Pagi itu, Krisan terbangun dengan mata yang masih setengah terpejam. Saat ia duduk di tempat tidur dan mengusap matanya, pikirannya langsung melayang ke kejadian kemarin di kafe. Ia tidak bisa menghilangkan bayangan wajah pria yang ia temui di toilet—wajah lucu dan terkejut pria itu saat tertangkap basah. Ekspresi gugup dan canggung pria itu ternyata begitu menghibur dan mengesankan bagi Krisan.
Krisan tersenyum sendiri saat membayangkan momen itu, saking asyiknya ia tak menyadari bahwa papanya sudah berdiri di pintu kamar. Sang papa, yang memperhatikan Krisan dengan senyum penuh arti, akhirnya memecah keheningan pagi.
"Lagi mikirin siapa kok senyum-senyum sendiri?" tanya papanya dengan nada bercanda.
Krisan tersentak, baru sadar bahwa dia sedang dikepung oleh tatapan penasaran sang papa. "Eh, papa! Enggak, cuma pikirin kerjaan aja."
Sang papa tersenyum dan mengatakan, "Yakin? Kalau begitu, atur jadwal ya. Papa mau kenalkan kamu sama seseorang—seorang wanita yang akan menjadi ibu baru kamu, dan juga saudara laki-laki kamu."
Krisan tertegun sejenak, meresapi informasi baru itu. "Ibu baru dan saudara laki-laki?"
Papanya mengangguk. "Iya, benar. Pastikan kamu atur jadwal dengan baik. Kita harus siap untuk pertemuan penting ini."
Krisan merasa campur aduk antara rasa penasaran dan kegugupan. Dengan rasa ingin tahu yang tinggi, dia mulai memikirkan bagaimana pertemuan tersebut akan berlangsung dan bagaimana perasaannya beradaptasi dengan perubahan ini.
Krisan terkejut, penasaran dan sedikit cemas. "Siapa, pa?"
Sang papa hanya tersenyum misterius. "Nanti aja, sabar sedikit. Yang penting, atur jadwal dan atur tempat ya."
Krisan merasa campur aduk antara antusias dan gugup, memikirkan kemungkinan apa yang akan terjadi. Pagi itu, dia kembali tersenyum sendiri, menunggu dengan penuh rasa ingin tahu tentang pertemuan berikutnya.
Setelah mendengar berita mengejutkan dari papanya, Krisan merasa pikirannya dipenuhi dengan berbagai hal. Informasi bahwa papanya akan memperkenalkan seorang wanita yang akan menjadi ibu barunya, serta saudara laki-laki yang baru, benar-benar membuatnya terdiam sejenak. Ini adalah perubahan besar dalam hidupnya, dan dia belum sepenuhnya tahu bagaimana harus meresponsnya.
Namun, di sela-sela kebingungannya, pikiran Krisan terus kembali pada sosok pria lucu yang ditemuinya di kafe kemarin. Wajah terkejut dan gugup pria itu tak henti-hentinya muncul di benaknya, membuatnya tersenyum lagi, meski dalam situasi yang begitu rumit. Krisan merasa ada sesuatu yang mengundang dari pria itu—sesuatu yang membuatnya ingin lebih dekat, mengenal lebih jauh.
Ketika papanya sudah pergi meninggalkan kamar, Krisan duduk di tepi tempat tidurnya, merenung. Di satu sisi, dia tahu bahwa ia harus mempersiapkan diri untuk pertemuan penting yang akan datang dengan ibu dan saudara baru. Tapi di sisi lain, ada keinginan yang tak terbantahkan dalam dirinya untuk kembali ke kafe itu, berharap bisa bertemu lagi dengan pria yang terus mengisi pikirannya.
Krisan tahu bahwa ia harus fokus pada keluarga barunya, tetapi rasa penasaran dan ketertarikannya pada pria di kafe itu sulit diabaikan. Ia berpikir untuk menyusun rencana, mungkin kembali ke kafe itu pada waktu yang sama, dengan harapan bisa bertemu lagi dengan pria tersebut. Perasaan ini membuatnya semakin tidak sabar, bukan hanya untuk apa yang akan terjadi dengan keluarganya, tetapi juga untuk kemungkinan pertemuan kedua yang bisa jadi tak terduga.
Krisan memutuskan untuk kembali ke kafe yang sama, berharap bisa bertemu pria lucu itu lagi. Pada hari pertama, ia datang dengan perasaan berdebar. Ia memilih meja di sudut yang sama seperti terakhir kali, duduk sambil menatap pintu masuk dengan penuh harapan. Namun, hari itu, tidak muncul.
KAMU SEDANG MEMBACA
Something In The Air
Teen Fiction"Hanya udara yang tahu bagaimana cinta kita bertaut." Apa yang salah jika tergila-gila dengan cinta pada pandangan pertama dan dia adalah kakak tirimu? Orang tua Ortiz dan Krisan hendak menikah, mereka secara tidak langsung terikat sebagai Adik dan...