tiga perempat ketidakyakinan

147 39 386
                                    

Setelah perkara kemacetan dan mereka berhasil masuk TV, kini keduanya melanjutkan sesi pengangkatan harga diri masing-masing

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Setelah perkara kemacetan dan mereka berhasil masuk TV, kini keduanya melanjutkan sesi pengangkatan harga diri masing-masing. Haekal menceritakan pekerjaannya walau Erza tak merespons, begitu juga Erza yang berkali-kali mengeluhkan kesibukannya dan hanya mendapatkan dehaman oleh Haekal.

"Apaan lo ngintip-ngintip!"

"Loh, elo-nya yang ngasih."

"Haish!" Erza segera memutar badan seraya mematikan layar HP bermerek X yang sudah ternodai oleh mata nakal Haekal. Dia panik satu perempat mati. Bukan karena apa yang dibukanya, tapi takut ketahuan menggunakan HP bermerk ....

"Eksekutif muda ternyata pake merek X juga, ya?" Haekal tertawa meremehkan.

"Ini HP kerja! Yang merk apel masih di ...." Tiba-tiba HP haekal berbunyi. Erza setengah kesal karena gagal berdalih di depan Haekal, setengahnya lagi bersyukur karena yang menelepon adalah Rudi, teman satu indekosnya. Muncullah sebuah ide cemerlang dari otak Erza kali ini. "Halo, dengan saya sendiri."

"Eh, Panuking! Gue lagi di depan kamar kos lo, lo di mana?"

"Oh, iya, masalah anunya itu sudah beres? Oke, oke. Kalau begitu kamu tinggal urus yang satu lagi. Iya, nanti tinggal hubungi saya."

"Apaan, sih? Gue mau nagih utang, Woy! Katanya lo mau balikin hari Selasa? Ini udah hari ...."

"Oh, ya sudah kalau begitu. Terima kasih, ya, Pak Rudi." Tanpa peduli ucapan Rudi, Erza segera menutup teleponnya.

Sementara itu, Haekal ternyata sama sekali tak peduli dengan obrolan telepon Erza dan malah terfokus pada seorang wanita yang tengah duduk manis di terminal bus. Letaknya cukup jauh, tapi mata buaya Haekal sudah mampu mengidentifikasinya. Ada yang menonjol dari penampilan gadis itu, yakni rambut panjangnya yang dibiarkan terurai. Itu mengingatkan Haekal terhadap salah satu kasih tak sampai yang paling diingatnya semasa sekolah.

"Bang, kita bakal turun di terminal ini, kan?" Teriakan Haekal yang terdengar panik itu membuat seisi bus menoleh padanya. Namun, dia sama sekali tak terusik dengan itu. Yang ada di pikirannya sekarang hanyalah perempuan cantik di terminal.

"Ya ...."

Lega mendengar jawaban dari sopir bus, Haekal menampilkan senyuman cerah di bibirnya. Tiba-tiba saja wajah Della terbayang di benaknya. Kibasan rambut Della selalu berhasil membuat Haekal sesak napas seketika, belum lagi lekukan tubuhnya yang tampak cocok memakai pakaian apa saja. Keindahan Della terlalu sulit dilupakan, tapi sekarang Haekal yakin bisa melakukannya. Perempuan di terminal itu ... Haekal melihat masa depannya di sana!

Setelah turun dari bus, Haekal berniat menghampiri perempuan yang dilihatnya tadi. Dia tak peduli dengan keluhan Erza maupun penumpang lain yang menjadi korban ketidaksabarannya saat keluar dari bus. Haekal ingin menemukan masa depannya sekarang juga!

Sayangnya, perempuan itu tak lagi ada di tempat yang tadi dilihat Haekal. Gue selalu kurang cepet! umpatnya. Semasa remaja sampai sekarang, yang menjadi alasan para cewek menolaknya memang itu-itu saja. Kalau bukan karena ingin fokus belajar atau fokus bekerja, pasti karena si cewek sudah punya pacar. Dari sanalah Haekal merasa bahwa dirinya kurang cepat. Padahal, andai saja Haekal bisa mengintrospeksi diri, seharusnya dia tahu apa alasan yang sebenarnya.

WDT Academy Ramadhan [ Belphegor Group ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang