delapan barisan

75 35 310
                                    

Sore ini Erza diminta ibunya untuk berburu takjil di depan gang

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Sore ini Erza diminta ibunya untuk berburu takjil di depan gang. Lelaki itu dengan semangat menyusuri jalanan desa ditemani sandal merk Eiger kebanggaannya. Sandal yang ditukar di masjid tempo lalu. Erza berharap tidak akan bertemu dengan Haekal lagi. Bosan dengan tampang Haekal yang sok keren itu. Hanya perlu waktu lima menit, Erza sudah sampai di depan gang. Lelaki itu menajamkan penglihatannya, mencari kedai dengan tulisan 'Takjil Gratis' ataupun 'Bagi-bagi Takjil'. Mata Erza berbinar ketika melihat kedai yang ia cari-cari. Ia  berlari kecil menghampiri kedai tersebut. Saking fokusnya dengan tulisan 'Takjil Gratis' Erza pun tidak dapat mengendalikan diri. Ia menabrak meja kedai tersebut. Sampai takjilnya pun jatuh berserakan.

Erza menahan sekuat tenaga agar kata umpatan tidak keluar dari mulutnya. Ia memegangi perut yang terasa nyeri akibat berciuman dengan meja.

"Loh, Mas? Hati-hati, dong! Takjilnya jadi jatuh semua, kan!" bentar seorang wanita penjaga kedai itu.

Erza meringis. "Maaf, Mbak. Saya tadi buru-buru." buru-buru pengin dapet takjil gratis maksudnya.

Erza memilih membantu wanita tersebut untuk mengambil takjil yang berjatuhan. Kenapa, sih, Erza selalu apes?

"Gayanya aja sok jadi jutawan, eh taunya suka mungutin takjil gratis," celetuk Haekal yang sedari tadi memperhatikan Erza. Lelaki itu bersidekap dan tampak meremehkan Erza. Sebenarnya Haekal juga ingin meminta takjil gratis, sekalian pedekate dengan penjaga kedainya.

Erza berdiri, mencari alasan secepat mungkin untuk membalas perkataan Haekal. Ia tidak boleh kalah. Bisa-bisa harga dirinya jatuh di depan lelaki itu. Tidak bisa dibiarkan begitu saja!

"Emang gue jutawan, emangnya lu pengangguran!" sentak Erza tak mau kalah.

Haekal berdecih, lantas menjawab, "mana ada jutawan mungutin takjil gratis?"

"Gue nggak mungut. Gue tadi cuma bantuin Mbaknya." Erza mencoba untuk membalas Haekal. "Lah lu ngapain di sini? Mau minta takjil gratis? Dasar nggak modal! Nggak usah sok mau jadi jodohnya Dhea, deh. Nanti dia mau lu kasih makan apa? Takjil gratis? Makan setahun sekali?" Erza menggelengkan kepalanya. Sekarang giliran dia yang bersedekap.

"Mas, ini takjilnya tinggal satu," ucap seorang wanita penjaga kedai tersebut.

Erza dan Haekal sontak menoleh, menghentikan perdebatan mereka yang sama sekali tidak penting. Erza mulai cemas, kalau takjilnya tinggal satu dan diambil oleh Haekal bagaimana nasibnya? Ia harus mencari takjil gratis di mana?

Kalau diambil gengsi, kalau nggak diambil mati, batin Erza frustasi.

Sementara itu, Haekal masih belum bisa berpaling. Matanya masih setia menatap wanita penjaga kedai takjil itu. Menurut Haekal, wanita itu cukup cantik. Cocoklah dengannya yang cukup tampan--kalau dunia hanya menyisakan satu laki-laki, yaitu Haekal. Pastilah ia yang paling tampan, kan?

Kali ini Haekal harus gerak cepat. "Mbak, boleh minta nomornya, nggak?" tanya Haekal secara spontan. Membuat Erza yang sedari tadi memikirkan nasibnya pun menoleh.

"Boleh, Mas," jawab Wanita tersebut dengan enteng.

Benarkah? Apakah Haekal tidak akan menjadi jomblo lagi? Haekal dengan cepat mengeluarkan ponsel berlogo apelnya.

Wanita tersebut memberikan kertas kecil bertuliskan beberapa digit angka. Dengan penuh semangat, Haekal menyalinnya. Namun, tiba-tiba dahinya mengerut. "Loh, Mbak? Ini nomornya kok cuma sepuluh digit? Nggak salah, nih?" tanya Haekal. Perasaannya mulai tak karuan.

"Nggak, Mas. Bener, kok, itu. Kalau hari ini dapat diskon sepuluh persen, ya," jawab Wanita tersebut sambil tersenyum manis. Membuat Haekal semakin terpesona.

Sebentar, dapat diskon? Maksudnya apa?

"Dapat diskon apa, Mbak?" Haekal kembali bertanya.

Wanita tersebut ikut kebingungan. "Masnya mau gunain jasa sedot wc, kan?"

Pupus sudah harapan Haekal untuk melepas gelar jomblo ngenesnya. Niatnya mau minta nomor ponsel, eh, malah dapat nomor sedot wc. Ia mendadak lemah lesu. Mengusap wajahnya gusar. Demi apapun Haekal ingin punya gandengan! Kenapa tidak bisa, sih?

Erza pun tertawa puas, sampai-sampai matanya berair. "Jomblo ngenes! Pulang aja lu sana!" usir Erza masih dengan tawa yang sangat keras.

Haekal sudah tidak bersemangat lagi, biarlah takjil gratis tersebut diambil oleh Erza. Haekal memperhatikan sekeliling, mencari lagi kesempatan yang mungkin datang kepadanya. Siapa tau ada wanita yang tiba-tiba menghampirinya dan mengajaknya kencan. Pandangannya berhenti kepada seorang wanita cantik yang sedang membawa banyak kantong plastik berisi takjil. Haekal dengan cepat memanggil wanita tersebut. "Dhea!" Lelaki itu pun berlari secepat mungkin menghampiri Si Kembang Desa.

Erza yang memilih untuk mengambil takjil gratis pun menoleh ketika mendengar Haekal menyebut nama Dhea. Erza melongo, sungguh Dhea adalah wanita yang paling cantik menurutnya. Julukan Kembang Desa memang sangat cocok untuk wanita itu. Tanpa sadar, takjil yang ia bawa jatuh, karena Erza tenggelam ke dalam fiksi yang ia ciptakan sendiri. Ia hanya fokus menatap Dhea dan sama sekali tidak memperhatikan takjil gratisnya yang sudah ludes diinjak oleh orang-orang yang berlalu lalang.

Dari kejauhan Haekal tampak berbincang dnegan Dhea. Tak mau kalah dengan Haekal, Erza pun ikut menghampiri Dhea. Bodo amat apakah yang akan ia makan nanti saat berbuka, yang penting sekarang anak Pak Lurah dulu!

"Dhea, kamu habis beli takjil, ya? Mau aku bantu bawain, nggak?" tawar Erza dengan cepat.

Haekal yang merasa terganggu dengan kehadiran Erza ikut menimpali. "Aku bantuin aja, ya, Dhe? Kalau kamu minta tolong sama Erza nanti takjil kamu malah dibawa kabur. Soalnya dia nggak punya uang buat beli takjil. Dia cuma modus mau bantuin kamu," tuduh Haekal.

"Nggak, Dhe! Haekal itu jomblo suka fitnah. Aku ikhlas bantuin kamu, kok," celetuk Erza tak mau kalah. Enak saja Haekal mempermalukannya di depan gebetan.

Dhea masih memperlihatkan senyum manisnya. Membuat kedua lelaki yang sedang memandangnya terhanyut dalam fantasinya masing-masing. "Nggak usah, aku bawa sendiri aja," tolak Dhea dengan lembut.

"Nggak papa, Dhe. Sama aku aja, kita naik motor, ya? Kalau sama Erza jalan kaki, dia kan jutawan abal-abal, nanti kamu capek gimana?" Haekal kembali merayu Dhea. Membuat Erza ingin muntah di tempat.

"Motor gue lagi diservis biar mulus, nggak kayak tampang lo! Geradakan kayak jalan desa!" Erza mulai menyombongkan diri. Padahal sebenarnya ia tidak punya motor, hanya punya spionnya saja. Hitung-hitung menyicil untuk membeli motor. Jadi ia membeli spionnya dulu.

"Udah, jangan berantem. Aku pulang sendiri aja. Lagian nggak terlalu jauh," ucap Dhea. Setelah itu berlalu meninggalkan kedua lelaki dengan gengsi selangit itu.

Tak ingin menyerah begitu saja, Erza mengikuti Dhea dari belakang seperti bodyguard. Haekal pun ikut menyusul. Pertikaian mereka masih berlanjut hingga mereka pun sampai di rumah. Erza baru ingat tujuan utamanya adalah untuk berburu takjil gratis, dan sekarang ia pulang dengan tangan kosong. Benar-benar sial. Sementara Haekal merenungi nasibnya yang masih memegang gelar jomblo ngenes.

 Sementara Haekal merenungi nasibnya yang masih memegang gelar jomblo ngenes

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Haeee ...
Kangen kah kalian sama Klan Belphegor?
Pasti dong! Kita, 'kan emang ngangenin.

WDT Academy Ramadhan [ Belphegor Group ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang