Semuanya hanya terdiam. Masih sangat terkejut melihat perubahan secara tiba-tiba yang dialami Lauren. Gadis yang mereka kenal biasanya hanya bisu dan tak bisa melakukan perlawanan ketika semuanya membully dia. Namun sekarang, di hadapan mereka ada seorang gadis yang memiliki sikap berani. Mereka menatap raga Lauren. Seolah mereka merasa jika raga yang ditempati bukan Lauren.
"Apa sih? Sok-sokan berani membentak kami! Padahal sudah jelas tidak ada orang yang menyentuh barang-barangmu karena jijik. Jadi sudah pasti jawabannya kau sendiri yang merobek-robek bukumu sendiri!" Celine, dia menjawabnya di antara semua murid yang hanya terhenyak.
"Mana mungkin aku merusak bukuku sendiri!"
Celine berdiri dari kursinya. Menunjuk Auristela. "Anak kampung sepertimu mana mau mengaku!"
"Lah daripada kau anak setan."
"Berani ya kau menghinaku!?" Celine mengeram marah. Tak disangka ternyata dia menjadi seberani itu daripada sebelumnya. Pertanyaannya, apa yang membuat siswi yang terkenal buruk menjadi seberani itu?
"Oh, beranilah. Tidak ada dalam kamusku tidak berani kepada manusia yang tak punya harga diri seperti kau!" Jujur saja, Auristela tentu saja tidak takut dengan amukan Celine.
"Kurang ajar!"
Mereka melongo menatap seisi kelas yang sudah berantakan. Kursi dan meja sudah melayang-layang, buku serta peralatan mereka entah berada dimana. Sementara Auristela masih saja mengamuk, menyerang Celine dengan tangan kosong. Padahal Celine menyerang Auristela menggunakan elemen anginnya. Namun itu tidak memperteguh keyakinan Auristela. Gadis yang sejenak menumpang raga Lauren menyambut kemenangannya.
🌸🌸🌸
"Bukan aku pelakunya, Profesor." Sudah lima menit berlalu, sementara Auristela masih menjawab jawaban yang sama. Auristela membantah tuduhan Profesor Eva yang menuduhnya merobek-robek buku dan mengungkit tentang kerusakan pintu.
Auristela menghela napas pelan. "Oke. Itu memang benar kalau saya yang merusak pintu ruangan pelukis dan melukai Celine, tapi sebelumnya saya tidak berniat melakukannya. Karena ada seseorang yang mengunci saya. Kebetulan di sana tidak ada orang lewat, jadi terpaksa saya harus mendobrak pintu. Juga saya melukai Celine karena dia sendiri yang bertindak menyebalkan dan menghinaku. Tapi kalau kejadian yang merobek-robek buku, itu bukan saya pelakunya. Pada saat masuk kelas, buku saya sudah dalam keadaan hancur seperti itu."
Sudah banyak jawaban yang Auristela lontarkan, berharap agar mendapat kepercayaan dari Profesor Eva. Alasan yang memang terdengar aneh, namun itulah tetap faktanya. Akan tetapi jawaban Auristela tidak diterima dengan baik.
"Saya tidak mempercayainya!"
"Apa yang kau lakukan?" Profesor Eva menatap Auristela yang tiba-tiba mengambil buku nilai siswa.
Tanpa diduga Auristela merobek lembaran pertama lalu Auristela menaruh buku nilai itu serta sobekan kertas itu kepada Profesor Eva secara paksa. Sementara Profesor Eva masih menatap kertas itu secara bingung sembari menaruh satu per satu ke atas meja. Kemudian Auristela mengambil ponsel dan memotret Profesor Eva. Seolah-olah memang benar Profesor Eva yang merusak buku tersebut.
"Profesor! Lihat! Profesor merobek buku nilai murid. Itu benar-benar perbuatan keji! Merusak nilai para siswi di sini! Padahal kami sudah bersusah payah belajar, berlatih, dan melakukan yang terbaik," pekik Auristela dengan suara yang lebih keras sehingga menarik perhatian bagi para pengajar lainnya yang ada di ruangan ini.
Profesor Eva melepaskan semua kertasnya. Menunjuk Auristela dengan ekspresi marah. "Kau! Berani-beraninya kau menuduhku!"
"Saya tidak menuduh. Jelas-jelas bukunya sudah robek di sana dan sekarang dipegang oleh Profesor. Terlebih ada bukti di ponsel ini yang mengacu bahwa Profesor Eva pelakunya. Mana mungkin saya merusak buku yang di dalamnya ada nilai saya sendiri."
KAMU SEDANG MEMBACA
Sakura Academy (ON GOING)
FantasyMendapat gelar 'Reigne' (calon 'Queen' masa depan) tidak mudah bagi Auristela Lauria. Kepercayaan Academynya yang menjadikan gelar terbaik, gadis berusia 18 tahun itu mengharuskannya untuk melindungi penjuru dunia dari berbagai kecaman. Suatu hari...