Epilog

2 0 0
                                    

Tanpa sepengetahuan Anna, sebenarnya Rissa menyiarkan percakapan mereka berdua itu lewat sambungan telepon kepada Dani, Daniel, dan Mika dari ponsel Rissa ke ponsel Mika yang disetel loudspeaker. Mereka mendengarkan dari balik pintu UKS, tujuannya biar semua langsung tahu kondisinya di saat yang bersamaan tanpa perlu diceritakan berkali-kali lagi. Tapi Rissa ingin menceritakannya secara langsung hanya ke Anna karena aslinya ini memang urusan di antara mereka berdua saja.

Setelah cerita Rissa kira-kira selesai, Mika memutuskan sambungan telepon, lalu terkekeh pada Daniel. "Hati-hati Dan dengan kemunculan mendadak potensi saingan yang kuat."

"Haah?!" Daniel mendelik pada Mika, tapi Dani ikut menimpali.

"Benar kata Mika. Okelah, terserah aja kalau kau mau deketin Anna selama kau gak bikin dia terlibat masalah. Tapi kalau boleh jujur sih, aku lebih suka cowok baik-baik kayak Rissa daripada preman berkedok tobat macam kau," katanya sambil terkikik geli.

Daniel berdecak kesal. "Aku nggak akan gagal cuma gara-gara hal kayak gini. Lagian aku nggak melihat Rissa punya perasaan khusus ke Anna, maupun sebaliknya."

"Sekarang sih memang belum, tapi kan nggak ada yang tahu masa depan bakal gimana. Makanya tadi kubilang hati-hati," kata Mika.

"Apalagi momen-momen kayak gini punya potensi besar sebagai penyambung tali silaturrahmi. Sekarang baru begini doang, tapi lama-lama makin dekat, makin dekat, makin dekat, dan maakin dekaatt..." tambah Dani memanas-manasi, lalu dia dan Mika kompak menertawakan Daniel hingga terbahak-bahak.

Daniel keki sekali mendengarnya. Walaupun dia sadar kalau dua orang itu hanya mengganggunya, tapi hatinya tetap terasa panas. Akhirnya dia memutuskan untuk langsung masuk saja ke dalam UKS, diikuti oleh Dani dan Mika yang masih tertawa.

"Lho, halo Dan!" Sapa Anna dengan riang begitu melihat Daniel. "Rupanya Rissa lho orang yang kita cariin selama ini! Udah tau belum?"

"Iya, udah kok," Walaupun tadi Daniel sudah merasa ingin menendang sesuatu, tapi kekesalannya langsung lenyap melihat Anna yang menyapanya dengan riang begitu. "Tadi Mika yang ngasitau. Selain itu hasil penyelidikan tulisan tangan juga sukses, itu memang tulisan tangan Rissa."

"Oh ya?! Mana??"

Daniel menunjukkan foto yang dikirim anak buahnya tadi pada Anna, yang terlihat kagum sekali dengan hal itu. "Uwaa ... hebaatt!! Rupanya kita sukses juga!!!" Anna tertawa senang melihatnya. "Jadi nih kita makan-makan!"

"Sebenarnya kami dapat petunjuk dadakan juga dari Bu Endang," kata Dani sambil duduk di samping Anna. "Tadi kami nggak sengaja ketemu dia, dan rupanya dia juga ngeliat si Rissa bawa-bawa payungmu ini hari sabtu itu. Ibu itu juga gak ngenalin Rissa, tapi dia ngeliat mobil Rissa dengan jelas, jadi kami bisa ngecek dari data punya sekuriti." Dia lalu mendelik ke Rissa. "Kau ini nyusahin aja," omelnya.

"Soriiii," Rissa meringis. "Aku beneran gak sengaja. Aku malah gak nyangka ada yang cukup peduli buat mengingatku waktu itu."

"Gara-gara payungnya nih," kata Dani. "Kau beli payung ini di mana sih Na?"

"Di mini market dekat rumah," Anna nyengir. "Aku suka payungnya, biarpun mamaku ngomel-ngomel waktu aku ngotot minta dibeliin payung itu, katanya motifnya jelek banget. Tapi aku guling-guling di lantai toko jadi akhirnya dibeliin juga, hahahaha ...!!!"

"Parah."

"Eh, tapi kan berkat motifnya juga kita jadi lebih mudah dapat petunjuk, soalnya orang pada ingat sama payungnya!"

"Justru karena orang pada ingat sama payungnya kita semua jadi repot!"

"Ya udahlah, yang penting kan udah kelar sekarang. Tinggal makan-makannya ... oh iya!" Anna kembali menoleh ke Rissa. "Ris, kok kau bisa tau sih tempat dudukku di mana? Padahal hari jumatnya sebelum pulang sekolah kami baru rolling tempat duduk lho. Bahkan kami sekelas baru duduk di tempat yang baru pas hari senin."

Jejak KenanganTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang