"Dan tak akan dapat dicegah."
•
•
•Mulya mondar-mandir tepat di depan ruangan dimana Vania sedang di obati. Ah, bagaimana bisa Mulya melupakan kejadian yang berada di depan mata kepalanya sendiri? Percikan darah itu...,
Mengerang frustasi, Mulya terus mengumpat akan kebodohan Vania. Walaupun bukan sepenuhnya kesalahan Vania, karena di lampu merah itu! sebuah mobil tidak tau aturan itu! Benar-benar! Parahnya lagi mobil itu langsung kabur dan meninggalkan Vania yang sudah tergeletak dengan penuh darah? Apa pemilik mobil itu tidak punya perasaan? Ataukah ia buta dan tak tau kalau ia telah menabrak seseorang?
"Sial!"
Parahnya lagi luka yang di alami Vania bukan sebuah luka ringan. Luka nya cukup berat sehingga membuat Mulya shock di tempat. Apa yang harus Mulya katakan kepada Rhendy dan Natasya nanti setelah sampai ke rumah sakit?
"Vania! Kenapa lo cari masalah mulu sih?!"
Mulya ingin sekali meninju dinding yang ada di sampingnya itu. Tapi...,
"Bodoh, bodoh, bodoh! Vania lo bodoh! Ngapain coba lo usahain ngambil gelang itu?! Apa lo gak tau beberapa pengendara di jalan ada yang gila?!"
Klek.
Pintu ruangan Vania di rawat telah terbuka. Dan keluarlah seorang dokter yang menangani Vania tadi.
"Apakah ini dengan saudara pasien?"
"Ya! Saya keluarganya! Bagaimana keadaan dia, Dok?!"
Mulya mencoba untuk melihat ke dalam ruangan tersebut. Ia ingin sekali melihat bagaimana keadaan Vania sekarang. Apakah ia masih akan terkekeh walau tak ada yang lucu? Apakah ia akan tetap akan terkena umpatan dari mulut Mulya setiap hari? Apakah ia akan bertingkah laku seperti orang yang mengalami gangguan jiwa lagi?
"Keadaan pasien sekarang sang...,"
"Mulya!"
Mulya menoleh, ada ibu dan calon ayahnya di sana. Ayahnya entah kenapa memberi kode kepada sang dokter untuk berpindah tempat dan membicarakan sesuatu. Sedangkan sebelum dokter itu pergi, ibunya telah duluan di berikan izin untuk menemui Vania.
Kaki Mulya kaku. Rasanya ... seperti ada yang menarik kakinya dan mengatakan bahwa tidak perlu masuk ke dalam ruangan itu. Tapi, walaupun tubuhnya berkata demikian, hati Mulya seakan tetap kikeuh untuk mengikuti ibunya dan melihat keadaan Vania sekarang.
Dan?
Dan tebak saja apa reaksi Mulya sekarang setelah melihat keadaan Vania.
Mungkin ini agak terkesan mendramatisir, tapi seperti inilah Mulya sekarang.
Berdiri kaku layaknya patung dengan wajah seperti mayat hidup yang seakan berkata 'ini semua salahku!' lalu membunuh dirinya sendiri untuk menghilangkan rasa bersalahnya ini.
Hanya satu kata untuk keadaan Vania sekarang,
"Mengerikan."
Dan hanya satu kata untuk perbuatan Vania tadi,
"Bodoh."
Mengerikan dan bodoh. Itulah Vania bagi Mulya, sekarang.
Dengan kepala Vania yang di perban namun darahnya masih tercetak jelas di dalam perbannya itu.
"Hiks."
Entah kenapa begitu mendengar tangisan ibunya, lagi-lagi Mulya merasa dirinya ini hanya bisa membuat ibunya menderita. Padahal jelas-jelas tekad Mulya selama hidupnya untuk membuat ibunya senang. Dan?
"Gue sumpah demi Mama! Kalo gue tau siapa pelakunya, gue ga bakal segan-segan buat nge-balas perbuatan dia! Gue sumpah!"
Mata yang tidak bisa Mulya lupakan, tetap mengejar. Bayangan wajah Vania yang setiap hari tersenyum itu menghantui pikiran Mulya. Ap--apakah ia masih berhak untuk melihat wajah itu?
Rhendy memasuki ruangan setelah berbicara kepada dokter mengenai keadaan Vania. Dia mengelus pelan pipi Vania lalu mengecupnya sekilas. Dan langsung memberi kode kepada Natasya bahwa mereka juga harus berbicara. Natasya mengangguk lantas menyerahkan Vania agar dapat di jaga oleh Mulya kemudian keluar.
Setelah punggung kedua orang tua itu menjauh, Mulya duduk di samping Vania.
"Bodoh. Kapan lo bangun?"
"Otak lo ada masalah ya? Lo jadi orang gila aja."
"Niat lo emang mau nyari mati?"
"Atau ... lo caper sama gue?"
Mulya menyentuh tangan Vania dengan lembut dan mengeluarkan setetes air mata. "Aku caper sama kamu, kok!"
Refleks, Mulya kaget.
"V-Van--Vania?! Lo udah sadar?"
Vania terkekeh seperti biasa. "Udah lama, haha!"
Bersiap untuk memanggil dokter, Vania melarang. "Biarin aja, Mul. Biarin kita berdua aja dulu..., dokternya nanti aja. Aku capek."
Mencoba untuk maklum, Mulya menurut.
"Van...,"
Vania mengangkat alisnya, "Hmm?"
"Gue rasa ... gue mau kenal lo lebih jauh."
***
687Tadaa, kira-kira katanya Mulya mo kenal Vania lbih jaoh kah? Waw Mulya berubah ged!
Bab selanjutnya bakal mulai Mulya tumbuh rasa nichh! Semoga bakal lebih seru yahh. Omong-omong... Vania masih punya banyak rahasia yang blom terungkap lhoo! Udah di kasih clue dari bab 3 terutama sifat Vania;)
Arigato-!
KAMU SEDANG MEMBACA
Rahasia Cinta
RomanceJika pada dasarnya jatuh cinta kepada sahabat atau teman merupakan hal yang biasa, lalu bagaimana jika kita harus dihadapkan pada perasaan yang mengarah untuk seorang kakak? Yap, kakak sendiri. Bukan sebuah cerita tentang seorang wanita atau pria d...