Jejak #12

3 0 0
                                    

Hari minggu esoknya, Anna pergi menemani Mbak-nya berbelanja di sebuah pasar kain besar di kotanya. Mbak-nya itu akan menikah, dan dia meminta Anna menjadi penasihat mode untuk baju pengantinnya. Jadilah sejak pagi mereka bertualang dari kios ke kios untuk mencari bahan yang tepat dengan harga yang sesuai pula.

Namun ketika sudah hampir tengah hari, Anna tak sengaja terpisah dari Mbak-nya dan tersesat. Setelah saling kontak, keduanya setuju bahwa lebih baik Anna keluar saja dari area pasar dan menunggu di suatu tempat.

Setelah berhasil keluar dari area pasar, Anna celingukan mencari penjual minuman dimana dia bisa duduk menunggu sambil minum minuman dingin. Tapi yang ditemukannya malah Agung yang juga sedang celingukan dengan wajah serius seperti mencari sesuatu dan nafas terengah-engah. Anna jadi penasaran, dan memutuskan untuk menghampiri Agung.

"Hai Gung!!" sapa Anna sambil menepuk pundak Agung.

Tapi yang tidak diduga Anna adalah, ternyata Agung kaget sekali dan spontan melayangkan tinjunya pada Anna. Untung cewek itu cukup gesit sehingga dapat menghindarinya. Keduanya saling bertatapan dengan kaget selama beberapa saat sebelum cowok itu minta maaf.

"Maaf Na ... aku nggak bermaksud mukul kok. Beneran. Kukira kau orang lain," katanya dengan sangat menyesal.

Anna yang masih kaget perlu waktu beberapa saat kemudian untuk menjawab, "Iya, aku juga salah kok karena udah nyapa tiba-tiba ..."

Melihat wajah Anna yang masih kaget itu membuat Agung jadi merasa sangat bersalah dan mengajak cewek itu ke kedai makanan terdekat yang dilihatnya. Setelah menenggak setengah dari jus jeruk dinginnya, barulah Anna terlihat betul-betul lega.

"Makasih Gung," kata Anna. "Kukira aku bakal beneran kena tonjok. Mukamu seram banget tadi."

"Iya, aku beneran minta maaf ya. Tadi aku lagi ngejar salah para anggota geng yang suka gangguin anak-anak sekolah kita itu soalnya, dan emang beneran ada yang berusaha memukulku, jadinya tadi refleks."

"Ngapain kau ngejar-ngejar mereka segala?"

"Itu syarat dari ketua geng itu biar dia mau menjamin anak-anak sekolah kita gak digangguin lagi."

"Kenapa? Kok gitu negosiasinya? Berat di kalian dong jadinya."

"Soalnya kami ngejual fakta bahwa anggota-anggota geng itu rupanya ngedarin ganja sebagai alat negosiasi, makanya ketua geng itu mau nerima syarat kami, sebab di geng itu make narkoba gak masalah, tapi haram buat ngedarin. Nangkapin para anggota yang ngedarin narkoba adalah syarat dari si ketua geng itu. Eh...," Agung menatap Anna dengan curiga. "Kok kau nggak kaget aku cerita gini?"

"Daniel dan Eri udah pernah cerita juga sebelumnya, waktu ada gosipku sama Mika kemarin. Lagian kau amat telat nyadarnya, udah cerita sebanyak itu pula. Gimana bisa jadi intel kalo gitu caranya?"

Agung langsung nyengir sambil terkekeh malu. Lalu terdengar suara hp cowok itu berdering dan diangkatnya. Setelah bicara selama beberapa saat dengan si penelepon, Agung menutup pembicaraan itu kemudian berpamitan dengan Anna.

"Na, aku pergi duluan ya. Kata Daniel ada yang udah berhasil tertangkap, jadi kami mau nyeret anak itu ke hadapan bosnya."

"Oh, Daniel ikutan ngejar?"

"Iya lah, kan malah dia yang tahu banget gimana cara ngadapin anak-anak geng itu. Dia bawa pasukannya malah, bawahan-bawahannya sejak masih gabung di geng. Udah kayak bos mafia muda aja dia."

Anna tertawa mendengarnya. "Aku jadi pengen liat. Gimana tampang para bawahannya itu? Masih serem-serem nggak?"

"Nggak, udah biasa aja tuh. Katanya karena Daniel gak suka penampilan mereka yang kayak preman gak tau aturan, jadi semuanya pada berusaha tampil dengan rapi dan layak, malah ada yang lumayan stylish," Agung lalu menyerahkan selembar uang 50 ribu pada Anna. "Nih, ntar bayar sendiri aja, aku yang traktir."

Jejak KenanganTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang