sepuluh

9 0 0
                                    

"Dia hanya sebagian masa lalu,
Tak perlu di ingat, tapi tak kunjung di lupakan"

****

Gadis itu masih terduduk di pinggir kolam renang milik Ridwan. Ia hanya sendirian karena sang pemilik rumah dan Arga sedang bekerja. Gadis itu lantas masuk kedalam rumah, menikmati desain interior rumah yang klasik dan juga beberapa pigura yang terpasang di dinding.

"Sudah hampir berapa lama kita tak bertemu?" Ucap gadis itu saat melihat foto tiga orang anak yang memakai seragam SMA.
"Bahkan dulu aku bak seorang ratu, sebelum akhirnya kau yang berubah menjadi iblis Ko" tangan wanita itu terangkat dan mengambil pigura itu.
Di Sana terlihat Ridwan, Alena dan satu lagi adalah Marko. Cinta pertama Alena.

Gadis itu menghembuskan nafas kasar. "Lucu sekali ya, dulu lu jagain gw mati matian sampai akhirnya lu malah mau ngejual gw sama laki laki hidung belang. Coba kalau gak ada Arga, mungkin gw udah gak tau lagi deh". Gadis itu merenungi kisahnya selama ini.

Ia menerawang ingatannya kembali saat ia pertama kali mengalami jatuh cinta dengan laki laki jangkung dengan tinggi badan 180cm itu. Namanya Marko, pertemuan tak sengaja di lapangan basket dekat taman kota membuat mereka yang awalnya bukan siapa siapa menjadi seseorang yang sangat berharga.
Sore itu Alena sedang duduk di dekat lapangan basket sambil menghafal not not di buku yang ia pegang.

"Mengapa aku mengambil ekskul musik kalau akhirnya ribet begini. Mana gak bisa baca not balok lagi", keluh kesah gadis surai coklat di pinggir lapangan. Rambut yang tertiup angin membuat Marko tak bisa melepas pandangan dari gadis itu.

"Ga, wan dia siapa sih?" Tunjuk Marko yang tak ada sopan sopanya kepada dua lelaki yang jauh diatasnya itu.

"Oh dia Alena tetangga komplek aku" jawab Arga.

"Cantik breee bodynya duuuh gak kuat gw" jawab Marko sembari berjalan meninggalkan Ridwan dan Arga disana.

"Liat yang bening dikit aja langsung gercep bener tu bocah" teriak Ridwan.
Namun sama sekali tak di gubris oleh Marko langkahnya mantap mendatangi gadis yang tengah sibuk dengan buku dan kertas yang berserakan di dekatnya.

"Hai" sapa Marko

"Oh hai" jawab Alena acuh.

"Cantik bener bagi nomornya dong" ucap Marko sambil duduk di sebelah Alena.

"Maaf ni maaf. Gw lagi sibuk kaga sempet buat begituan" jawab Alena masih sibuk dengan kertas kertasnya.

"Diiih mana ponsel lu coba?" Tangan Marko terulur meminta ponsel Alena. Gadis itu menatapnya sambil memutar bola matanya.

"BO DO A MAT" ucap Alena membereskan buku dan kertasnya. Lalu melangkahkan kakinya memilih pergi dari sana.

Hari demi hari Marko semakin gencar mendekati Alena. Mulai dengan memaksa meminta nomornya kepada Liza. Hingga mencoba menyogok Alena dengan coklat, bunga dan hal hal lainnya dan hasilnya masih tetap nihil. Ia tak menyerah begitu saja mendekati gadis itu. Setiap hari ia mendekatinya tanpa yang namanya menyerah.
"Eh buset ngapain lu ngintilin gw mulu daaah" teriak Alena karena merasa risih di ikuti oleh lelaki jangkung yang tingginya hampir dua meter itu.

"Gak apa apa aku kan pengen deket kamu terus", jawab Marko.

"Diiih maksa"

Lama kelamaan hati Alena mulai  luluh oleh keberadaan Marko. Benar kata orang "cinta dan benci itu bedanya tipis"
Perasaan yang mulai tumbuh itu kini menjadi semakin kuat, "kau mau makan apa nyet?" Tanya Marko pada kekasihnya.
"Terserah kamu aja" jawab Alena setelah mereka resmi menjadi sepasang kekasih, Namun hubungan yang harmonis itu berubah setelah sekian lama mereka merajut kasih sikap asli Marko pun semakin terlihat.
Lelaki yang terlihat baik itu berubah menjadi ancaman terbesar Alena.

"Maaf aku telat, tadi ada tambahan pembinaan di—"

"Di apa? Kau selingkuh kan? Kau tahu aku tak suka menunggu" jelas Marko. Wanita itu hanya terdiam dengan bentakan lelaki tersebut.

"Lu kenapa dah, sekarang hobi marah marah? Aneh tau gak?" Ujar Alena.

"Gw minta duit sini" ucap laki laki itu.

"Eh kadal lu pikir gw mesin cetak uang lu minta mulu? Lagian kalau gak punya duit itu kerja jangan minta doang" kini Alena semakin tersulut emosinya.

"Ngatain gw lu? Inget ya lu harusnya beruntung dapetin gw. Nama lu semakin populer di kalangan anak anak"

"Dan gw juga gak minta jadi populer. Gw gak butuh semua itu. Yang jelas gw gak suka sikap lu yang sekarang tau gak sih Ko? Lu kasar banget jadi cowok? Dikit dikit marah, dikit dikit nampar, dikit dikit banting barang. Gw capek tahu gak sih lo?"  Jelas Alena panjang lebar dengan dada yang masih kembang kempis.

"Ikut gw lu sekarang" ucap Marko sambil menyeret Alena. Gadis itu meronta ingin melepaskan diri namun tenaganya tak cukup kuat menghadapi Marko yang kesetanan.

"Lepasin gw, mau lu bawa kemana gw?" Teriak Alena.

"Muasin gw aja lu gak mau ya jadi, lu gw jual aja lumayan lah body lu bisa ngasilin duit buat gw" ucap Marko sambil tertawa membuat Alena membulatkan mata.

"Lu gila? Gw pacar lu bangsat"

"Gw udah gak butuh lu, cantik buat apa kalau gak bisa muasin gw?"

"Dasar laki laki otak selangkangan" ucap Alena sambil menangis dan menendang Marko. Alhasil mobil yang mereka tumpangi oleng.

Plaaak . . .

Satu tamparan mendarat di pipi Alena. "Dasar wanita sialan" ucap Marko sambil menjambak rambut Alena. Tanpa sepengetahuan Marko Alena sudah menelfon Arga sedari tadi dan menyalakan GPS.

"Masih merindukanku?" Suara seseorang yang membuyarkan kenangan Alena.

"Marko?"

"Hai cantik, sudah lama ya sejak saat itu." jawab laki laki itu sembari mendekat dan mengambil pigura yang Alena pegang.

"Kamu gak harusnya hati hati sama aku aja. Laki laki ini juga harus kamu waspadai." Kini Marko menunjuk Ridwan.

"Ngapain kamu disini? Tau dari mana kamu?"

"Yang jelas, kamu pasti tahu kenapa aku menyuruhmu berhati hati. Apa kau tidak ingat tadi malam? Semua sudah di ceritakan oleh Ridwan." Jelas Marko

"Tak ku sangka kau yang tak mau denganku malah memberikannya pada laki laki seperti itu." Tambahnya

"Maksudmu Arga?" Tanya Alena.

"Sangat jelas jika kau di permainkan disini. Jika kau menurut padaku dulu, kau masih didekap ku dan masih utuh"

"Tapi kau mau menjual ku!!" Teriak Alena histeris.

"ALENA!!!" teriak Marko sembari membanting pigura yang ia pegang.

"Apa kau percaya? Apa seorang yang mencintaimu akan rela menjual mu? Pikir lagi Alena. Kau tak tahu aku mau apa waktu itu tapi kau memanggil bedebah sialan itu dan menghajar ku sampai bapak belur"

"Arga bukan bedebah. Dia yang menyelamatkan ku"

"Tapi dia juga yang membuatmu mabuk hingga lupa semuanya kan?"

"Cari tahu tentang malam itu, siapa yang sebenarnya bersamamu waktu itu. Ridwan kah? Atau mungkin Arga? Hanya kau yang ingat dan pelaku utama." Jelas Marko.

"Tapi yang perlu kau tahu. Aku masih mencintaimu." Setelah mengucapkan itu Marko pergi meninggalkan Alena yang mematung sendirian.

"Siapa?"

ALENATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang