empat belas

20 8 8
                                    

Setelah kemarin sahur on the road, kali ini desa Panuran mengadakan acara berbagi takjil gratis di masjid Agung Panuran untuk masyarakat sekitar pun untuk pengendara yang lewat di jalan dekat masjid

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Setelah kemarin sahur on the road, kali ini desa Panuran mengadakan acara berbagi takjil gratis di masjid Agung Panuran untuk masyarakat sekitar pun untuk pengendara yang lewat di jalan dekat masjid. Kegiatan seperti itu sudah menjadi rutinitas kala bulan Ramadhan tiba.

Erza tak mau ketinggalan. Meski takjil sudah disiapkan oleh pihak Risma, tetapi dirinya tetap membawa. Buat apa kalau bukan untuk cari muka. Karena ada Dhea dan Pak Lurah yang akan memantaunya. Ditambah kehadiran Pras yang membuat mereka takut tersaingi.

Jam sudah menunjukkan pukul setengah empat sore. Di rumah Erza, Riana tengah menghitung jumlah takjil yang dipersiapkan Erza untuk dibawa ke masjid. Sementara kakaknya sedang bersiap-siap agar terlihat tampan di depan Dhea dan Pak Lurah. Padahal mau bagaimanapun tampangnya tetap biasa saja.

"Gimana, udah pas kan? Segitu udah pantes lah ya," ujar Erza.

"Udah, Mas. Lagian kan di sana udah disiapin. Kenapa bawa lagi, sih. Pemborosan," decak Riana.

"Dibulan yang penuh berkah harusnya banyak berbagi, gimana, sih kamu. Lagi pula uang gue kan banyak."

Riana menatap kakaknya kesal. Jika uangnya banyak mengapa ia hanya diberi sedikit. Minta dibelikan satu paket skincare saja tak dikabulkan.

Erza memakai baju koko berwarna biru laut dengan celana panjang berwarna hitam. Tak lupa ia mengenakan peci, agar tambah ganteng katanya. "Jaga rumah, enggak usah kelayapan."

Saat di depan pintu rumah. Ia mengamati rumah Haekal. Tidak ada tanda-tanda kehidupan, artinya kali ini Haekal tidak akan menjadi saingannya dalam mencari perhatian.

Akhirnya, enggak saingan lagi sama Haekal. Dhea aku datang.

Sementara di masjid Haekal sudah membantu anak-anak Risma menyiapkan tempat untuk menaruh takjil yang akan dibagikan. Segaja ia datang awal agar bisa mencuri perhatian Dhea dan mendapatkan pujian darinya.

Dengan senyum mengembang dan langkah ringan Erza menuju masjid tempat di mana berbagi takjil akan dilaksanakan. Selama di jalan ia menyapa ibu-ibu yang sedang menyapu halaman. Calon mantu Pak Lurah harus ramah.

Senyum manis yang menghias wajahnya luntur seketika saat melihat Haekal tengah berbincang dengan Dhea di depan masjid.
Sialan, gue keduluan.

Dengan cepat ia menghampiri mereka. Mencegah Haekal untuk lebih dekat lagi dengan Dhea. "Sore semua, ini aku bawa takjil tambahan," ucap Erza lantang saat memberikan takjil ke anak Risma yang sedang menyusun tumpukan takjil. Dhea dan Haekal pun ikut menengok karena suara lantang Erza.

Erza memberikan senyum termanisnya saat menatap Dhea, sementara untuk Haekal, ia memberikan senyum licik dan mengejek.
"Loh, kan udah disiapin. Kok bawa lagi?" tanya anak Risma yang bertugas menumpuk takjil.

"Emang enggak boleh? Kan gue mau berbagi, di bulan yang penuh berkah harusnya sering-sering berbagi 'kan?" ucap Erza manis untuk menarik perhatian Dhea yang kini tengah menatapnya.

"Wah ternyata kamu baik hati juga ya, Za," ucap Dhea dan menghampiri Erza. Mendapat pujian seperti itu dari Dhea hati Erza berbunga-bunga. Sementara Haekal mendengkus kesal.

Sial, kenapa gue enggak kepikiran. Datang paling awal buat apa kalau enggak bawa apa-apa di tangan. Dapet pujian enggak dapet capek bantuin iya.

Sore itu acara berbagi takjil di masjid Agung Panuran berjalan lancar. Seluruh takjil yang disiapkan ludes tak bersisa. Meski letih semua yang berpartisipasi tersenyum senang. Apalagi Erza, ia berhasil mencuri perhatian Dhea dan Haekal dilupakan begitu saja.

Tepat saat azan magrib berkumandang, Pras datang bersama remaja laki-laki dengan membawa beberapa kresek besar yang ternyata isinya nasi kotak dengan lauk ayam bakar. "Ini aku bawakan nasi kotak buat kalian. Tadi udah aku hitung jumlah orangnya semoga pas."

Dhea tersenyum lebar dan menghampirinya. "Terima kasih, Pras. Kamu dari dulu enggak berubah ya. Selalu baik ke semua orang."

Erza memberengut kesal melihat intraksi keduanya. Sementara Haekal yang ada di sampingnya tertawa senang. "Kasian, yang bawa takjil kalah sama yang bawa ayam bakar."

Sudah melihat pujaan hatinya dengan Pras ditambah ejekan telak Haekal membuat amarahnya berkobar.
"Untung udah azan. Mau marah enggak khawatir batal," gerutu Erza dan memilih mengambil wudhu untuk mendinginkan hatinya yang terbakar api cemburu.

Meski cemburu Haekal tak seperti Erza, ia hanya mengeluarkan tenaga dan bukan uangnya, jadi wajar bila Erza lebih marah dibandingkan dirinya. Udah keluar uang banyak ujung-ujungnya kalah sama Pras. Kasian kamu, Zra.

Selepas salat magrib mereka buka bersama, meski Erza dan Haekal kesal dengan Pras, tetapi mereka tidak kesal dengan makanannya. Mana mungkin mereka menolak makanan gratis. Meski begitu wajah mereka tetap tak bersahabat. Ditambah kini Dhea, Pras, dan Pak Lurah tengah berbincang bersama.

"Mas Pras sama Mba Dhea serasi ya, yang satu ganteng yang satu cantik. Lagipula Mas Pras sederajat sama keluarga Pak Lurah," ujar salah seorang gadis remaja yang duduk tak jauh dari mereka.

Dhea tersipu, ia tersenyum malu-malu. Pak Lurah dan Pras hanya menanggapinya dengan kekehan kecil.

"Apa kita udah kalah, ya, Zra," ucap Haekal menyadari ia kalah telak dari Pras. Dilihat-lihat menurutnya Pak Lurah juga menyukai Pras.

"Kalau lo sih, mungkin. Kalau gue pantang menyerah sebelum mendapatkan Dhea. Meski mereka akrab kalau gue jodohnya dia bisa apa," ujar Erza santai, meski kenyataan sudah terlihat, tetapi ia menolaknya. Baginya ia tak kalah tampan dan keluarganya pun sederajat dengan Pak Lurah. Jadi, untuk apa mengkhawatirkan hal yang belum tentu kejadian.

"Halah. Emang lo siapa bisa tau jodoh orang. Pakai ngaku-ngaku jadi jodoh Dhea segala, belum tentu lo jodohnya. Siapa tahu jodohnya itu gue," ucap Haekal yakin. Dalam hatinya ia yakin akan mendapatkan Dhea.
Semoga rajin tahajud gue bisa dapetin Dhea. 

Saat pulang dari masjid, niatnya ingin pulang bersama Dhea, tetapi kenyataannya Dhea lebih memilih pulang dengan Pras. Tinggalah duo jomlo sombong pulang bersama. Dengan perasaan kesal dan api cemburu yang berkobar.

"Sial, niatnya pulang sama kembang desa malah pulang sama lo."

"Heh, lo pikir gue mau pulang sama lo. Najis," decak Haekal.

"Gue tahu sekarang," ucap Erza tiba-tiba. Sedangkan Haekal menatapnya penuh tanda tanya.

"Setiap ada lo kesialan datang, lo itu bawa sial, ya?" tuding Erza. Kalau diingat-ingat lagi saat bersama Haekal ia selalu ditimpa kesialan.

"Mulut lo enggak di sekolahin, ya. Enak aja bilang gue bawa sial. Lo kali, nuduh-nuduh gue."

Keduanya beradu mulut hingga sampai di rumah masing-masing. Saat memasuki rumah, pandangan mereka bertemu, ada kobaran api dari kedua mata yang beradu.

"Liat aja, gue yang akan dapetin Dhea," ucap Haekal lirih dan memilih memasuki rumah.

"Liat aja, gue yang akan dapetin Dhea," ucap Haekal lirih dan memilih memasuki rumah

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
WDT Academy Ramadhan [ Belphegor Group ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang