semua mendecih sambil menatap Nara remeh. Bisik-bisik mulai terdengar di antara mereka semua. Nara yang mendengar semua itu hanya bisa menahan gejolak di dalam hatinya dan berusaha untuk tetap tegar.
"Udah miskin kerjaannya nyusahin orang lain!"
Hal yang tak sepantasnya dikatakan itu kini sudah menyakiti hati Nara. Itulah keseharian mereka semua. Mereka akan mengolok-olok Nara atau mencari kesalahan gadis itu untuk bisa dijadikannya sebagai bahan obrolan mereka yang berujung pada sakit hati yang dirasakan oleh Nara.
KAMU SEDANG MEMBACA
JUANARA
Novela JuvenilNara pikir pertemuannya dengan Juan akan mengubah hidupnya menjadi lebih baik. Namun, dugaannya ternyata salah. Hal itu justru membuatnya kembali terjebak dalam perasaanya sendiri. Hinaan, caci maki dan pengkhianatan kembali didapatnya. Bukan tanpa...