"Kebusukan,
adalah kebohongan yang telah di sembunyikan dengan rapi"***
Alena tengah duduk di kursi sudut ruang tamu, masih memikirkan kejadian yang baru saja ia alami. Entah mengapa kini pikirannya melayang, "misal tidak kenapa kau dulu berkata ingin menjual ku?" Kata kata itu yang terus saja melintas di pikirannya.
"Rokok neng?" Suara Liza menyadarkan kembali pikiran Alena.
"Udah sampai aja?"
"Dari sini ke kampus gak makan waktu lima jam kali."
"Heheheh. Iya iya" jawab Alena sambil nyengir.
"Betah amat lu di rumah Ridwan sampai gak ngampus?"
"Andai lu tau kenapa gw gak ngampus, pasti udah jelas aku kau bantai Liz." Batin Alena.
"Hey di tanya kok diem?" Tanya gadis itu. Sebenarnya Alena tak ingin menyimpan rahasia ini dengan Liza. Tapi ia takut omelan Liza akan merusak persahabatan mereka.
"Mager gw."
"Eh ngomong ngomong tadi pak Fredy nyariin elu tauk." Kini pembahasan mereka malah menyebrang ke topik pembimbing kekar menyebalkan menurut Alena.
"Serius?"
"Iya, sampai si Firdaus tadi di interogasi di ruangannya."
"Dapet lambe turah dari mana lu?" Tanya Alena penasaran.
"Kan gw temenan sama si Santi anak gosip kelas lu itu. Biasalah aku memperkuat koneksi gosip ku di setiap jurusan yang ada. Hahhaa"
"Pantesan tau aja lu."
"Tapi ya Na, dari semua siswa cuma elu deh yang di istimewain sama pembimbing satu itu, jangan jangan dia naksir sama lu deh na."
"Siapa juga yang gak bakal suka sama gw? Lu tau sendirikan Liz, tapi gak ada yang bener bener tulus sama gw." Ucap Alena sembari menerawang lagi ke masa dulu. Sejak duduk di kelas dasar dia sudah sering mengalami pelecehan dari kakak kelasnya. Hingga di bangku SMA masih tetap menjadi bahan ejekan atau sebagian besar dari mereka yang terang terangan mengaku menjadikan Alena sebagai bahan fantasi mereka.
Sakit memang, apalagi ingin di jual kekasih sendiri. Semenjak itu psikis Alena mulai terganggu hingga ia membenci semua orang terutama laki laki."Liz, tadi Marko kesini." Ujar Alena takut takut gadis dengan suara speaker rombengan itu teriak teriak seperti Tarzan di hutan.
"Haaah?? Ngapain dia kesini?" Gadis itu kini duduk dan melihat Alena dengan tatapan menginterogasinya.
"Ah i—itu dia pikir di rumah ada Ridwan. Nah i—iya begitu." Ucap Alena tergagu.
"Syukur deh, tapi lu gak papa kan?" Tanya nya cemas. Seperti inilah yang membuat Alena sulit melepaskan teman setulus dia.
"Mmm. . . Ngomong ngomong gimana kabar Stef?" Tanya Alena mencoba mencari topik lainnya.
Tapi tiba tiba raut wajah Liza berubah. Gadis itu kini berganti melihat ke luar ruangan.
"Saat lu mabuk dan di antar oleh Ridwan. Gw pulang dengan Stef, kami berhenti di mini market karena aku menyuruhnya membelikan cemilan untuk di makan di rumah, karena kami punya rencana menonton film di rumah."
KAMU SEDANG MEMBACA
ALENA
ChickLitMenjadi seorang yang selalu di pandang sebagai seorang wanita yang selalu menjadi bahan fantasi para lelaki. sangat melelahkan bukan?