KEDUA mata Azel mengerjap bersamaan dengan suara bel beberapa kali terdengar. Lelaki itu mengusap matanya sebelum beringsut turun dari tempat tidur. Langkahnya terkesan lambat karena efek dari kepalanya yang masih terasa pusing akibat menangis semalaman. Maka dari itu ia memilih untuk berhati-hati dalam berjalan agar tidak terjadi hal yang tidak di inginkan.
"Good mor—" Sapaan orang di depan pintu otomatis berhenti ketika melihat kondisi Azel dengan kedua mata yang sayu dan sembab menatap tak bersemangat ke arahnya.
Meski merasakan sakit di kepalanya, namun Azel tetap memaksakan diri untuk mengulas senyum pada orang di depannya. "Are you okay?" tanya lelaki di depannya menatap khawatir. Azel tersenyum tipis mengangguk sekilas sebelum meringis memegang kepalanya sendiri membuat yang lebih tua segera menuntunnya masuk ke dalam apartemen.
Kedua mata Azel terpejam ketika dirinya berhasil mencapai sofa ruang tamu. "Apa yang kamu rasain? Tell me," ujar Adriel lembut.
Azel memijat dahinya sendiri lalu menjawab pelan. "Kepalaku pusing, Yel." katanya lalu kembali meringis membuat Adriel segera menariknya untuk bersandar.
"It's alright. Aku ambilin obat, ya?"
"Gak usah."
Azel menggeleng pelan lantas ia justru melingkarkan kedua tangannya pada tubuh kekasihnya. Adriel mengulas senyum dengan salah satu tangannya mengelus kepala yang lebih muda. "You need me, huh?"
Tidak ada balasan dari Azel meski dalam hati ia mengakui ucapan Adriel memang benar. Ia tidak butuh obat karena hanya Adriel yang dirinya butuhkan untuk ada di sisinya. Namun, mengingat Adriel yang sudah rapi seperti hari biasanya ketika lelaki itu akan pergi ke kampus membuatnya segera menjauhkan diri dari Adriel seraya membuka matanya.
"Kamu mau ke kampus?" Pertanyaan itu membuat Adriel mengangguk dengan senyum yang tidak luntur dari wajahnya. "But if you need me, I won't go anywhere." bisiknya.
Azel mendorong dada Adriel untuk sedikit menjauh. "You shouldn't be like that, Iyel."
Adriel mengernyit. "Why? Kan pacarku butuh aku. Masa aku gak ada buat dia?" ucapnya dengan merapikan rambut bagian depan kekasihnya. "So, I will stay here."
Azel balik menatap laki-laki yang duduk di sebelahnya. "I won't give you permissions to skip your classes today. Okay?" tegasnya.
Adriel terkekeh lantas mengangguk. "Okay," balasnya. Lagi pula ia pikir tidak ada salahnya untuk tetap pergi ke kampus karena hari ini selesai kuliah nanti dirinya ada jadwal untuk rapat dengan pengurus BEM universitas.
"Oh iya, ini aku bawain makanan buat sarapan. Kamu pasti belum makan, 'kan?" tebak Adriel.
Adriel membuka isi paper bag, mengeluarkan tempat makan yang ia bawa dari rumah. "Aku bikin toast," ucapnya seraya membuka tempat makannya. "Aku baru pertama kali bikin ini, sih. Kamu orang pertama yang nyobain toast bikinan aku. Semoga aja cocok di lidah kamu,"
Azel mengulum senyum mendengar ucapan lelaki itu. "Udah pasti enak kalau bikinan Adriel Nathanael!" katanya menganggukkan kepala meyakinkan lelaki Desember itu.
Laki-laki yang dipuji otomatis tersenyum. "I hope so," katanya lalu menggeser tempat makan tersebut ke depan Azel. "Try it!"
Azel menggigit roti toast buatan Adriel yang berisi scramble egg, chicken fillet, daging slice, sedikit sayuran, saus, dan mayonnaise. Netra Adriel memperhatikan si manis yang sedang lahap memakan roti toast buatannya. Seulas senyum mengembang di wajahnya karena melihat Azel makan dengan lahap seperti ini membuatnya senang. Namun, di satu sisi ia sedikit khawatir dengan rasanya. Adriel takut jika ada rasa yang kurang dari makanannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dandelions [hajeongwoo]
FanfictionGabriel Arsy Azelio seorang mahasiswa yang harus bekerja paruh waktu demi memenuhi kebutuhan hidupnya. Takdir mempertemukan dirinya dengan Zaki Nichol dalam pertemuan yang tidak cukup baik. Keadaan membuat Azel mengambil pilihan untuk berdekatan den...