Jejak #8

6 0 0
                                    

Besoknya, Anna terus melamun dan tidak dapat berkonsentrasi sepanjang jam pelajaran pertama hingga keempat sampai-sampai Revi harus mengingatkannya untuk menjawab absen, membuka buku pelajaran, mengerjakan tugas, bahkan memberitahu bahwa jam istirahat pertama telah tiba.

"Lho? Udah jam istirahat ya?" tanya Anna linglung sambil celingukan. "Kok rasanya capat banget waktu berlalu."

Revi mengerutkan kening melihatnya. "Iyalah, dari tadi kau sama sekali nggak nyimak pelajaran," jawabnya dengan nada mencela, lalu dia balik bertanya dengan nada agak khawatir, "Ada apa Na? Tumben kau melamun di kelas. Lagi sakit?"

"Nggak kok," Anna menggeleng. "Cuma lagi banyak pikiran."

"Apa ada hubungannya sama Daniel?"

"Kenapa kau mikir gitu?"

"Karena beberapa kali kuliat kau dan Dani barengan sama dia. Ekspresi kalian keliatan serius, jadi kukira ada sesuatu. Apalagi Dani kan benci banget sama cowok itu."

"Oh bukan kok," Anna terkekeh. "Kami memang ada urusan sama Daniel, tapi udah kelar. Yang sekarang ceritanya beda lagi."

"Emang yang sekarang ceritanya tentang apa?" Tahu-tahu Dani muncul. Anna menoleh padanya.

"Soal orangtuaku, yaah gitulah," Anna nyengir, memberi isyarat 'tolong jangan tanya-tanya lagi' pada Dani dan Revi. Keduanya paham lalu mengubah topik pembicaraan.

"Ya udah, kita pergi jajan yuk," ajak Dani pada Anna dan Revi.

"Oke, yuk," Revi setuju untuk ikut.

"Sori, kalian aja yang pergi, aku lagi mager," Anna menolak, lalu melipat tangannya di atas meja dan membaringkan kepalanya di sana. "Tapi aku titip susu stroberi sama donat tiga biji yaa," tambahnya sambil nyengir lebar.

"Lagi banyak pikiran dan nggak bisa konsentrasi belajar tapi urusan makan jalan terus ya," ledek Revi.

"Oh itu udah pasti, makan kan bukan hal yang harus dilakukan sambil mikir. Malah kita harus makan biar bisa mikir terus!" balas Anna sambil tertawa dan dibalas dengan cibiran oleh Revi dan Dani.

Anna mengangkat kepalanya sedikit lalu menyangganya dengan tangan ketika melihat kedua orang itu keluar dari kelas. Dan saat dia mengedarkan pandangannya ke penjuru kelas yang hanya setengah terisi, tatapannya bertemu pandang dengan Daniel yang ternyata sedang melihat ke arahnya. Anna lalu melambaikan tangannya sambil tersenyum untuk menyapa cowok itu.Tapi sebelum Daniel sempat bereaksi terhadap sapaan Anna, Agung mendatanginya dan mengajaknya bicara, kemungkinan perihal rencana negosiasi dengan ketua geng itu. Anna tersenyum maklum melihatnya lalu mengubah posisi duduknya jadi bersandar di kursi dengan kepala menengadah ke atas menatap langit-langit kelas.

Tentu saja Anna bohong soal orangtuanya itu, karena yang sebenarnya memenuhi kepalanya adalah apa yang dilihatnya setelah menguping pertengkaran seniornya kemarin. Benda mirip teh hijau kering itu. Iya, cimeng alias ganja alias mariyuana, yang sudah dikemas berbentuk rokok.

Anna tidak senaif itu. Sudah pasti dia pernah dengar desas-desus perihal keberadaan dan peredaran rokok ganja di kalangan pelajar di sekolahnya, bahkan ada salah satu teman sekelasnya di kelas sepuluh dulu ngaku sering merokok ganja. Tapi memang baru kali ini dia melihat wujud bendanya langsung, dan sejujurnya itu membuatnya agak syok. Perasaannya mirip dengan ketika dia akhirnya bisa bertemu langsung dengan artis favoritnya, perasaan tak percaya yang membuatnya terpana. Hanya saja kali ini perasaan itu adalah perasaan negatif alih-alih perasaan positif.

Kemarin saking kagetnya, Anna langsung membuang rokok-rokok itu ke selokan, dan bersusah payah berusaha bersikap biasa ketika kembali ke dalam restoran dan berpura-pura habis dari toilet. Sekarang setelah dipikirnya lagi, apa tindakannya itu termasuk dalam kategori memusnahkan batang bukti ya? Tapi dia juga tidak bermaksud melaporkan soal itu ke polisi sih kerena jelas-jelas cuma bikin repot dan yang paling penting, itu sama sekali bukan urusannya.

Jejak KenanganTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang