Chapter 11: Be Kind To Others

1.4K 215 90
                                    

WAKTU berlalu sejak Azel memutuskan istirahat dari hubungannya dengan Adriel. Semenjak itu, lelaki yang lebih tua satu tahun darinya seakan menghilang. Azel sebenarnya tidak masalah karena memang begitu cara dari kata 'break' bekerja bukan? Dengan memberi jarak dan waktu masing-masing untuk berpikir dan memperbaiki diri.

Meski sesungguhnya banyak orang yang berspekulasi 'break' adalah awal menuju berakhirnya sebuah hubungan. Azel tidak membenarkan, juga tidak dapat membantah karena Azel tidak tahu kedepannya akan bagaimana. Mungkin saja selepas masa istirahat ini mereka dapat melanjutkan hubungan atau justru sebaliknya.

"Zel, bagi email nya Pak Theo."

Azel yang sejak tadi tengah membaca buku otomatis menoleh. "Oke, bentar." katanya lalu sibuk membuka aplikasi email di ponsel untuk mencarikan email yang diminta.

Beberapa detik kemudian suaranya kembali terdengar menyebutkan alamat email milik dosennya. "Thanks," ucap Dominic yang kembali sibuk menatap layar laptopnya.

"Finally," Dominic seketika dapat bernapas lega ketika akhirnya tugas individu salah satu mata kuliahnya telah selesai dan dikirim.

Dominic mematikan laptop lalu menutup layarnya. "Oh iya nanti acaranya di kampus 1, 'kan? Berarti nanti kita sekalian makan siang di food court sana aja." ucapnya yang tidak disahuti. Dominic beralih melirik Azel yang sejak tadi hanya diam sepanjang menemani dirinya mengerjakan tugas individu.

"Lo lagi ada masalah, Zel?" Pertanyaan tiba-tiba yang keluar dari mulut Dominic membuat Azel kembali menoleh. Dominic menopang dagunya dengan kedua tangan yang saling menggenggam erat satu sama lain di atas meja seraya menatap temannya penuh selidik. "I smell something bad happens to you. Soalnya belakangan lo jadi pendiem,"

Tangan kanan Azel yang sejak tadi dipakai menopang pipi kanannya sendiri lantas ia turunkan seraya menutup buku Manajemen milik perpustakaan fakultasnya. Netranya menatap sepenuhnya pada Dominic disertai helaan napas pelan, "Emang langka banget kalau gue jadi pendiem?" tanyanya heran.

Kekehan dari Dominic memenuhi indera pendengarannya. "Ya, lo pikir aja? Lo 'kan ngomong mulu biasanya. Lagian nggak cocok kalau lo jadi kalem begini, Zel."

Azel mendelik padanya. "Sialan."

Dominic menahan tawa sebab saat ini mereka berada di perpustakaan. Lelaki itu berdeham sebelum kembali bersuara, "Kalau ada masalah cerita aja. Gue udah pernah bilang, 'kan? Gue pasti dengerin keluh kesah lo."

Sebenarnya tidak ada salahnya jika Azel menceritakan perihal hubungannya dengan Adriel yang sedang tidak baik-baik saja sebab Dominic satu-satunya teman untuknya saat ini. Lelaki Othello itu pula satu-satunya orang yang dapat Azel percaya untuk berbagi keluh kesah mengenai hubungannya dengan Adriel.

Azel mengambil napas dalam. "Gue berantem sama Adriel." katanya memberitahu.

Kedua bola mata Dominic sukses membulat sempurna. "Serius? Perasaan baru berapa hari yang lalu gue lihat chat Kak Adriel ke lo masih pakai sunshine segala."

Azel memukul punggung tangan Dominic yang berada di atas meja membuat lelaki yang dipukul meringis. "Masih aja lo bahas soal chat itu. Gua malu, Dominic!" protesnya.

"Santai aja kali! Kayak di gep nya sama siapa aja?" sahutnya sedikit memajukan kursi yang diduduki agar lebih dekat dengan Azel. "Back to the topic. Gimana ceritanya kalian jadi berantem?" lanjutnya bertanya.

Helaan napas keluar dari mulut Azel. Lelaki manis itu menyatukan jari jemarinya di atas meja. "Adriel udah dijodohin."

"HAH?!"

Dandelions [hajeongwoo]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang