(2) Akademi Advillence

30 24 0
                                    

Akademi Advillence. Siapa yang tidak mengenal akademi yang satu ini? Pemimpin dari kedua puluh akademi lainnya, penguasa diatas daratan bumi ini. Akademi paling kuat dan cerdas dari masa ke masa. Jika ada sesuatu masalah yang besar, pasti akan dihadapi oleh murid-murid Akademi Advillence dan mereka akan selalu menyelesaikannya dengan baik.

Sistem ketataan setiap akademi menganut seorang pemimpin yang diberi gelar 'Reigne' bagi perempuan atau 'Royal' bagi laki-laki, dari tujuh orang dewan. Kekuasaan paling tinggi yang menguasai dan mengatur seluruh akademi yaitu 'Queen' atau 'King'. Dahulu yang memimpin adalah 'King' dari salah satu akademi. Sayangnya gelar 'King' sudah lama tidak ada karena meninggal akibat penyakit yang dideritanya. Oleh sebab itu, maka setiap akademi harus mengirim ulang 'Reigne' dan 'Royal' untuk diadu kekuatannya. Siapakah yang lebih pantas yang mendapat gelar pemimpin seluruh akademi.

Begitulah nasib Auristela. Dirinya disuruh untuk mengajukan pelatihan diri untuk memperkuat kekuatannya. Padahal sebenarnya Auristela itu malas. Namun mau bagaimana lagi, demi nama akademinya tidak tercoreng, maka mau tak mau Auristela harus ikut.

Saat istirahat akademi ini, Auristela dan Serliyana bersama menuju ruang pelatihan di manor. Seperti biasa mereka bersaing. Jalan saja harus bersaing.

"Aku duluan yang jalan!" ujar Serliyana.

"Aku duluan!"

"Kau apa-apaan sih!?"

"Aku duluan, wle!" Auristela memeletkan lidahnya, berlari cepat sambil menatap Serliyana yang sudah jauh di belakang. Auristela menggunakan elemen angin, makanya jadi terasa cepat.

Bruk!

"Sialan, wajahku menempel di tiang listrik!" pekiknya. Karena tidak melihat ke depan, tubuh Auristela menabrak tiang listrik. Wajahnya menempel. Mereka yang melihat kejadian ini langsung tertawa terbahak-bahak. Namun tawa mereka langsung senyap saat menyadari bahwa yang mengalami kejadian itu adalah seorang Reigne mereka.

"Reigne Auristela!" Deborah yang kebetulan berada disana segera mendekat. Wajahnya terlihat panik melihat Auristela yang wajahnya masih menempel di tiang listrik.

"Kau... sedang apa di situ?" tanya Deborah pura-pura tidak tahu.

Auristela segera menjauhkan wajahnya dari tiang listrik. Lalu memijat sekitar keningnya yang terasa agak pusing. "Apa yang kau lakukan di sini?" Auristela tidak menjawabnya. Ia hanya bingung kenapa Deborah kesini.

Padahal disini salah satu daerah berkekuatan tinggi. Siapapun tidak boleh ada yang memasukinya tanpa seizin Auristela sendiri. Jika tidak izin, maka dia akan tersambar petir dari perisainya. Seperti Serliyana dulu, sebelum Auristela mengizinkannya.

Dulu memang seringkali Serliyana berusaha kesini. Entah apa yang dilakukannya. Walaupun tubuhnya sudah gosong, dia tak menyerah untuk kesini. Dan saat itu pula Auristela mulai mengizinkannya. Namun bukan karena kasihan, melainkan karena pelatihan ini. Mana ada seorang Auristela kasihan dengan musuhnya.

"Hanya ingin melihat-lihat isinya saja. Aku penasaran kenapa semua dewan selalu dikumpulkan ditempat seperti ini. Padahal ada tempat yang lebih luas dari ini. Dan setelah aku menelusurinya, aku mulai mengerti ternyata ini bukan tempat biasa. Tempat ini menyimpan banyak mana dan energi kekuatan yang tersebar dimana-mana," jawab Deborah sembari mengamati isi manor.

Auristela tersenyum. Senang rasanya akhirnya Deborah mengerti sendiri. "Oke, karena sudah terlanjur kau boleh melihat-lihat. Tapi jangan berbuat macam-macam di sini. Dan jika lain kali kau ke sini lagi tanpa seizinku, aku tak lagi menoleransimu. Paham?"

"Paham, Reigne!" Deborah menjawab sembari membentuk gerakan menghormat.

"Ngeng... Ngeng... Brum... Brum... Brum..."

Sakura Academy (ON GOING)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang