Happy reading ❤️
••••••••••••••
Nara bersenandung kecil sambil berjalan menuju kelasnya. Wajahnya yang ceria seolah menggambarkan hatinya yang sedang berbunga-bunga. Jelas saja masih terbayang bagaimana saat Juan memberikannya jam tangan milik laki-laki itu untuk kemudian menggenggam tangannya.
Nara merasakan suatu hal yang baru. Sesuatu yang belum pernah ia rasakan sebelumnya. Ia ingin berteriak, menari-nari di tengah ramainya siswa yang sedang berolahraga di tengah lapangan. Ia ingin dua buah sayap tumbuh dan menerbangkannya setinggi langit. Nara tidak ingin berhenti untuk menari dan terbang di angkasa. Menikmati indahnya dunia baru yang ia rasakan.
Sungguh hari ini tidak akan pernah terlupakan. Tujuh belas September adalah tanggal yang tidak pernah terhapus dari memorinya. Kenangan ini akan selalu Nara simpan baik-baik selamanya. Tidak akan pernah terlupa.
"Wah, wah, wah. Kayaknya ada yang lagi seneng banget hari ini."
Nara tersenyum kepada Hasna kemudian duduk di bangkunya dengan nyaman. Ia mengangguk singkat dan tidak bisa menyembunyikan kebahagiaannya tanpa berbagi cerita dengan gadis itu.
"Nanti malam aku nginep di rumah kamu boleh, Na?" tanya Nara.
Hasna mengangguk semangat. Sisa selai cokelat yang ada di bibir gadis itu sampai berceceran di meja. "Boleh. Boleh banget, Ra."
"Oke." Nara kemudian mengambil buku paket biologi di dalam laci dan mulai mempelajari materinya.
"Kamu jangan ganggu aku ya, aku mau belajar serius ini, Na." Nara mulai membolak-balikkan halaman yang belum dipelajarinya.
Hasna memunguti beberapa selai cokelat yang mengotori mejanya dan mengelapnya menggunakan tissue basah. Ia menatap Nara dengan alis yang bertaut, kemudian beralih menatap jam dinding. Masih tersisa sepuluh menit sebelum mata pelajaran pertama dimulai.
"Biasanya jam segini ngajakin ke kantin buat beli roti. Kenapa sekarang udah mulai jadi anak ambis?" tanya Hasna.
Nara menggeleng pelan. "Nggak papa, lagi pengen aja, lagian kita juga udah kelas XII, sebentar lagi lulus."
Hasna mengedikkan bahunya acuh. Ia menatap pergelangan tangan Nara yang terdapat sebuah jam hitam melingkar di sana. Sebelumnya ia tidak pernah melihat gadis itu memakai jam ataupun aksesoris lainnya.
"Punya siapa? Punya kamu?" tanya Hasna sambil menyentuh jam tangan tersebut.
Nara menarik tangannya dari Hasna. "Eh, jangan pegang-pegang."
"Pelit banget, aku 'kan cuma tanya, Ra."
"Ini tuh dari Juan, katanya nggak boleh rusak, nggak boleh hilang, nggak boleh jatuh, nggak boleh dijual."
Hasna memutar bola matanya malas tetapi tidak menghilangkan rasa terkejutnya karena ucapan gadis itu. "Punya Juan? Kok bisa ada di kamu?"
"Heleh! Banyak halunya jadi cewek!" celetuk Putri tiba-tiba.
Nara dan Hasna sontak menoleh ke belakang dan mendapati Putri dan Salsa yang sedang duduk di bangku mereka sambil menatapnya sinis.
"Cewek miskin kayak lo mana mampu beli jam kayak gitu? Beli buku paket aja masih ngutang di koperasi," ucap Salsa.
Hasna yang duduk di samping Nara langsung membalikkan badan Nara dan mengelus punggungnya agar sabar. Salsa dan Putri memang seperti itu, mereka berdua belum jera walaupun sudah diberikan hukuman skorsing selama 3 hari.
"Orang yang hobinya cari muka di depan orang lain emang nggak pantes buat hidup tenang di sekolah ini. SMA Gemilang yang isinya anak konglomerat lebih bermartabat daripada anak supir angkot kayak lo, Dianara yang manis!" sinis Putri.
KAMU SEDANG MEMBACA
JUANARA
Teen FictionNara pikir pertemuannya dengan Juan akan mengubah hidupnya menjadi lebih baik. Namun, dugaannya ternyata salah. Hal itu justru membuatnya kembali terjebak dalam perasaanya sendiri. Hinaan, caci maki dan pengkhianatan kembali didapatnya. Bukan tanpa...