(10) Amarah

17 24 0
                                    

Sepanjang perjalanan, banyak pikiran yang merampung dalam otak Auristela. Seolah memaksanya berpikir lebih banyak. Pikiran yang tentu saja tidak biasa dan membuat Auristela benar-benar penasaran.

Pertama, Auristela heran kenapa semuanya membenci Lauren? Tentu saja pasti tidak ada perlakuan tanpa ada alasan, bukan? Sorotan mata kebencian selalu saja Auristela selalu temukan. Bahkan ada yang mencibirnya terang-terangan. Menghinanya ini itu dengan kata-kata yang menyakitkan. Tentu saja Auristela menyemackdown mereka balik. Mana mungkin seorang Auristela diam ketika dihina.

"Perempuan penggoda itu lewat," bisik salah satu murid penggosip saat melihat Auristela yang baru saja muncul dari belokan kiri koridor.

"Siapa? Oh, Persephone."

"Haha, masih bertahan saja dia ya sekolah di sini? Padahal semua murid sudah mengusirnya."

"Iya. Dia tidak ada kapok-kapoknya. Sekarang dia justru berusaha mendekati Kal, Allard, dan Ozora. Benar-benar penggoda, bukan?"

"Padahal wajahnya saja terlihat pas-pasan. Masih saja sok kecantikan mendekati para most wanted pria."

Auristela yang merasa ada yang membicarakannya, lantas memundurkan langkahnya menatap mereka semua dengan tatapan mengejek. "Tidak apa-apa aku sok kecantikan. Daripada kalian-kalian cantiknya hanya memakai make up tebal mirip badut," balasnya.  "Asal kalian tahu ya! Di sini bebas bagi siapa saja yang mau sekolah di tempat ini. Mau itu kaum atas atau kaum bawah sekalipun! Kalian juga jangan sombong jadi kaum atas! Di pasar, atasan diobral sepuluh ribu dapat tiga." Setelah mengatakan itu Auristela lantas pergi. Tak mengindahkan mereka yang semakin mulai membencinya.

Kedua, Auristela masih bingung tentang gambar lukisan yang mengaitkan akademi tempat belajarnya, Akademi Advillence. Apakah ada sejarah lain yang tersembunyi dari akademinya tanpa sepengetahuan Auristela? Ck, itu benar-benar membingungkan. Apalagi ada kata-kata pengkhianat yang kini membuat otak Auristela terngiang-ngiang.

Ketiga, ini bukan tentang pertanyaan. Melainkan sebuah pikiran yang diakibatkan sebuah nasihat dari Kal, cowok yang baru saja mengajaknya banyak bicara. Ya, walaupun pesannya tidak sulit, namun itu cukup membuat Auristela kepikiran dan was-was sendiri.

”Dia kembaranmu? Beda sekali sifat kalian. Kau terlihat lebih ramah, sementara dia terlihat errr—jutek," komentar Auristela. Kontan Auristela langsung menutup mulutnya. Baru sadar jika mungkin saja Auristela menyinggung perasaan Kal.

"Ya. Benar. Kami sama, namun berbeda." Namun tidak sesuai ekspektasi Auristela. Kal tetap terlihat biasa saja saat Auristela tadi sedikit menghina kembaran Kal, si Allard. "Dan aku memperingatimu untuk berhati-hati dengan kembaranku, Allard. Ku mohon, kau jangan cari-cari masalah dengannya lagi. Maka kau akan mengalami bahaya. Dahulu pernah ada seseorang yang menabraknya, dan siswi itu berakhir tragis. Dibully oleh semua murid dan ditendang dari sekolah," pesan Kal.

"Jahat sekali. Beruntung aku tidak apa-apa. Kembaranmu itu sok merasa paling hebat ya! Cuman tabrakan saja, sampai melakukan hal yang buruk!"

"Ya, makanya kau harus hati-hati. Terlebih kau telah menabraknya, jadi saranku kau jangan menampakkan wajah di depan dia sampai dia benar-benar lupa kau pernah menabraknya." Kal segera mengenakan gelang identitasnya yang baru saja diberikan oleh Auristela. "Terimakasih sudah menemukan gelang ini dan memberinya padaku, Lauren."

Sekali lagi Auristela menghembuskan napasnya pelan. Menatap langit-langit koridor dengan tatapan sayu. Menjadi Lauren ternyata tak semudah yang ia bayangkan. Auristela kira menjadi Lauren ia bisa bebas, tanpa kekangan, tanpa tugas yang berat, ia dapat beristirahat sejenak sebelum melaksanakan misi yang berat. Malah yang ada Auristela masuk ke masalah yang lain yang bukan masalah tentang dirinya, namun Auristela harus segera menguak faktanya.

Sakura Academy (ON GOING)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang