Gabriel POV
_________________________________________Sejak bangun tadi pagi, mata Ibra tampak sayu, walaupun begitu, ia tetap memberikan kecupan di keningku. Ia masih mengantuk, sesekali Ibra menguap menahan kantuknya, raut wajahnya juga kurang bahagia, ada sesuatu yang tidak beres yang ia pendam, aku sangat kenal Ibrahim Bin Sholeh saat ada masalah, tapi ia berusaha menyimpan masalahnya sendiri. Bahkan saat kami sarapan di pinggir kolam renang pagi ini, ia tampak tidak bersemangat, ia hanya mengambil kopi dan juga menikmati potongan buah sambil menghisap rokoknya. Jujur aku tidak menyukai pria perokok, tapi kalau ganteng dan gagah seperti Ibra, ya ... tidak apa apa hahaha.
Aku sudah tidak tahan, aku harus mencari tahu, "kamu ada masalah apa?" tanyaku to the point, aku meletakkan sendok dan garpu menghentikan suapan nasi goreng yang kuambil, "nggak usah dipendem sendiri, aku bukan cuma temen kamu lagi sekarang."
Ibra menguap, tapi matanya tak dialihkan sama sekali dari pandanganku, "keliatan ya?" tanyanya, "padahal aku udah berusaha buat nyimpen sendiri."
Tepat seperti dugaanku, aku sudah sangat paham dengannya bahkan sejak kami berteman dan belum resmi menjadi kekasih seperti saat ini, berani- beraninya menyimpan sesuatu dariku.
"Aku minta maaf" ucapnya lirih, menghisap habis rokoknya lalu mematikan puntung rokok itu.
"Buat apa?" tanyaku menyilangkan tangan di atas meja.
"Aku udah janji kan mau ngabisin weekend ini sama kamu, tapi kayaknya aku nggak bisa, maafin aku, Riel" Ibra menunduk tidak berani menatapku.
Dikatakan kecewa, ya ... aku kecewa mendengar pernyataannya barusan, tapi mau bagaimana lagi, sekalipun Ibra yang kukenal adalah seorang playboy, tapi ia tidak pernah berbohong untuk segala sesuatunya, ia orang paling jujur yang kukenal, bahkan saat ia berpacaran dengan Chintya, Ia dengan jujur mengakui perselingkuhannya dengan Rasty, entah saking jujurnya atau bodoh, memang beda tipis.
"Ya nggak apa-apa, kita bisa pulang habis sarapan" ujarku menatapnya, "lagian yang rugi juga kamu, udah bayar lebih" tambahku lagi menutupi kekecewaan.
Ibra menatapku hangat, ia menggerakkan tangannya memegang tanganku, namun aku menarik tanganku, bukan tidak mau, tapi aku masih menjaga diri dari lingkungan yang menganggap hubungan seperti ini adalah hal yang tabu, "abi masuk rumah sakit, Riel."
"Ya tuhan, jadi karena itu kamu diem dari tadi, karena nggak enak ngomong sama aku, kamu itu ngeselin banget, ini masalah keluarga lho, kamu malah bingung, apa sih susahnya tinggal bilang, aku juga pasti ngerti, kalo ...."
"Iya, maaf, sayang," sahutnya memotong ucapanku, "aku minta maaf, bukan nggak mau nepatin janji, tapi ...."
"Udah, nggak usah bacot, ayo checkout!" aku gantian memotong ucapannya, rasain aku balas hahaha.
"Terus kamu gimana?" tanyanya lagi masih dengan raut wajah bingung.
"Aku udah gede, nanti anterin aku ke terminal atau stasiun aja, kamu langsung pulang ke Yogya" jawabku yang mengetahui jika Ayah dan Ibu Ibra tinggal di kampung halamannya di Yogya, aku sudah tahu sejak awal berteman, dia juga sudah tahu jika aku orang Palembang, kami memang sama sama merantau di jakarta.
Dalam perjalanan menuju kamar, Ibrahim memandangi ponselnya, lalu aku terpikirkan Mba Mel, Ibra sudah seharusnya menelpon Mba Mel untuk meminta izin, masalah pekerjaannya, nanti aku bisa bantu handle.
"Mending kamu telepon Mba Mel, kasih tahu, siapa tahu kamu lama di Yogya" ujarku memberi usul.
Ibrahim menatapku lagi, "oh iya, makasih ya sayang, aku ampe nggak kepikiran."
KAMU SEDANG MEMBACA
TTM (Gay Story)
RandomBOYSLOVE ⚠️ Cerita Gay #Lagi proses edit yang typo dan lain-lain# Mengisahkan tentang dua pemuda yang berteman, tapi pertemanan mereka berbagi keuntungan. keuntungan untuk saling menggenjot. Namun karena terlalu sering bersama dan berbagi sex bersam...