Ibrahim POV
_________________________________________Gabriel terus mendesakku untuk bercerita tentang apa yang terjadi, raut wajahnya masih dilanda kebingungan, tentu saja ia masih tak mengerti dengan sikap Ummi dan Abi yang tiba-tiba memeluknya saat tiba dirumah. Aku berkata jujur tentang Gabriel saat perjalanan pulang, hal ini aku utarakan saat Abi menanyakan pernikahan dan berniat menjodohkanku dengan anak Pak Romli, sahabatnya yang ia kenal dekat sejak dulu.
"Abi, Ummi, Baim minta maaf kalo ngecewain Ummi sama Abi, tapi Baim siap nerima resikonya kalau Ummi sama Abi bakal benci Baim seumur hidup" ujarku mulai berbicara sambil terus fokus menyetir.
Ummi yang duduk di kursi belakang menepuk pundakku, "kalau mas nggak suka sama anak Pak Romli ya nggak apa-apa, Ummi nggak akan maksa mas, Abi juga pasti bakal terima."
Abi yang duduk di kursi samping kemudi mengangguk tanda setuju, lalu menimpali, "iya mas, Abi juga kan cuma nawarin, itu kalo mas mau, kalo nggak juga ya ... nggak apa-apa."
Di rumahku memang aku dipanggil mas sejak kecil, baik oleh Ummi, Abi, Sarah maupun Mbok Rahmi, tapi Ummi suka lupa, kadang mas, kadang Baim, kadang ganteng, sesukanya beliau saja.
"Baim udah punya pacar" ujarku lemas, aku masih belum yakin ingin mengatakan ini, apalagi kondisi Abi baru saja siuman dari pingsannya, aku khawatir Abi pingsan lagi.
Tapi menurutku ini saat yang tepat, kedua orang tua yang aku cintai ini wajib tahu tentang yang dirasakan anaknya, kapan lagi aku bisa ijin pulang kampung, bahkan bersama Gabriel.
"Ya bagus, jadi kapan mas mau bawa ketemu Abi sama Ummi?" tanya Abi dengan raut bahagia.
Aku menghirup nafas panjang, kemudian menghembuskannya, semoga tidak terjadi apa-apa, aku sampai mengucap basmalah di dalam hati, aku tau ini mungkin adalah suatu yang salah bagi mereka, tapi harus bagaimana lagi.
"Baim ... udah bawa" lirihku pelan, aku tak berani melihat ke arah Abi dan Ummi.
"Maksud kamu?" Abi memicingkan matanya.
Kulihat juga dari kaca dalam mobil, Ummi terbelalak, habis sudah riwayatku hari ini, siap-siap saja namaku dicoret dari Kartu Keluarga mereka, alamat tidak kebagian harta warisan, kalau aku diusir, beruntungnya si Sarah menjadi pewaris tunggal tanah yang ada di pot bunga Ummi.
Aku mengangguk pelan, sambil tetap fokus mengemudikan mobil, dengan jantung yang berdegup kencang dipenuhi rasa takut, aku lirih berkata, "iya, Gabriel orangnya."
Ingin rasanya kubanting setir menabrak anjing yang kencing sembarangan di pinggir jalan, kalau lagi deg-degan begini, apapun yang ada di depan mataku jadi kelihatan salah.
"Baiiiiimmm!!" Ummi histeris "mas sadar kan dengan yang mas omongin barusan" ujar Ummi lagi menaikkan nada suaranya hingga terdengar seperti Mariah Carey yang menyanyikan lagu Emotion.
Tepat seperti dugaanku, Ummi dan Abi pasti marah besar, tapi aku sudah ikhlas lahir bathin atas resiko yang aku terima, mau bagaimana lagi, yang terpenting aku sudah jujur pada keluargaku sendiri. Tapi tunggu dulu, yang barusan histeris ternyata hanya Ummiku saja, karena sempat kulirik bapak tua di sampingku ini, ia malah tersenyum, apa-apaan ini.
"Jadi laki-laki yang mas bawa itu pacarnya mas?" tanya Abi dengan nada yang lembut dan hangat, sebaliknya Ummi, ia sedang memijit keningnya sendiri, sepertinya Ummiku butuh koyo.
Aku menjawab dengan anggukan, tidak berani menatap Abi ataupun Ummi.
"Ya sudah, mas ikuti saja kata hatinya mas, kalau memang dia yang bikin mas nyaman, Abi ngapain ngelarang mas, yang terpenting buat abi, anak-anak Abi bahagia" ujar Abi lagi semakin membuat bola mataku seolah keluar, melotot tak percaya, aku hampir saja mengerem mendadak dibuatnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
TTM (Gay Story)
RandomBOYSLOVE ⚠️ Cerita Gay #Lagi proses edit yang typo dan lain-lain# Mengisahkan tentang dua pemuda yang berteman, tapi pertemanan mereka berbagi keuntungan. keuntungan untuk saling menggenjot. Namun karena terlalu sering bersama dan berbagi sex bersam...