Kala nabastala sedang dirundung oleh panasnya cahaya dari sang bagaskara, kedua tungkai kakiku kini menapak diatas ruang tempat bekerjanya sang widyaiswira.
"Ini ya nak, bukunya tolong di kembalikan." Runtuyan kalimat terucap dari bibir wanita yang menginjak usia kepala empat sambil memberikan tumpukan buku tulis, usai menyelesaikan tugasnya menilai hasil pemikiran anak didiknya dua hari yang lalu, sorot matanya sedikit lelah namun masih terlihat teduh.
Segera aku pamit undur diri dengan kedua tanganku membawa tumpukan buku. Begitu daksaku sampai diruang kelas, aku langsung membagikan semua buku tulisnya pada pemiliknya masing-masing. Dibantu dengan Jinan tentunya.
Tumpukkan buku yang awalnya masih berkumpul diatas meja guru, kini sudah berpindah tempat keatas meja pemiliknya semua.
"Bulannnn, nih tangkep!"
Kedua tanganku buru-buru menangkap satu buku tulis yang tiba-tiba dilemparkan oleh Jinan. Untung saja reflek ku masih bagus, kalau tidak mungkin buku ini akan jatuh mencium lantai dan berakhir dengan beberapa halaman didalamnya terlipat.
Ku memperhatikan sampul buku yang sedang ku pegang. Eh? Ini bukan buku milikku? Tadi kukira Jinan melempar buku tulis milikku. Aku dibuat terheran-heran kenapa Jinan memberikan buku orang lain padaku.
Ku buka halaman pertama, berniat mencari tahu siapa pemilik buku ini. Setelah menemukan rangkaian tulisan yang bertuliskan sebuah asma lengkap yang tertulis rapi didalam, aku langsung menolehkan kepalaku pada Jinan yang sedang memasang wajah jahilnya lagi.
Ya Tuhan kenapa Jinan tabok-able sekali?
"Kasihin sama kamu ya bukunya." Ucapnya singkat lalu kembali duduk diatas bangkunya.
Ku menghela nafas pelan, yap betul, Jinan memberikanku buku tulis milik Jingga. Jinan benar-benar tabok-able sekali bukan?
Ku mengedarkan pandanganku ke seluruh penjuru kelas, mencari tempat duduk milik Jingga. Kini sedang waktunya istirahat, jadi kemungkinan besar si pemilik buku yang sedang ku pegang juga sedang tidak ada di dalam kelas.
Apa aku simpan saja dulu bukunya denganku? Ah jangan deh... Bagaimana kalau nanti ada yang tidak sengaja menemukan bukunya Jingga tergeletak diatas mejaku? Bisa-bisa makin ribut yang membicarakan aku nanti.
Mungkin satu-satunya jalan adalah bertanya pada temannya Jingga. Dengan langkah lunglai aku berjalan mendekati bangku milik Chandra yang kebetulan orangnya sedang berada didalam kelas.
"Chan."
Chandra yang sedang mencari uangnya didalam kolong meja pun langsung menghentikan kegiatannya setelah aku panggil.
"Eh... Kalo.. Jingga dimana—"
—wAHAHAH BULAN NYARIIN JINGGA?? kayaknya kamu beneran naksir sama Jingga yaa??"
Bahkan belum selesai aku berbicara, Chandra dengan suara menggelegar nya sudah langsung memotong perkataan ku yang terdengar benar-benar ambigu sekarang.
"Eh bukan bukan, dengerin dulu ! gak gitu maksudnya.."
"sut sut sut. udah, aku tau kok, tau. Kamu nyariin Jingga, kalau bertanya itu artinya kamu suka. Yasudah, mari saya antar ke aa' Jingga." Ucapnya diakhiri tawa— geli dengan panggilan aa Jingga yang ia ucapkan sendiri— dengan kedua lengannya yang digerakkan kearah kanan mungkin maksudnya adalah : "jalannya lewat sini, nanti saya antarkan."
Lagi-lagi aku hanya menghela nafas, lalu mulai memikirkan kenapa teman-teman ku tidak ada yang betul semua.
Sementara pemuda dengan nama yang berarti sama sepertiku ini masih tertawa terbahak-bahak sampai-sampai dirinya tersedak ludahnya sendiri.
"Ini maksudnya bukunya—"
"Chan, lama amat ngambil uangnya—eh ini buku aku ya??" Jingga muncul tepat waktu kala aku sedang menyodorkan buku tulis miliknya kearah Chandra. Niatnya sih tadi mau langsung aku titipkan saja pada Chandra, sisanya terserah mau dibawa kemana pun tidak apa-apa, paling-paling kalau bukunya hilang tanyakan saja Chandra.
"Oh iya, ini." Agak sedikit terkejut sebenernya dengan kedatangan Jingga yang tiba-tiba muncul begini. Aku langsung memberikan bukunya pada Jingga yang kini berdiri disebelah ku.
Setelah tangannya menerima buku dariku, aku langsung buru-buru meninggalkan bangku tempat duduk Chandra dan berniat kembali ke bangku milikku sendiri.
"Bulan."
Satu suara panggilan terdengar masuk kedalam ruang runguku. Aku berbalik dan menemukan Jingga yang masih berdiri dibelakang.
"Makasih ya." Ia bersua dengan suara lembutnya, disertai dengan satu sabit melengkung keatas terpatri di kanvas wajah manisnya.
Senyumanmu membuat atensiku terpaku seluruhnya pada dirimu, tuan. Kamu, satu-satunya orang yang berhasil menerobos masuk kedalam relung hatiku.
note ;
hAAWWII yaampun akhirnya aku kambekk!
tauga aku nulis ini gemes sendiri wkwkw,
kalian udah libur kah?? atau masih dalam
pekan ulangan?? kalo aku masih ada
kegiatan dari sekolah masa:(aku awalnya
bingung mau lanjut cerita mana dulu ya,
lalu ku putuskan buat lanjut jingga dulu,
soalnya biar bisa cepet keluarin series
lainnya hwhw, perhatikan baik-baik lur,
jingga ini mengandung banyak hint.
yang belum mampir ke series kedua, ayoo
mampir!1!1 soalnya cerita dreamies ini
berhubungan satu sama lain ceritanya.
cek reading list aku ya <3333bonus ;
liat jingga manggil jingga sendiri.
hehe ngga deng. oke bubaii. Ily kalian <3
15 juni 2O21.
KAMU SEDANG MEMBACA
jingga.
Fanfiction[ on going ; 1st dreamies series ] ❝ceritera tentang Bulan dan pemuda kelahiran warsa kosong dua pada masa putih abu-abu.❞ 𝐉𝐈𝐍𝐆𝐆𝐀 / park jisung of nct. ( lokal au ) © mooon-day 2O21