duapuluh lima

21 5 0
                                    

Haekal berhenti sejenak di depan pintu rumahnya setelah Adinda sudah lebih dulu masuk dan berteriak meneriakkan nama Sang Ibu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Haekal berhenti sejenak di depan pintu rumahnya setelah Adinda sudah lebih dulu masuk dan berteriak meneriakkan nama Sang Ibu. Haekal sedang menyiapkan mental, dirinya sudah kepalang basah ketahuan oleh Adinda, sekalian saja dia menyeburkan diri dan mengakui semua kebohongannya selama ini.

Haekal sudah melangkah menuju ke dalam rumah dan mendapati Arum sudah menunggunya dengan raut wajah bertanya-tanya dan tidak percaya.

"Benar yang adik kamu katakan itu, Kal?" tanya Arum.

Sekali lagi, Haekal menghembuskan napas berat. Lalu, dia mengangguk. "Haekal bisa jelasin, Bu."

"Kenapa harus bohong, sih, Kal? Ghea Indrawari itu artis papan atas begitu, Ibu udah seneng padahal kalau dia bisa jadi menantu Ibu," ucap Arum dengan dengan nada suara pasrah dan kecewa.

"Nah itu, Bu. Awalnya Haekal tidak bermaksud bohong, terus Adinda seneng lihat foto Haekal dengan Ghea Indrawari, Ibu juga seneng banget. Jadinya, ya udah begitu," ucap Haekal masih dengan alibinya, karena alasan sebenarnya dia tidak ingin diberi julukan sad boy.

"Kamu ngibulin Ibu sama Adinda kalau begitu, Kal!" ujar Arum tidak habis pikir.

Baiklah. Mungkin ini saatnya Haekal berterus terang. Kembali menghela napas dan mulai merancang kata demi kata di otaknya. Mulailah Haekal berterus terang dengan semua kebohongannya. "Haekal gak bermaksud ngibulin Ibu sama Adinda, justru malah kepengen Ibu sama Adinda itu seneng. Sebenarnya Haekal juga capek, Bu, dikatai sad boy terus. Kalau Haekal punya pacar, apalagi artis kaya Ghea Indrawari, kan, pasti banyak yang segan sama Haekal. Apalagi, Haekal abis ngerantau dari ibu kota." Akhirnya, setelah sekian lama semua hal yang ia tutupi terbongkar dari mulutnya sendiri di hadapan Arum dan Adinda.

Haekal tengah menunduk menanti jawaban Arum, yang entah mengapa lama sekali belum menjawab pernyataan Haekal di atas.

"Mas Haekal!" Bukannya Sang Ibu yang merespons, justru Adinda yang memanggilnya. "Adinda mau pinjam hp Mas sebentar."

Haekal yang masih terbeban hati dan pikiran karena Arum yang belum juga membuka suara. Tanpa curiga, dia memberikan hp-nya ke Adinda.

Tut. Tut.

Saat suara nada sambung itu terdengar, barulah Haekal tersadar kalau Adinda saat ini tengah menghubungi nomor Ghea—yang nyatanya itu nomor Erza.

"Halo! Apaan, sih, Kal! Gue lagi disidang sama Emak ini. Elu mah gak tau diri telpon-telpon. Tuh, kan, Bu Dewi udah mulai marah-marah ini. Udah, bye!"

Seketika itu pula, Haekal menghela napas dengan bahu yang merosot. Dia benar-benar sudah kecebur sekarang, basah sebadan-badan.

"Itu ... suara Mas Erza?" tanya Adinda.

Haekal mengangguk tanpa suara. Lalu, terdengar suara helaan napas lelah dari Arum. Haekal benar-benar sudah tidak tahu lagi harus bagaimana.

"Ya sudah mau bagaimana lagi, Ibu juga tidak bisa memaksakan kehendak Ibu. Memangnya kamu tidak punya perempuan yang disuka?" tanya Arum pada anak sulungnya yang seperti oase bagi Haekal.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 10, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

WDT Academy Ramadhan [ Belphegor Group ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang