Tiga belas

12 0 0
                                    

"mangkir dari urusan hati,
Salah satu cara melarikan diri"

Gadis itu terdiam. Masih terbayang di benaknya apakah caranya ini benar atau tidak. Alena sedang duduk di kursi penumpang samping kemudi dengan perasaan gusar, bahkan ia merasa tak ada yang dapat ia percayai saat ini.

"Kau yakin ikut bersamaku?" Tanya laki laki yang tengah berkonsentrasi mengemudikan laju mobilnya.

"Jika tidak, aku tak akan menghubungimu kan?"  Jelas Alena yang membuat laki laki itu terdiam beberapa saat.

"Kau tau resikonya kan bila bekerja bersamaku? Apa ayahmu akan setuju dengan keputusanmu saat ini?" Tanya lawan bicara Alena dengan hati hati.

"Bas, aku sudah tau keputusanku. Persetan mereka mau terima atau tidak itu hak mereka, dan bekerja apa itu hak ku dan apapun resikonya yang nanggung juga aku, ya mungkin kalau aku melakukan kesalahan di tempat kerjamu. Paling paling aku mati di keroyok pelanggan mu." Jawab Alena enteng.

Selain Firdaus, Alena juga memiliki teman bayangan dari luar kelompok lingkungannya, dia adalah Bas. Laki laki berbadan atletis dengan sebuah tato di lengan kirinya membuat laki laki berwajah maskulin itu semakin tampan. Bas dan Alena menjadi akrab setelah pertemuan tak sengaja di sebuah bar yang kini membuat mereka seperti memiliki ikatan layaknya adik dan kakak.

"Apa Arga tau tentang kepergian mu? Soalnya kau menghubungiku mendadak sekali." Jelas Bas.
Alena menatap Bas dengan tatapan yang sulit diartikan. Jika boleh jujur Alena sangat bingung saat ini, ia merasa semua masalah antara Arga, Ridwan dan Marko adalah kesalahannya. Dan di tambah pembimbing baru yang selalu ikut campur dengan urusan pribadinya.

"Aku yakin dia tak akan peduli lagi denganku." Jawab Alena sembari membuang muka ke arah samping menatap pepohonan pinggir jalan.

Bas memberhentikan mobilnya tanpa memberi aba aba pada Alena yang membuat Alena kaget.
Kini pandangan mereka bertemu, Bas menelan ludahnya susah payah. Ia terpikir oleh perkataan orang orang di bar waktu itu. Alena sangat menggoda, pantas saja tak ada laki laki yang tak terpikat olehnya, mata yang sendu, tubuh yang sintal menambah paket komplit untuk Alena. Bas bersyukur ia masih bisa meredam hawa nafsunya pada Alena.

"Kenapa bilang begitu? Apa kau ada masalah dengan laki laki itu?" Tanya Bas yang kini menatap manik mata perempuan itu.

Alena menghembuskan nafas berat bersamaan kepulan asap yang keluar dari dalam mulutnya. "Udah gak ada lagi yang peduliin gw, bahkan gw sendiri aja gak peduli. Mau mati kek, sekarat kek, bah—" belum sempat Alena melanjutkan bicaranya mulutnya telah di bungkam oleh bibir Bas. Mereka terdiam, Alena ingin menyingkirkan bas dari hadapannya tapi ia kembali teringat oleh pembicaraannya dengan Ridwan kemarin membuatnya malah memejamkan matanya dan membalas kecupan Bas.
Bas kaget dengan reaksi Alena. Gadis yang terkenal sulit sekali di rayu, terkesan kasar dan arogan malah membalas ciumannya.
Entah waktu berapa lama mereka saling bertaut hingga akhirnya mereka menyerah dan mulai mencari udara untuk di hirup.

"Kalau semua orang gak peduli sama lu, ingat Na lu masih punya gw yang bakal peduli sama lu." Ucap Bas yang terlihat tulus mengucapkannya tapi Alena masih terdiam dengan kata kata Bas barusan.
"Hidup bareng gw Na, lu gak usah kerja. Cukup diem di rumah nyiapin gw makan gw yang bakal nyukupin kebutuhan elu semuanya." Tambah Bas lagi dengan nada yang begitu bersemangat.

"Gombal." Jawab Alena yang membuat mereka berdua tertawa.

***

Sedang di sebuah kamar kos di lantai dua. Nampak Arga yang mulai terusik dengan gedoran pintu yang semakin lama semakin kencang. Membuatnya yang sempat ingin terpejam kini kembali membukakan mata.
"Pasti Alena, mana bisa dia marah lama lama." Ucap Arga seraya bangkit dan berjalan kearah pintu.

ALENATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang