18+2−7×1−6=7

59 20 66
                                    

"Karena pada suatu hari, sebuah hal yang aneh akan menghampiri."



"Mau lo apa sih?"

Mulya benar-benar sudah kehabisan kesabaran. Dengan seenaknya saja Vania menyuruhnya untuk belanja dengannya? Oh, God! Pergi jalan-jalan dengan orang yang paling ia benci? Are you crazy girl?! Tidakkah Vania sadar betapa Mulya membenci dirinya? Ataukah otak Vania pas-pasan hingga ia tak sadar kalau-kalau ada orang yang ingin membunuhnya? Vania itu bodoh!

"Mau kakak? Hmm ... apa, ya?

Merotasikan kedua bola matanya malas, Mulya kembali mendengus napas kasar. "Lo juara berapa main drama di sekolah? Bagus banget akting lo."

"Di sekolah? Hmm kelas kami juara satu, sih."

"Pantes."

"Pantes?"

"Pantes kebanyakan drama."

Vania terkekeh, terkekeh untuk? Perasaan tak ada yang lucu. Benar! Vania itu bodoh dan gila. Jangan-jangan dia terkena gangguan kejiwaan?

Lantas Vania menarik tangan Mulya untuk memasuki ke dalam area mall dan mulai berbelanja, dengan Vania yang 'bacot' dan Mulya yang 'sok cool' diam mendengarkan ocehan Vania yang sama sekali tak masuk akal. Baru sadar, Vania itu cerewet bukannya pendiam. Mulya tiba-tiba merasa akan hal aneh. Jantungnya berpacu dengan kencang. Ia merasa sesuatu yang buruk akan terjadi. Entah kenapa pikirannya memikirkan hal yang tidak penting. Bagaimana bisa seorang Mulya yang sedang kesal memikirkan sesuatu yang aneh? Kejadian buruk? Tapi ... apa?! Apa kejadian yang kini membuat tubuhnya banyak mengeluarkan keringat padahal di dalam pusat perbelanjaan ini sangat dingin.

"Mul? Kamu kenapa keringatan?"

Mulya kaget dan tergagap. "H-hah?"

"Hah?"

"Hah?"

"Aduh. Sini aku lap keringatnya."

Anehnya lagi, Mulya hanya bisa menerima perlakuan Vania terhadapnya itu. Entah kenapa di saat-saat ia sedang khawatir, tubuhnya akan bekerja tak sesuai dengan yang dia inginkan. Oh, sial.

"Hei, Mulya. Sini ikut aku. Kita beli gelang itu aja, gimana? Couple-an lho!"

Bibir Mulya terkatup rapat. Seolah sedang di kendalikan. Bahkan mungkin Mulya tak sadar dengan apa yang dilakukan dirinya sendiri. Namun Vania dengan gesit menariknya ke sebuah toko yang menjual gelang-gelang untuk pasangan muda yang mungkin sedang berkencan (?)

"Mbak, saya pilih yang ini aja, ya."

"Baik, Mbak. Omong-omong kalian pasangan yang serasi ya!"

Mulya membuang wajahnya ke arah lain sedangkan Vania cekikikan.

"Mbak. Saya sama dia saudara, hehe. Kami adik-kakak lho bukan pasangan."

Wanita yang tadinya menyebut mereka pasangan langsung meminta maaf. Bagaimana bisa ke-khilafan ini terjadi haha. Pasangan? Bahkan Mulya saja tak sudi menganggap Vania kakaknya. Apalagi pasangan?

"Baik, ini kembaliannya. Makasih ya. Jangan lupa mampir lagi, Mas, Mbak."

Vania memakaikan gelang tersebut ke tangan Mulya. Dengan Mulya yang masih terdiam saat Vania yng tengah mengatur gelang tersebut agar pas di tangan Mulya.

"Nah! Gini, kan, bagus. Kita jadi couple-an deh."

Vania melirik Mulya, menurutnya tumben sekali Mulya tidak membantah atau melawannya. "Selanjutnya ... mau kemana?"

Bibirnya masih terkatup. Atmosfir aneh masih menyelimuti dirinya. Seolah ia telah mendapat rasa tubuhnya lagi, Mulya dengan keras menolak tubuh Vania dan berlari keluar dari area mall. Entah kenapa rasanya hawa aneh semakin menyelimuti dirinya. Mulya melihat ke belakang, di sana ada Vania yang dengan wajah khawatir juga mengikutinya berlari. Kini Mulya berhenti, membuat Vania yang di belakangnya juga berhenti.

"Mul! Kamu kenapa?!"

Vania mensejajari langkahnya dengan Mulya, "Kamu kenapa, sih, tiba-tiba lari? Kakak khawatir tau!"

Mulya mulai berjalan, menggubris vania yang tetap kikeuh mengikutinya sembari mengoceh tidak jelas. H-hei! Bagaimana dengan mobil Vania yang masih di parkiran? Apakah mereka tak mengambilnya?

"Mul. Besok-besok kalau mau lari, bilang dong."

Mulya masih menatap dengan tatapan kosong. Lebih tepatnya menatap ke arah lampu lalu lintas yang kini sedang berwarna merah. Vania menggenggam tangan Mulya. "Hei! Kamu dengar, 'kan?"

Mulya refleks menyingkirkan tangan Vania. "Najis!"

"Lah? Sejak kapan? Sejak kapan ada gelang ini di tangan gue? Samaan lagi kayak lo. Idih! Najis banget anjir."

Mulya melepaskan gelangnya lalu membuangnya di tengah jalan. Agar Vania melihat, betapa remehnya gelang yang diberikannya hingga bisa di buang oleh Mulya dengan mudah.

Tapi?

Suatu hari, hal itu benar-benar datang tanpa pemberitahuan lebih dulu.

"VANIA! LO BODOH!"

Tin.

Tin.

Sriiiiiitttttt.
































656

Apani apa? Vania knapa ged?  Ternyata Vania... Etapi boong.

Klo ada typo bilang, ngiiha.

Rahasia CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang