duapuluh dua

3 3 0
                                    

Siang itu Erza memikirkan tawaran Haekal untuk bekerja sama--setelah kemarin ia membantunya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Siang itu Erza memikirkan tawaran Haekal untuk bekerja sama--setelah kemarin ia membantunya. Meski gengsi masih menahan, tetapi ia juga memerlukannya. Apalagi semakin ke sini kebohongan yang ia ciptakan membuat dirinya sendiri susah. Semakin banyak kebohongan baru yang turut membuat kebingungan ke depannya akan seperti apa.

Kemarin, Rudi kembali menanyakan kapan ia akan membayar hutang. Sementara, uang di saku tinggal beberapa lembar saja. Hal itu terjadi karena ibu dan adiknya sangat kalap kala membali baju lebaran. Padahal, ia hanya membeli baju dan celana yang cukup murah.

Apa gue jujur aja, ya, atau kerjasama sama Haekal si kampret itu.

Erza menatap langit yang dilihat dari jendela kamarnya.

Ia mengecek saldo di rekening, ternyata sama saja--hampir habis--Erza bingung, jika ia terus menuruti gengsi, maka dia sendiri yang akan makan nasi garam saja saat kembali ke kota. Belum lagi nanti ia pasti akan dimintai uang oleh para keponakan yang kalap akan uang.

Dering telepon tanda pesan masuk terdengar. Dengan malas Erza melihatnya. Ternyata, itu pesan dari rivalnya, siapa lagi kalau bukan Haekal sad boy kampung Panura.

Bisa ketemuan enggak. Mau ngomongin sesuatu, nih. Puyeng banget udahan kepala gue.

Begitu isi pesan yang dikirim Haekal dan membuat Erza mengerutkan kening. "Dih, apaan ni anak ngajak ketemuan. Ogah amat gue."

Cukup lama waktu yang terbuang untuk sekadar membalas pesan Haekal tersebut. Erza menimbang, bisa jadi itu akan menguntungkannya. Setidaknya, mungkin Haekal akan bisa menjadi temannya, meski sebentar saja.

Erza: "Di mana?"

Tak lama setelah pesannya terkirim, suara notifikasi pesan masuk kembali terdengar.

Haekal : "Di pos kamling dekat sawah aja. Yang sejuk, biar kepala gue yang ngebul bisa adem."

Erza mengintip dari jendela kamarnya, melihat Haekal yang keluar rumah. Ia kemudian mengganti celana kolor dengan celana panjang. Biar enggak item katanya. Meski begitu, kaosnya tetap kaos pendek, biar ada angin yang membelai tubuhnya.

Dengan berjalan kaki ditemani sandal merk burung berwarna putih dengan aksen hijau di samping dan japitannya. Sesekali ia bersiul untuk membuat angin berembus, katanya bersiul bisa memanggil angin.

Di tengah teriknya matahari, matanya menangkap sosok Haekal yang sedang melamun dan bersandar pada tiang pos kamling. Ia ingin tertawa, sebab wajah Haekal sangat lucu saat ini. Namun, hal itu ia urungkan. Barangkali, memang benar Haekal tengah ditimpa kesusahan.

"Woy. Ngelamun aja, kesambet setan baru tahu rasa lo," ucap Erza mengangetkan Haekal. Ia tergelak menatap wajah Haekal yang terkejut.

"Sue, muka lo lucu kalau kaget." Erza duduk di sebelahnya, kakinya yang panjang tak bisa diayun-ayunkan seperti kaki Haekal. Ia memilih menaikkan kedua kakinya dan bersila.

WDT Academy Ramadhan [ Belphegor Group ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang