DERING ponsel yang terdengar cukup nyaring berhasil mengalihkan perhatian Azel yang sejak tadi tengah sibuk membersihkan setiap sudut tempat tinggalnya. Ia menyandarkan gagang sapu pada dinding ruang tamu lalu beralih mengambil ponselnya yang terletak di atas meja. Dahi Azel mengerut mendapati nomor tidak dikenal muncul di layar membuat dirinya berpikir sejenak sebelum memutuskan mengangkat panggilan tersebut.
"Halo,"
"Halo, Kak Azel. Ini gue, Nathan, Kak."
Azel yang mendengar suara Nathan otomatis menghela napas lantas tersenyum. "Hai, Nath, kirain gue siapa? Soalnya nomernya nggak dikenal."
Nathan terkekeh di seberang sana. "Ini gue pakai nomernya Kak Nico. Semalem habis ada kejadian yang bikin hape gue rusak. Makanya gue telepon Kak Azel pakai hape-nya Kak Nico. Untung aja gue inget nomer lo, Kak." jelasnya panjang lebar.
"Oh, gitu. Tumben telepon pagi-pagi, Nath?"
Nathan yang tengah berkumpul di meja makan dengan Hani dan Nico sempat melirik sebentar ke arah ibu dan kakaknya. "Gue mau nanya. Hari ini lo bisa ngajar les nggak, Kak?" tanyanya.
"Bisa kok. Sore pulang gue ngampus, ya. Lo hari ini pulang sekolah jam berapa?"
"Jam tiga, Kak."
Azel sekilas melirik jam dinding seraya berpikir sejenak. "Kalau gitu paling sekitar jam empat aja. Gimana?" balasnya memberi usul.
Nathan jauh di sana mengangguk semangat. "Deal! Gue tunggu di rumah ya, Kak."
"Oke. Bye, Nath,"
Nathan mengembalikan ponsel milik Nico. "Nih, makasih." ucapnya tersenyum sumringah.
Hani yang memperhatikan Nathan sejak tadi banyk tersenyum otomatis menatap jahil pada anak bungsunya. "Bunda perhatiin adek semangat banget belajarnya semenjak ditutorin sama Kak Azel. Ya 'kan, Kak?" ucapnya beralih pada anak sulungnya. Nico yang dimintai persetujuan oleh ibunya hanya diam tidak minat untuk menanggapi.
"Oh iya, Kak, nanti pulang kuliah sekalian ajak Azel aja bareng kamu ke sininya." Suara Hani kembali terdengar berujar membuat pergerakan sendok di tangan Nico seketika terhenti.
"Kayaknya gak bisa, Bun. Jadwal kuliah aku sama Azel 'kan beda," sahut Nico beralasan.
Hani menaruh sendoknya di atas piring seraya menatap Nico. "Kamu 'kan udah punya nomer Azel. Dihubungin aja nanti ajakin pulang bareng!"
Nico menghela napas pelan. "Ya. Tapi nggak janji," katanya terdengar keberatan membuat Hani mengangguk kecil sambil tersenyum.
"Aku udah selesai makannya. Aku mau ke atas dulu ambil tas, ya." Nathan menatap ibu dan kakaknya bergantian yang lantas diangguki Hani.
Nathan beranjak pergi menuju kamar tidurnya di lantai dua. Sementara Nico menatap kepergian adiknya dalam diam sebelum ia kembali beralih pada ibunya. "Aku juga mau ke atas, Bun." pamitnya beranjak dari kursi kemudian bergegas menyusul sang adik yang lebih dulu pergi.
"Nathan!"
Suara bariton milik Nico terdengar sedikit menggema di ruangan membuat langkah kaki Nathan seketika berhenti saat lelaki itu hendak menaiki tangga rumahnya. Tubuh yang tidak kalah besar dari kakaknya itu berbalik memperhatikan yang lebih tua berjalan menghampirinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dandelions [hajeongwoo]
FanfictionGabriel Arsy Azelio seorang mahasiswa yang harus bekerja paruh waktu demi memenuhi kebutuhan hidupnya. Takdir mempertemukan dirinya dengan Zaki Nichol dalam pertemuan yang tidak cukup baik. Keadaan membuat Azel mengambil pilihan untuk berdekatan den...